Sunyi kembali mencekam. Suara hujan terdengar sangat jelas. Bagaimana caranya mengetahui siapa saja yang duduk di meja itu?
Aku juga dengan perasaan was-was menanti-nanti, setiap saat seorang pengawal akan masuk dan menyampaikan betapa 200 anggota Pasukan Hutan Bersayap yang diperintahkan untuk mencegat diriku dan Panah Wangi telah bergelimpangan sebagai mayat, dengan anak panah menancap pada dahinya masing-masing. Jika saat itu tiba, kuharapkan segenap kejelasannya sudah muncul ke permukaan.
Suara halus Pangeran Tong yang sebelumnya bernama Li Chen, yang bersama dengan Pangeran Song, Pangeran Shu yang sebelumnya bernama Li Yi, Pangeran Qian, Pangeran Su, dan Pangeran Zi, ditahbiskan sebagai pangeran pada tahun 779, kini terdengar lagi.
"Saudara-saudaraku, daku mengerti belaka betapa segala sesuatunya sudah sangat jelas, terang seperti siang," ujarnya, "jika keberadaan huan kuan ini ingin dipertahankan maka kemungkinan pemunahnya harus disingkirkan.
"Kita semua di ruangan ini dapatlah diandaikan paham tentang siapa kiranya yang semestinya dihapus keberadaannya karena itu."
Betapa halus suara Pangeran Tong, tetapi betapa berat pertimbangan yang dibebankan kepada setiap kepala yang ada di situ.
Hujan dan angin terdengar semakin jelas.
Aku mengerti, ini saat yang genting karena merupakan saat menentukan keberpihakan, sedangkan atas setiap pilihan dalam penentuan tersebut terdapatlah suatu harga dalam permainan kekuasaan yang harus dibayar. Yakni jika berpihak akan menjadi kawan, dan jika tidak berpihak akan menjadi lawan, yang menjadi berat karena setiap jawaban diandaikan membawa nama kelompok atau bahkan golongannya.
Panah Wangi memandangku. Tanpa membalas pandangannya aku sudah mengerti apa yang dimaksudnya, bahwa pertemuan atas nama persekutuan ini merupakan setengah jebakan, jika bukan sebagai ajang pengujian untuk menentukan siapa kawan dan siapa lawan. Siapa pun yang merencanakan pertemuan ini sungguh mengail di air keruh, ketika maharaja memusatkan perhatiannya kepada pembakangan para panglima wilayah, yang seperti ingin menjadi raja kecil di wilayahnya masing-masing.
Mozi berkata:
membuktikan ketiadaan jiwa,
tetapi belum belajar upacara pengorbanan,
sama dengan mempelajari keramahtamahan tanpa tamu,
atau melempar jala ketika tiada ikan 1
Beberapa saat terasa begitu lama, kurasa mereka yang berkumpul di meja itu kini merasakan jebakan tersebut. Bahkan siapa pun yang beranggapan bahwa Pangeran Song layak disingkirkan, tentu tidak akan menyampaikannya di sini dan sekarang.
Meski rupanya Harimau Perang merupakan perkecualian.
"Kuketahui betapa diriku telah disebut-sebut sebagai pengadu domba, antara para petugas Dewan Peradilan Kerajaan dengan pasukan yang diperbantukan kepada Pangeran Song dalam peristiwa di bekas Taman An Lushan, dan setelah itu diriku diburu Pasukan Hutan Bersayap. Namun untunglah daku berhasil meyakinkan Dou Wenchang dan Huo Xianming bahwa seseorang telah menyaru sebagai diriku, sebagaimana telah memfitnahku dengan membunuhi para penjahat kambuhan itu.
"Itulah yang membuatku diloloskan Pasukan Hutan Bersayap sampai bisa masuk kemari. Meskipun begitu, daku tidak bisa begitu saja berpihak kepada kaum huan kuan dan ikut menyingkirkan putra mahkota. Putra mahkota tidak suka kepada kaum huan kuan bukan karena mereka adalah kaum huan kuan, melainkan karena pengaruh mereka yang menancap terlalu kuat ke dalam urusan pemerintahan maupun hampir semua urusan yang sama sekali bukan pekerjaan mereka.
"Kalau kaum huan kuan ini bekerja sesuai dengan tugas mereka saja, dan hanya bekerja dalam bidang lain jika memang memiliki kepandaian dalam bidang tersebut, tentu Pangeran Song juga tidak akan keberatan dengan keberadaan mereka di istana sebagai pelayan maupun pelayan keluarga maharaja. Jadi jalan keluar masalah ini bukanlah menyingkirkan putra mahkota, karena kelak sebagai maharaja ditakutkan akan menyingkirkan kaum huan kuan, melainkan justru penyesuaian kaum huan kuan dalam pengabdian terhadap maharaja, yang setiap zamannya pasti berbeda."
Harimau Perang berhenti di sana. Dalam gelap kami saling berpandangan. Kami tidak terlalu yakin sekarang, apakah buruan kami ini memang bijak atau sebetulnyalah sangat licin serta licik sekali. (bersambung)
1. Fung Yu-lan, A Short History of Chinese Philosophy (1948), h. 57.
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan bijak