Pada awal pengembaraannya di Desa Balingawan, remaja tanpa nama yang masih berumur 15 tahun itu pun bentrok dengan murid-murid Naga Hitam, sampai bertarung melawan Kera Gila, murid utama Naga Hitam, pemimpin kaum perompak sungai yang sangat ditakuti.
Dalam Kitab Nagabumi yang dibacakan para penjaja dongeng dari desa ke desa, dikisahkan betapa remaja tanpa nama ini menjual tenaganya sebagai pendorong gerobak, dalam rombongan mabhasana atau penjual pakaian yang sedang membawa benda-benda upacara peresmian prasasti pembebasan pajak ke Ratawun.
Setelah membela seorang pelacur yang akan dihukum mati, remaja tanpa nama bersama para mabhasana yang mengangkat gerobaknya ke atas rakit besar, telah diserang para perompak sungai yang mampu berenang seperti ikan lumba-lumba.
Dalam pertarungan melawan Kera Gila, remaja tanpa nama ini berhasil membunuhnya, tetapi lantas pingsan karena racun gigitan candala itu di lehernya.
Bertarung di dalam air pada malam hari, ia terpisah dari rakit yang telah menghilir dengan cepat dalam arus deras pada malam yang berhujan bagaikan tiada akan pernah mereda. Remaja tanpa nama itu terapung pingsan di atas kayu, dan ketika tersadar kembali sudah berada di tepi sebuah sungai kecil.
Hari sudah terang tanah, ketika dilihatnya tulisan tergurat dengan jari pada batu di balik permukaan sungai yang jernih:
Latih dirimu sepuluh tahun
Sebelum menantang Naga Hitam
Remaja tanpa nama ini telah mendengar, betapa Naga Hitam dipastikan akan mencari siapa pun yang telah membunuh muridnya. Apalagi remaja tanpa nama yang bahkan tidak berminat menjadi pendekar ini telah menerbangkan nyawa lebih dari satu muridnya. Alih-alih bersikap waswas, remaja ini sebaliknya menyimpan kehendak mencari Naga Hitam itu.
Sampai saat catatan ini dibuat, belum bisa diketahui siapa yang mengguratkan tulisan tersebut, yang telah mendorongnya masuk ke dalam gua penuh lorong berliku, memasuki lapis ketenangan abadi dalam dhyana tertinggi, dalam pembayangan ilmu silat yang diarahkan pemahaman ruang dan waktu, tempat matra bumi berhasil dilepaskan dari peng-alam-an tubuh dan jiwanya, menjelma keberadaan itu sendiri.
Sepuluh tahun lamanya ia mendalami ilmu silat sebagai olah penyempurnaan jiwa maupun raga. Sendiri saja dalam gua tanpa berbicara dan tanpa bersua siapa pun jua, melalui suatu peng-alam-an ruang-waktu dalam penghayatan pikiran, sehingga sepuluh tahun berlalu bagaikan sekejap sahaja.
Tentang peristiwa ini ia mencatat:
Demikianlah aku belajar ilmu silat dengan cara yang aneh, yang kutemukan secara tak sengaja ketika tak sadarkan diri di tepi sungai itu. Ataukah seseorang telah sengaja memberikannya untukku? Jika dia seorang guru, jasanya terlalu besar untukku; dan jika dia seorang guru, bagaimana caraku mengucapkan terima kasih kepadanya? Karena agaknya dia telah mengikuti perjalananku. Bahkan tanpa kuketahui mungkin sering menyelamatkanku. Pertanyaanku tentu: Mengapa dia berbuat begitu?
Masalahnya, apakah masih penting ditanyakan kenapa? Jika harus selalu ada sebab dari perbuatan baik seseorang, apakah masih ada tempat bagi kebaikan itu sendiri? Betapapun, siapa pun dia, aku harus menghormatinya. Tentang guru, kuingat dari bacaan:
Di tempat tanpa guru, satu kali pun nama Buddha takkan terdengar para Buddha dari ribuan tahun. Pencapaian Kebuddhaan tergantung kepada guru.
Seorang murid harus mengabdi kepada guru. Aku juga ingin mengabdi kepada hidup yang telah memberi banyak pelajaran bagiku. Namun kini seseorang jelas telah mengarahkan aku, bukan sekadar agar selamat dari ancaman Naga Hitam, melainkan juga memberi pencerahan. Apakah yang bisa lebih mencerahkan ketimbang kemampuan untuk mengatasi ruang waktu? Tubuhku memang tidak mungkin berada di luarnya, tetapi pengolahan nafasku telah membuat pikiranku terbebaskan dari ruang waktu itu - ukuran ruang dan waktu mana pun tak berlaku lagi bagiku. Luas sempit lama sebentar hanyalah kupahami sebagai kesepakatan orang banyak, tapi tidak untuk diriku. Sepuluh tahun memang tetap sepuluh tahun waktu bumi, tetapi dalam samadhi aku tak terikat waktu bumi tersebut. Ruang berada dalam diriku, bukan aku berada dalam ruang; dan dengan keberadaan ruang dalam diriku maka aku pun memiliki waktuku seperti yang kumau. (bersambung)
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan bijak