#32 Kebijakan untuk Menyerap Keindahan

August 3, 2014   

SELAMA berkeliling, dapatlah kuperhatikan bagaimana betapa jarak di antara petak satu dengan petak lain ini membentuk jalan, dan lebar jalan ini pun memberi kesan kemegahan yang sangat kuat kepada Kotaraja Chang'an, karena jalan yang paling sempit pun lebarnya sudah 25 langkah. Jalan raya yang berakhir pada pintu gerbang lebarnya pasti tak kurang dari 100 langkah, sementara Jalan Kerajaan yang merentang antara Gerbang Mingoe di selatan dengan Pusat Tatakota lebarnya 150 langkah. Dengan lebar jalan seperti itu, jika terjadi kebakaran dan api menjilati genting-genting rumah, maka para petugas pemadam dapat dengan cepat segera datang mengatasinya. Sementara itu, sejak limapuluh tujuh tahun lalu, tepatnya tahun 740, sepanjang tepi kiri dan kanan jalan telah ditanam pohon-pohon buah atas titah pemerintah, yang membuat penduduk berterimakasih dan semakin betah saja tinggal di lingkungan yang sungguh-sungguh tampak beradab.

Tidak kurang dari 25.000 orang asing tinggal di Chang'an, sebagai akibat keterhubungannya melalui Jalan Sutra ke berbagai penjuru bumi. Demikianlah Jalan Sutra Barat Daya menghubungkan Chang'an dengan Jambhudvipa sisi timur; Jalan Sutra Selatan, setelah melalui Terusan Hexi dan gua-gua Dunhuang, menghubungkan dengan Samarkand, meskipun dapat juga dicapai melalui suatu jalur di utara Pegunungan Tianshan, yang akan menyambung ke Jalan Sutra Jalur Padang Rumput yang menuju Laut Hitam, dan kalau perlu sampai Istambul. Namun adalah Jalan Sutra Selatan, yang se­telah Samarkand, Negeri Persia, dan Kota Baghdad, merupakan jalur yang lebih hangat iklimnya dibandingkan jalur utara yang membekukan tulang, untuk mencapai Istambul, dan melalui laut bisa menuju ke Roma, ibu kota Kemaharajaan Romawi. Dari ruang pustaka Kuil Pengabdian Sejati sempat kuketahui di dalam kitab Enam Peraturan Wangsa Tang, bahwa terdapat antara 70 sampai 300 negeri yang membuat perjanjian dengan Negeri Atap Langit.

Namun bukan hanya para duta, utusan, maupun pedagang serta pengembara negeri-negeri asing yang mewarnai jalanan Chang'An. Penduduk Chang'an sendiri, terutama mereka yang berasal dari keluarga kaya atau anggota keluarga istana, sangat menyadari dan menikmati keindahan berbusana. Pernah diceritakan oleh Elang Merah kepadaku, masa kekuasaan Wangsa Tang ini menerapkan kebijakan untuk menyerap segala bentuk keindahan apa pun yang belum dikenal, mulai dari penutup kepala sampai baju, untuk mengembangkan busana Wangsa Tang sendiri. Di jalanan Chang'an, setidaknya ini tampak dari berbagai cara berbusana perempuan, seperti yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Dapat kuceritakan mulai dari sanggulnya yang berbagai jenis, dengan hiasannya yang berjenis-jenis pula, seperti tusuk konde emas dan zamrud, dan sisir yang terbuat dari cula badak, yang kemungkinan besar berasal dari Javadvipa yang mereka sebut Kunlun dan kemudian Cho-po. Pada masa Tang awal, penggarapan rambut cukup sederhana, tetapi semenjak masa kekuasaan Maharaja Taizong, sanggul dari saat ke saat bertambah tinggi dan berbagai cara pun tumbuh berkembang. Semasa Maharaja Xuanzong baru saja menduduki tahta, penutup kepala Tartar sedang digemari, tetapi pada masa-masa akhir kekuasaannya banyak perempuan memilih sanggul yang melingkar ke depan sehingga dijuluki ''sanggul-salah'', dengan hiasan bunga-bunga. Namun di jalanan Chang'an ini, lebih banyak lagi jenis sanggul itu, yang tidak kuketahui pula nama-namanya, sehingga tidak bisa menyebutkannya.

Perempuan-perempuan cantik jelita dan tampak kaya berseri-seri dalam cahaya matahari pagi. Kuperhatikan bahwa wajah mereka dirias, dan tampaknya rias wajah merupakan bagian penampilan yang penting bagi perempuan Chang'an ini. Mereka mengenakan bedak, yang kukenal pula di Javadvipa, tetapi pipi menjadi merah, ini baru pertama kali kusaksikan. Sejumlah perempuan mengoles keningnya dengan warna kuning gelap, dan suatu bahan warna biru gelap yang kelak kuketahui disebut dai, digunakan untuk memoles alis mata menjadi lain bentuknya, yang menurut Elang Merah disebut dai mei, yakni ''alis mata yang dipoles''. Di jalanan Chang'an, kuperhatikan tak kurang dari selusin cara untuk menghias alis mata itu, sementara di antara alis terdapatlah hiasan warna-warni yang disebut hua dian, yang terbuat dari bintik-bintik serbuk emas, perak, dan zamrud. Sejumlah perempuan menggambari pipi mereka dengan bentuk rembulan atau mata uang, dan bibir mereka juga dipoles menjadi sangat merah, begitu merah, bagaikan tiada lagi yang bisa lebih merah.

Kukatakan sejumlah dan bukan semua perempuan, karena pada tahun Yuanho pada masa Xuanzong, tata cara berbusana sebenarnya berubah. Perempuan tak lagi membubuhkan bedak merah ke wajah mereka, dan sebagai gantinya mereka menggunakan hanya urap hitam bagi bibir mereka dan membuat alis mereka seperti aksara Negeri Atap Langit ini "^". (bersambung)
Posted by Agung Semeru
Naga Jawa di Negeri Atap Langit Updated at: 1:23 PM
#32 Kebijakan untuk Menyerap Keindahan 4.5 5 Unknown August 3, 2014 Selama berkeliling, dapatlah kuperhatikan bagaimana betapa jarak di antara petak satu dengan petak lain ini membentuk jalan, dan lebar jalan ini pun memberi kesan kemegahan yang sangat kuat kepada Kotaraja Chang'an, karena jalan yang paling sempit pun lebarnya sudah 25 langkah. SELAMA berkeliling, dapatlah kuperhatikan bagaimana betapa jarak di antara petak satu dengan petak lain ini membentuk jalan, dan lebar jalan...


No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan bijak