#20 Orang yang Berpura-pura Bodoh

July 20, 2014   

KAMAR-KAMAR yang kulewati telah kosong ketika melesat ke depan, dan keluar dari penginapan untuk mendapatkan suatu pertarungan. Yan Zi dan Elang Merah tampak melesat kian kemari menghindari serangan begitu banyak orang dengan senjata yang bermacam-macam. Dengan segera kuketahui bahwa kedudukan kedua perempuan yang menjadi teman seperjalananku itu tidak berada dalam bahaya. Gerakan mereka begitu cepat, sehingga tidak bisa dilihat dengan mata awam, tetapi itu membuat busana Yan Zi yang putih dan Elang Merah yang merah menjadi cahaya merah dan cahaya putih yang berkelebat-kelebat dengan indah dalam terpaan berbagai cahaya lampion di sepanjang jalan di depan penginapan.

Orang-orang yang berkerumun ternganga. Mereka dapat melihat sejumlah orang yang berusaha membacok, menusuk, menyabet, menggebuk, dan menjerat keduanya dengan berbagai macam senjata, tetapi selalu luput, menghantam udara kosong, bahkan tak jarang nyaris membuat mereka saling berbunuhan. Tak kurang dari duapuluh orang mengepung kedua perempuan pendekar itu dengan serampangan, tetapi dengan cara yang tak beraturan seperti itu tidaklah membuat cara mengatasinya lebih mudah. Jika pengepungnya saling mengenal, dan telah melatih suatu gelar pengepungan tertentu, justru sangat mudah bagi mereka berdua untuk mengatasinya, karena perbendaharaan siasat pertarungan mereka yang lebih dari cukup. Namun cara menyerang yang membabibuta seperti ini langkah-langkahnya tak dapat diduga, dan karena itu justru menjadi sangat berbahaya. Wu Zi berkata:

Jika langit tampak gelap dan berhujan,
aku akan tetap diam,
tetapi jika lebih terang, aku akan bergerak.
Pilih tempat yang tinggi, dan hindari yang rendah,
dan larikan kereta beratmu.
Inilah cara untuk mengikuti,
apakah tertahan atau bergerak.
Jika musuh bergerak,
yakinlah selalu bergantung di belakangnya1.

Meskipun ujaran Wu Zi yang ditulis kembali oleh Wu Qi itu ditujukan kepada pasukan berkereta dan berkuda dalam jumlah besar yang bertempur dalam cuaca buruk, penekanannya kepada jumlah lawan yang lebih besar jelas sedang diterapkan oleh Yan Zi dan Elang Merah, yang selama dalam perjalanan telah menjadi semakin akrab dan semakin mengerti cara berpikir masing-masing. Jadi langit gelap dan berhujan adalah keadaan yang belum jelas, dan bahwa keduanya hanya menghindar tanpa pernah menyerang adalah terjemahan dari aku akan tetap diam, dan itu juga sama dengan keadaan menunggu jika lebih terang sampai memungkinkan untuk aku akan bergerak. Sebelum tercapai keadaan itu, mereka tetap harus berada di tempat yang tinggi dan itulah keberadaan keduanya sekarang yang bergerak begitu cepat sampai tidak bisa dilihat - dan bagaimana mungkin para pengepung itu bisa melihat mereka, ketika gerak sangat cepat itu membuat Yan Zi dan Elang Merah selalu bergantung di belakang mereka?

Masalahnya, apabila keadaan lebih terang itu memungkinkan mereka untuk menyerang balik, mereka tentu ragu untuk melakukannya, karena dalam kerja rahasia, Sun Tzu berkata:

Jika dikau hendak menyerang pasukan,
atau mengepung benteng,
atau membunuh seseorang,
pertama kali sangat penting
untuk mengetahui
nama kepala pasukan dan pembantu dekat,
penjaga gerbang dan regu penjaga,
dan petugas rahasia harus diperintahkan
untuk mendapat keterangan ini2.

Maka kuketahui keadaan mereka memang sulit, karena memungkinkan atau tak memungkinkan untuk menyerang, mereka tetap tak bisa menyerang tanpa mengetahui lebih dulu siapa para penyerangnya, sekaligus keduanya harus menjaga kerahasiaan diri mereka sendiri. Mungkin itulah yang telah membuat mereka terus-menerus bergerak dengan kecepatan kilat, agar tidak sebelah mata pun sempat melihat keduanya yang telah menjadi pusat perhatian seperti sekarang, tanpa kuketahui penyebabnya!

''Menyerahlah betina jalang, kalian sudah terkepung!''

Hanya terdengar suara tawa kedua perempuan pendekar tersebut. Apa yang telah mereka lakukan?

Kuperhatikan sekelilingku. Memang benar semuanya tampak sekadar bagaikan orang-orang awam yang ternganga dengan mulut terbuka lebar. Namun janganlah terlalu percaya kepada apa yang tampaknya saja sebagai kebodohan, karena hanyalah orang bodoh yang suka berpura-pura pintar dan orang yang betul-betul pintar terlalu suka untuk berpura-pura bodoh. Sedangkan orang yang berpura-pura bodoh ini bisa saja bukan sekadar orang yang sungguh-sungguh bijak, melainkan bisa juga seorang petugas rahasia maupun seorang pendekar dengan ilmu silat yang sangat tinggi. (bersambung)


1 A. L. Sadler, The Chinese Martial Code (2009), h. 186. Wu Zi dilahirkan tahun 430 SM di negeri Wei dan menurut Sima Qian adalah murid Zeng Zi, salah murid utama Kong Fuzi. Maka strategi dan analisis perangnya dianggap mengungkap pemikiran realis Konfusian maupun elemen Legalis. Ini berhubungan dengan perkembangan intelektual aliran Konfusian sepanjang masa Musim Semi dan Musim Gugur (770-476 SM) dan Negara-negara Berperang (475-221 SM), ketika teks Wu Zi tentang Seni Perang disusun oleh Wu Qi dan ditambah serta disunting para muridnya. Biografi panjang Wu Qi yang ditulis Sima Qian mengungkap dasar filosofis karya-karya Wu Qi, yang kemudian dikenal dengan ulasannya tentang Wu Zi. Wu Qi sampai membunuh istrinya sendiri untuk membuktikan bahwa tradisi Konfusian cukup pragmatik sebagai dogma Konfusianisme bagi negara, h. 36-7.

2 Ibid., h. 121.
Posted by Agung Semeru
Naga Jawa di Negeri Atap Langit Updated at: 2:46 PM
#20 Orang yang Berpura-pura Bodoh 4.5 5 Unknown July 20, 2014 Orang yang Berpura-pura Bodoh - (Seri 20) dari Cerbung (Cerita Bersambung) Naga Jawa di Negeri Atap Langit Karya Seno Gumira Ajidarma KAMAR-KAMAR yang kulewati telah kosong ketika melesat ke depan, dan keluar dari penginapan untuk mendapatkan suatu pertarungan. Yan Zi dan E...


No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan bijak