#74 Siapakah Pengemis Bercaping Itu?

September 14, 2014   

YAN ZI masih terus bicara tanpa putus.

"Ia menggumamkan kata-kata Kitab Daodejing! Jadi dia orang Dao!"

"Tunggu," aku menyela, "kata-kata dari Daodejing?"

"Ya. Kenapa?"

"Dia tadi ada di situ."

Kutunjuk tempatnya. Pengemis bercaping itu memang sudah tidak di tempatnya mengemis tadi.

"Siapa?"

"Pengemis bercaping yang mengutip Laozi."

"Orang Dao!"

"Belum tentu. Bukan hanya orang Dao membaca dan hapal Daodejing."

Namun yang berada di kepala Yan Zi dapat kumengerti, meskipun Wangsa Tang menerima dan mendorong perkembangan Buddha yang pesat di Negeri Atap Langit, para pengikut ajaran Dao, terutama para pemuka agamanya, tidak menyukainya. Mereka sangat khawatir bahwa ajaran Buddha Mahayana yang datang dari Jambhudvipa akan menguasai Negeri Atap Langit dan menyingkirkan Dao sebagai jalan kebajikan hidup yang telah dijalani setidaknya sejak Yang Chu mengajarkannya sekitar 600 tahun sebelumnya.1 Begitu pula yang dirasakan para pengikut ajaran yang bertentangan dengan Dao, yakni ajaran Kong Fuzi yang lebih tua lagi, yang sebetulnya menjadi pegangan utama, bahkan juga dalam tata cara pemerintahan.2 Memang, pada masa Maharaja Xuanzong saja, telah dihitung terdapat tak kurang dari 5358 wihara Buddha di Negeri Atap Langit. Dari berbagai perbincangan, sekitar 50 tahun lalu tercatat 120.000 orang, lelaki maupun perempuan, telah mengangkat sumpah menjadi bhiksu dan bhiksuni, yang katanya semakin bertambah banyak setelah Pemberontakan An-Shi 1.

Apakah ada hubungan pengemis bercaping itu dengan Harimau Perang? Bagaimana jika dia ternyata anggota Partai Pengemis?

"Sudahlah, teruskan dahulu ceritamu," kataku.

Ya, kutanya pengemis itu, karena aku yakin dirinya bukan sembarang pengemis. "Ke mana orang Muhu tadi?" tanyaku. "Apa benar dia penganut Muhu?" katanya. Namun aku tak punya waktu untuk pusing. "Sudahlah, ke mana orang yang lewat tadi?" Pengemis bercaping itu tertawa, "Dikau bertanya kepada seorang pengemis, mengapa dikau bahkan sama sekali tidak berpikir untuk memberinya sedekah, wahai Puan Pendekar?" Sudah jelas dia bukan sembarang pengemis, tetapi aku tidak tertarik. Aku pun siap pergi. "Dia sudah menghilang," katanya lagi, "tidak ada gunanya dikau mengejar, tidak mungkin dikau menyusulnya. Dia tahu dikau menguntitnya, jadi dia menggunakan ilmu halimunan." Ilmu menghilang? Kenapa tidak? Dengan peranannya dalam jaringan rahasia yang mutlak mengandalkan penyusupan, tidaklah terlalu aneh Harimau Perang mempunyai ilmu menghilang. Aku tertegun tak bisa ke mana pun. Jika dia memang memilikinya dan tahu diriku mengikutinya, setidaknya sejak dari dalam kuil orang Muhu itu, tidakkah dia bisa menebasku dengan kedua pedangnya setiap saat? "Dia tidak ada di sini lagi," kata pengemis bercaping itu, "tapi jika dikau memberikan sedekah kepada pengemis lata ini, Puan Pendekar akan dapat menemukannya." Aku tidak memberi tanggapan, bahkan mencabut pedang dengan waspada. Aku belum tahu pengemis itu kawan atau lawan. Lagipula, bagaimana kalau dia sendiri Harimau Perang? Ketika aku memegang pedang, dia tidak melanjutkan kata-katanya. Hanya mengutip kembali dari Daodejing:

Kesederhanaan tanpa nama
Bebas dari segala tujuan di luarnya
Tanpa hasrat, tenang dan diam
Segalanya berjalan seperti kehendaknya. 4

(bersambung
)


1 Dihitung dari masa cerita, yakni tahun 797 Masehi. Yang Chu, pengajar Daoisme awal, disebut hidup pada masa Mo Tzu (479-381 Sebelum Masehi) dan Mencius (371-289 SM). Mengacu Fung Yu-lan, A Short History of Chinese Philosophy (1948), h. 61.

2 Kong Fuzi hidup antara 551-479 SM. Baca Lin Yutang, The Wisdom of Confucius (1938), h. 55-96.

3 Tepatnya tahun 749. Pemberontakan An-Shi berlangsung tahun 755-763. Tekanan terhadap penganut Buddha sangat terasa masa Maharani Wu, karena adalah Kaum Dao yang menguasai istana, dan disebut mendorong penindasan politik pada 845. Memang, kemapanan keagamaan telah membuat wihara-wihara itu menyerap sumberdaya bagi militer dan lembaga sipil, di samping mengurangi pendapatan istana karena wihara-wihara Buddha itu bebas pajak. Maka, tahun 845 itu, sejumlah 4600 wihara resmi dan 40.000 kuil pribadi dimusnahkan, serta 260.000 bhiksu dan bhiksuni disuruh jadi orang awam kembali. TangDynasty.mht/The Keikyo Institute. Op. cit.

4 Saduran Daodejing ayat ke-37 dari James Legge, The Texts of Taoisme: The Tao Te Ching of Lao Tzu, The Writings of Chuang Tzu (Part 1) - The Sacred Books of China (1962), h. 79.
Posted by Agung Semeru
Naga Jawa di Negeri Atap Langit Updated at: 9:05 PM
#74 Siapakah Pengemis Bercaping Itu? 4.5 5 Unknown September 14, 2014 Kesederhanaan tanpa nama Bebas dari segala tujuan di luarnya Tanpa hasrat, tenang dan diam Segalanya berjalan seperti kehendaknya. YAN ZI masih terus bicara tanpa putus. "Ia menggumamkan kata-kata Kitab Daodejing ! Jadi dia orang Dao!" "Tunggu," a...


No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan bijak