DENGAN gerakan lebih cepat dari kilat, aku menghindar ke samping, dan dalam kecepatan seperti itu pisau terbang tersebut tampak melayang cukup lambat, begitu lambat, bahkan terlalu lambat, sehingga aku bisa seperti memungutnya. Kujepit pisau terbang itu dari bawah dengan jari telunjuk dan jari tengah secara hati-hati, karena belum mengetahuinya beracun atau tidak. Tampak pelan bagiku yang bergerak dengan kecepatan melebihi kilat, tetapi bukan alang-kepalang gaibnya bagi pelempar pisau terbang itu.
Seorang gadis remaja berbusana serba ringkas tampak memandangku dengan mata terbelalak. Ungkapan wajahnya serbamurni, seolah-olah tadi tidak bermaksud membunuhku.
"Ah! Sihir! Bagaimana caranya Kakak menangkap pisau itu?"
Dia hampir membunuhku, tapi dia bertanya caraku menangkap pisau itu!
"Adik kecil! Janganlah main-main dengan senjata seperti ini! Kalau pisau ini menancap di dada Kakak dan Kakak mati, apakah Adik tidak menyesal?"
Kini ia menjadi galak. Kedua tangannya masing-masing sudah memegang pisau terbang.
"Kalau mati? Memang itu maksudku! Kakak harus mati!"
"Harus mati? Apa sebabnya?"
"Kakak menculik nenek! Kembalikan nenek sekarang!"
Sekarang kilat menyambar kepalaku! Ibu Pao diculik!
"Kapan diculik? Siapa yang menculik?"
"Baru saja! Apakah Kakak bukan salah satu dari mereka?!"
"Letakkan dulu pisau-pisau itu. Kakak bukan musuhmu. Tunjukkan arahnya, akan kurebut kembali nenekmu itu!"
Sepintas tadi kulihat bercak darah di lantai, dan wajah gadis remaja itu ternyata lebam. Jadi ia berhasil menancapkan salah satu pisau terbangnya, tetapi salah satu penculik itu mungkin pula sempat memukul jatuh atau membantingnya.
Gadis remaja yang masih kekanak-kanakan tapi mahir melontarkan pisau terbang itu menunjuk ke suatu arah, dan aku pun berkelebat mengikuti jejak para penculik ini melalui udara. Ya, bahkan udara pun dapat menunjukkan jejak manusia, sejauh manusia dapat membaca jejak-jejak di udara itu!
Langit sore mulai memerah dan angin musim panas terasa kering, ketika aku melesat dan melenting dari atap rumah yang satu ke atap rumah yang lain di Kotaraja Chang'an, memburu para penculik Ibu Pao. Sejenak kemudian terlihatlah bayang-bayang hitam para penculik di kejauhan, juga melenting dari atap ke atap sambil membopong tubuh Ibu Pao, yang kemungkinan besar sudah ditotok jalan darahnya sehingga dari jauh tampak lemas tidak berdaya.
Apakah yang mereka kehendaki dari Ibu Pao? Dari pihak manakah mereka dan apakah kepentingannya? Untuk beberapa saat aku ragu, karena tergoda dengan gagasan untuk mengikuti saja mereka sampai ke tempat asalnya, dan baru setelah itu membebaskan Ibu Pao. Namun serentak dengan teringatnya aku kepada gadis remaja yang gagah berani tetapi telah dianiaya itu, berkelebatlah aku langsung ke tengah gerombolan penculik, yang tampak seperti merasa aman dan nyaman dengan perbuatan jahatnya tersebut.
Namun para penculik itu jelas bukanlah sekadar penjahat kambuhan. Aku belum sampai mendekati mereka ketika salah seorang dari mereka berbalik mendadak, langsung melayang dan meluncur ke arahku dengan pedang jian lurus terhunus. Aku pun melenting jungkir balik ke atas, hanya untuk turun kembali dengan Jurus Elang Emas Menyambar Salmon. Dengan segera kami pun lenyap menjadi cahaya berkelebatan, untuk sebentar, karena kutinggalkan manusia yang wajahnya tersembunyi dalam keremangan itu dalam keadaan menggelinding di atas genting tanpa nyawa lagi.
Aku memang membawa sebilah pisau terbang yang kutangkap ketika dilemparkan gadis kecil itu ke arah jantungku, tetapi aku tidak menggunakannya. Dalam beberapa sentuhan telapak kaki dari wuwungan ke wuwungan, lima penculik yang di dalam kerudungnya tiada berwajah itu segera tersusul, dan penculik pertama yang berhasil kupegang leher bajunya segera kutarik dan kubuang sejauh 100 li.
Penculik kedua yang menyadari kawannya hilang segera berbalik menyerangku dengan jarum-jarum beracun sambil meluncur ke arahku dengan pedang terhunus. Gegabah! Dengan lambaian tangan kiri, angin pukulanku membuat jarum-jarum beracun itu berbalik dengan sama kencangnya. Ketika pedangnya sibuk menyampok jarum-jarum beracunnya sendiri, aku telah menjejak punggungnya dengan tumitku sambil terus mengejar yang lain.
Sempat kulihat ia jatuh meluncur dan menimpa sebuah kedai!
(bersambung)
#358 Penculikan Ibu Pao
June 26, 2015 - Posted by Unknown in Bagian 72
Posted by Agung Semeru
Naga Jawa di Negeri Atap Langit Updated at: 3:19 PM
#358 Penculikan Ibu Pao
4.5
5
Unknown
June 26, 2015
Seorang gadis remaja berbusana serba ringkas tampak memandangku dengan mata terbelalak. Ungkapan wajahnya serbamurni, seolah-olah tadi tidak bermaksud membunuhku.
DENGAN gerakan lebih cepat dari kilat, aku menghindar ke samping, dan dalam kecepatan seperti itu pisau terbang tersebut tampak melayang cuk...
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan bijak