#341 69: Jurus Baru Panah Wangi

June 9, 2015   

"PENDEKAR Panah Wangi, dikau terlibat dengan penculikan Anggrek Putih, karena itulah dikau kami tangkap, menyerahlah!"

Sepuluh orang petugas Dewan Peradilan Kerajaan telah pergi membawa Anggrek Putih. Sepuluh orang masih bergelimpangan dalam pengaruh totokan, dan lima orang sejak dini hari sudah kaku beku tanpa nyawa lagi. Tinggal 25 orang kini mengepung Panah Wangi. Namun sebetulnya mereka juga terkepung oleh 50 padri pengawal Kaum Muhu, para petarung terbaik yang tampak sangat gatal bertindak, tetapi sungguh patuh, sabar, dan setia untuk bergerak hanya jika ada perintah dari padri kepala.

Memang benar, sejauh Kaum Muhu yang berasal dari Persia, dan setelah melalui Jambhudvipa kini menikmati perlindungan Wangsa Tang, sehingga sudah berpuluh tahun menjadi bagian Kotaraja Chang'an, tetap berkedudukan pengungsi, mereka tidak memiliki hak terlibat persoalan negeri. Maka mereka hanya diam tetapi tidak pergi, meskipun kepentingan mereka sendiri sudah semakin berkurang.

Mendengar perintah agar dirinya menyerah, Panah Wangi menggeleng-gelengkan kepala sembari tersenyum mencibir.

"Menyerah? Kalian minta agar diriku menyerah? Apakah daku tidak salah mendengar? Coba tangkaplah daku sekarang!"

Senyum Panah Wangi itu membuat aku curiga. Apakah yang akan dilakukannya? Semua orang yang menonton pun pagi itu menjadi berharap-harap cemas dan penasaran. Mereka telah mengenali Panah Wangi dari selebaran kertas pengumuman, baik yang ditempelkan pada papan pengumuman seantero Negeri Atap Langit maupun dari selebaran yang dibagi-bagikan di pasar, di jalanan, maupun pintu gerbang kota pada empat sisi mata angin.

Wajahnya yang cantik jelita tiada tara, dalam dua kali pengumuman resmi, menjadi sumber dongeng di mana-mana. Berita dengan cepat tersebar bahwa Panah Wangi ada di bagian kota ini.

"Mau melihat dengan mata kepala sendiri wajah Panah Wangi? Marilah ikut kami sekarang juga! Katanya dia sedang dikepung pasukan Dewan Peradilan Kerajaan di Kuil Muhu di sebelah utara kota!"

"Kuil Muhu? Apakah dia seorang penyembah api?"

Tidak dapat dicegah bagaimana seseorang berpikir dan berbicara tentang seseorang yang lain. Kudengar bisik-bisik di antara orang-orang yang berkerumun itu. Kukira aku lebih khawatir kepada perkembangan yang mungkin menyudutkan kawan-kawan Muhu, sebagai kelompok asing pelarian yang ditampung atas kebijakan pemerintah Wangsa Tang daripada yang mungkin menimpa Panah Wangi.

Ketika kami saling bertatapan sejenak, dengan cepat melalui pandangan mata kutancapkan penanda, bahwa apa pun yang akan dilakukannya haruslah segera diselesaikannya.

Ia tersenyum, manis sekali, tetapi dengan pandangan tertentu!

Semua ini berlangsung cepat sekali, dalam ketegangan yang kurang memungkinkan pertimbangan seksama, ditambah dengan semakin banyaknya khalayak yang memasuki petak ini, ketika mendung di langit menunjukkan betapa setiap saat hujan akan turun, dengan janji kederasan yang lebih dari biasa.

Panah Wangi masih melirikku dengan tajam, ia tampak penasaran bahwa aku terlihat belum memahami sesuatu. Maka aku mengangguk saja, supaya apa pun yang dipikirkannya segera dijalankan.

Lima petugas Dewan Peradilan Kerajaan merangseknya dari lima arah dengan pedang terhunus. Panah Wangi pun melenting ke udara dengan ringan, begitu ringan, bagaikan tiada lagi yang lebih ringan, tetapi ketika turun itulah aku mulai bisa menduga apa yang akan dilakukan Panah Wangi.

Ia turun sambil memperagakan gerak tai chi, tetapi harus segera melenting kembali ke atas ketika lima petugas dengan pedang terhunus menyam­barnya lagi dari lima arah yang berbeda. Ketika turun kembali dengan ringan, Panah Wangi memperagakan gerak tai chi sambungannya.

Semacam cahaya gagasan meletup di kepalaku. Panah Wangi ingin aku mengerti betapa dirinya sudah lang­sung menguasai jurus yang diturunkan kepada kami berdua itu, dan ingin langsung mengujikannya sekarang juga. Namun karena diriku meskipun mengangguk tidak tampak mengerti, Panah Wangi memperlihatkan gerak tai chi itu lebih dulu, sehingga ketika sampai pada sambungannya aku diandaikan akan mengerti, bahwa jurus yang bukanlah tai chi tadi akan dimunculkannya setelah rangkaian tai chi berakhir.

Tentu sekarang aku mengerti, bahkan menanti. Sekian kali dibabat lima pedang, sekian kali pula Panah Wangi melenting ke atas, untuk turun dengan bobot seringan bulu sambil memperagakan tai chi. Setelah rangkaian gerak itu habis, tibalah saat jurus baru itu dikeluarkannya. Itulah saat ketika Panah Wangi turun perlahan-lahan seusai melenting ke atas karena sabetan lima pedang. Namun kini tidak kurang dari 25 petugas Dewan Peradilan Kerajaan menantinya dengan pedang terhunus. (bersambung)
Posted by Agung Semeru
Naga Jawa di Negeri Atap Langit Updated at: 1:15 PM
#341 69: Jurus Baru Panah Wangi 4.5 5 Unknown June 9, 2015 "Pendekar Panah Wangi, dikau terlibat dengan penculikan Anggrek Putih, karena itulah dikau kami tangkap, menyerahlah!" "PENDEKAR Panah Wangi, dikau terlibat dengan penculikan Anggrek Putih, karena itulah dikau kami tangkap, menyerahlah!" Sepuluh o...


No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan bijak