SI Bajing Loncat tersenyum.
"Pendekar Panah Wangi bertanya seperti orang awam, padahal semestinya ia tahu lebih banyak," katanya.
"Aku sudah tidak lagi menjadi mata-mata, jadi tahu cara-caranya, tetapi tidak selalu tahu lagi apa yang berada di bawah permukaan."
Kali ini senyum Si Bajing Loncat semakin lebar.
"Tidak ada yang berubah dalam dunia kerahasiaan, masih tetap bahwa segala sesuatu tidak selalu seperti tampak permukaannya."
Tentu saja bagiku Si Bajing Loncat tidak menyampaikan apa-apa, tetapi Panah Wangi belum puas.
"Aku ingin tahu tentang permaisuri itu!"
Kali ini wajah Si Bajing Loncat agak lebih bersungguh-sungguh, sementara embusan angin pun kini agak lebih berkurang kencangnya. Kulihat kuda kami merumput dan minum di anak sungai itu. Lebih berbahagia atau lebih kurang berbahagiakah kuda dibanding manusia?
"Mungkinkah seorang istri tidak mengenali seseorang yang bukan suaminya di tempat tidur? Meskipun itu saudara kembar suaminya yang bukan sekadar mirip tetapi sama tepatnya? Seorang penyamar barangkali saja memang telah mempelajari dan tersamakan segalanya dengan pribadi yang disamainya, mulai dari pandangan mata bahkan sampai kepada baunya, jangan lagi dikatakan apa yang diketahuinya, tetapi sekali lagi mungkinkah, ya, mungkinkah seorang istri tidak mengenali seseorang yang bukan suaminya, meski segala sesuatunya tiada lebih dan tiada kurang hanyalah sama belaka?"
Panah Wangi kali ini tidak menyela apalagi menyanggah. Kulirik Panah Wangi selintas, tidak pernah kuketahui apakah ia sudah pernah atau belum pernah menikah, dan apakah baginya menikah itu penting atau tidak penting. Dalam hal para penyoren pedang, yang segenap kepentingannya tidak seperti terhubungkan dengan membangun rumah tangga, pun kukira berlaku pernyataan yang sama, bahwa segala sesuatu memang tidak selalu seperti yang tampak di permukaannya.
''Maka persoalannya bukan apakah seorang istri itu mengenali atau tidak mengenali siapa yang menyaru sebagai suaminya, tetapi apakah dalam kepura-puraannya sang penyaru ini mampu bersikap seperti suaminya atau tidak, dan untuk seorang penyaru yang berusaha menyamar dengan meyakinkan tidaklah ada yang terlalu mudah, bahkan sama sekali tidak ada yang bisa dianggap terlalu enak."
"Juga dengan permaisuri?"
Si Bajing Loncat menggeleng-gelengkan kepala dengan wajah muram.
"Tidakkah Pendekar Panah Wangi mengerti, betapa permaisuri Negeri Atap Langit ini seribu kali lebih buruk daripada Yang Guifei? Pendekar Panah Wangi kuyakini sudah malang melintang di dunia persilatan, tetapi jika diriku tidak keliru, asam dan garam kehidupannya sebagai perempuan tidaklah sekaya pengalamannya sebagai penyoren pedang," ujarnya, ''Dirinya seharusnya mengerti, di atas ranjang istilah seperti permaisuri, selir, putri istana, bagi seseorang yang hanya menyamar dan wajib menyetubuhinya karena tugas, sudah kehilangan artinya."
Panah Wangi akhirnya sadar betapa ranjang, dalam tugas rahasia maupun kehidupan sehari-hari, dapat menjadi sumber kepahitan bagi seorang lelaki dan perempuan. Jadi kami harus kembali kepada tujuan kami semula. Jika penyelamatan nyawa tidak diperlukan lagi, kini tinggal jejak Harimau Perang, yang bahkan telah menitipkan surat melalui seorang pengantar surat, yang isinya menyatakan bahwa perjalanan kami akan menjadi suatu kesia-siaan. Benarkah?
Surat itu kami terima ketika kami masih mengira bahwa maharaja yang diculik adalah Maharaja Dezong yang sebenarnya. Namun sebetulnya surat itu adalah suatu jebakan, dalam arti Harimau Perang mengerti betapa kami tidak akan menurutinya, dan justru di situ jebakannya; mengetahui terdapat suatu jebakan kami lebih lagi merasa sebaiknya meneruskan perjalanan. Jika kami dapat membongkar apa yang dimaksud sebagai jebakan, kemungkinan besar kami menemukan banyak hal.
Namun ini hanyalah dugaan pertama, yang mungkin saja juga telah diperhitungkan oleh Harimau Perang, yang justru diharapkannya akan kami lakukan, dalam dugaanku adalah supaya kami terjauhkan dari Chang'an. Demi apa? Apakah yang akan, telah, atau mungkin sedang terjadi di Chang'an sehingga diriku dan Panah Wangi sebaiknya tidak ada di sana?
Kami pernah membicarakan masalah ini selama perjalanan.
"Aku berani memastikan satu hal," ujar Panah Wangi.
"Dan apakah kiranya itu?"
"Jangan berharap bahwa pedang panjang melengkung itu masih berada di tempatnya jika kamu kembali ke Chang'an."
Tentu saja!
Hakim Hou meminta pedang itu untuk diperiksa keterlibatannya dengan mayat-mayat yang bergelimpangan. Harimau Perang tak bisa menunjukkannya dan menghilang. Jika ia muncul kembali dan menyerahkan pedang panjang melengkung itu, sangat mungkin akan dilakukannya dengan bukti-bukti yang menunjuk kepadaku!
Betapapun memang dirikulah yang setiap malam membantai para penjahat kambuhan itu... (bersambung)
#248 Ranjang Kepahitan
March 7, 2015 - Posted by Unknown in Bagian 49
Posted by Agung Semeru
Naga Jawa di Negeri Atap Langit Updated at: 6:41 PM
#248 Ranjang Kepahitan
4.5
5
Unknown
March 7, 2015
"Tidakkah Pendekar Panah Wangi mengerti, betapa permaisuri Negeri Atap Langit ini seribu kali lebih buruk daripada Yang Guifei?
SI Bajing Loncat tersenyum. "Pendekar Panah Wangi bertanya seperti orang awam, padahal semestinya ia tahu lebih banyak," katanya...
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan bijak