#271 Panah Wangi dari Daluosi

March 30, 2015   

HARUM setanggi akhirnya membangunkanku juga. Seperti ada seseorang meniup wajahku, seperti ada seseorang mengipasiku.

"Pendekar Tanpa Nama, bangunlah, sudah tujuh hari kamu terbaring tanpa ada sesuatu pun yang memasuki tubuhmu. Bangunlah, minumlah, agar kekuatanmu pulih kembali seperti sediakala."

Aku berusaha mengangkat tubuhku, rasanya seperti mengangkat gunung. Aku sungguh tidak memiliki daya. Hanya mampu mengangkat tangan, dan tangan itulah yang disambut tangan seseorang. Tangan yang begitu halus.

Sudah beberapa waktu mengenal Panah Wangi, baru kali inilah kami saling menggenggam. Genggamannya menenangkan diriku.

Namun ia kemudian melepaskannya, karena harus menyuapiku dengan air dari cawan. Aku terkesiap, betapa lemahnya diriku! Perasaan inilah yang berakibat parah karena terlalu berat bagiku menerima diriku tergantung kepada orang lain.

Rupanya Panah Wangi bisa membaca pikiranku.

"Pendekar Tanpa Nama, tenanglah, kamu tidak terluka parah, kamu tidak terluka dalam, tidak satu pun tulangmu patah. Tenanglah, siapa pun yang tidak makan dan minum selama itu tentu akan mengalami hal yang sama dengan apa yang kamu alami sekarang.''

Aku mencoba mengatakan sesuatu lagi, dan sekali lagi empat jari yang halus dan harum itu menempel ke bibirku. Panah Wangi mendekatkan kepalanya dan setengah berbisik.

"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan," katanya, "Aku akan selalu berada di sampingmu."

Dengan itu aku memang menjadi tenang, tetapi aku tidak bisa menghentikan diriku untuk berpikir. Panah Wangi memintaku agar tidak mengkhawatirkan diriku sendiri, dan kukira aku bisa melakukannya, tetapi aku tidak bisa berhenti berpikir tentang Panah Wangi. Apakah yang membuat Panah Wangi muncul kembali di Chang'an ketika seharusnya menggantikan ayahnya sebagai kepala suku?

Mengingat bagaimana ia diculik oleh sukunya sendiri saat itu aku tidak berpikir Panah Wangi akan kembali dalam waktu yang terlalu singkat. Mengingat tempatnya yang jauh di barat laut Chang'an, lebih jauh lagi sampai berada di utara dari Khaganat Uighur, tentu tidak terlalu lama berada di kampungnya. Ia seperti mengurus segala sesuatunya dengan cepat dan segera berangkat lagi.

Sempat terlintas pula dalam pikiranku betapa Panah Wangi sebetulnya tidak pernah sampai ke kampungnya sama sekali, karena jika jarak itu di tempuhnya maka sungguh perlu waktu antara sebulan sampai dua bulan untuk pergi dan kembali.

Semuanya menjadi lebih jelas ketika Panah Wangi berkata pelan di telingaku.

"Pendekar Tanpa Nama, aku kembali hanya untukmu..."

Kuingat pasukan berkuda itu mengaku datang dari Atlakh. Di sanalah laju penguasaan wilayah balatentara Wangsa Tang tertahan pada 751 oleh gabungan berbagai pasukan di bawah pemerintahan Khalifah Abbassiyah. Cerita di balik pertempuran itu lebih bisa menjelaskan asal-usul Panah Wangi, bila diketahui bahwa dua pertiga dari balatentara Wangsa Tang saat itu adalah para serdadu bayaran Karluk yang berbalik untuk berpihak kepada orang-orang Muslim, menyerang pasukan Negeri Atap Langit itu.

Serangan orang-orang Karluk dari dalam dan pasukan Abbassiyah dari depan memaksa balatentara Wangsa Tang yang terkacaukan itu mundur. Ditambah dengan pemisahan diri sekutu Ferghana, untuk pertama kalinya arus perluasan Negeri Atap Langit terhenti.

Di bawah pimpinan Panglima Gao Xianzhi, tidak kurang dari 10.000 pasukan Wangsa Tang menjadi porak-poranda, dan hanya berkat bantuan Li Siye maka 2.000 di antaranya kembali dengan selamat ke wilayah yang mereka kuasai di bagian Khaganat Uighur. Terhadap pasukan Abbassiyah yang memburu, pasukan Li Siye dibantu pasukan Duan Xiushi berhasil menahan laju pengejaran mereka. Gao Xianzhi lantas membangun kembali pasukan untuk melakukan pembalasan, tetapi Pemberontakan An-Shi pada 755 membuat semua pasukan di perbatasan ditarik untuk menghancurkan pemberontakan itu. Sebetulnya memang pemberontakan An Lushan dan bukan Pertempuran Atlakh yang menghentikan laju balatentara Wangsa Tang di wilayah orang-orang Karluk.

Sungai Atlakh juga dikenal sebagai Sungai Talas, tetapi orang-orang Negeri Atap Langit menyebutnya Daluosi. Dari sanalah Panah Wangi berasal. Tetapi sebagai orang Karluk, tidak seperti orang-orang sesukunya, kukira ia tidak memeluk kepercayaan para penguasa Khalifah Abbassiyah yang disebut Islam.

Dalam I Ching dituliskan:

Jalan biasa ditinggalkan.

Ketekunan yang lurus

akan membawa keberuntungan

kepada yang tetap tinggal di tempatnya.

Sungai besar jangan diseberangi 1


(bersambung)

1. Dari hexagram ke-27, baris ke-6 untuk tempat kelima, dalam John Blofeld, I Ching: The Book of Change [1980 (1965)], h. 140.
Posted by Agung Semeru
Naga Jawa di Negeri Atap Langit Updated at: 4:50 PM
#271 Panah Wangi dari Daluosi 4.5 5 Unknown March 30, 2015 Dalam I Ching dituliskan: Jalan biasa ditinggalkan. Ketekunan yang lurus akan membawa keberuntungan kepada yang tetap tinggal di tempatnya. Sungai besar jangan diseberangi - I Ching: The Book of Change [1980 (1965)] HARUM setanggi akhirnya membangunkanku juga. Seperti ada seseorang meniup wajahku, seperti ada seseorang mengipasiku. "Pendekar Tanpa...


No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan bijak