Namun aku tidak datang untuk belajar agama. Aku hanya ingin meminjam ruangan teratas dari Pagoda Angsa Liar ini. Sebagai bangunan tertinggi di Kotaraya Chang'an, aku bisa memanfaatkannya untuk membaca keadaan dengan lebih baik, di tempat penyair Du Fu memandang kota dari ruangan teratas, seperti terbaca dari sajaknya, Tentang Mendaki Pagoda Besar di Chang'an berikut ini:
Di puncak pagoda seseorang merasa
Benar-benar memasuki angkasa;
Angin berdentam tanpa henti;
Diriku tak terbebas dari perhatian
dan di sini/kekhawatiranku dan bangunan ini,
Menghadirkan kembali daya Buddha
Membuat seseorang berkehendak mengerti
Dan menusuk ke kedalaman rahasia-rahasianya;
Menatap melalui pembukaan naga dan ular
Seseorang akan terpesona seluk-beluk bangunannya;
Tujuh bintang memasuki pandangan dan Bima Sakti;
Seseorang akan mengerti matahari dipaksa turun,
Dan itu sudah musim gugur;
Mega-mega menggelapkan gunung;
Sungai-sungai Wei yang jernih dan Ching yang berlumpur seperti menyatu;
Di bawah kami adalah kabut, jadi seseorang sulit menyadari
Di bawah sana terhampar ibu kota kami;
Di sana sulit dirumuskan udara
Dekat makam kuna Maharaja Shun,
Dan seseorang menangisi kebangkitannya;
Tapi kini di Danau Giok, Ratu Langit Barat
Menghibur dirinya dengan anggur,
Ketika Matahari terbenam di balik Pegunungan Kun Lun
Dan bangau-bangau kuning terbang tanpa tujuan,
Sementara angsa-angsa liar mengalir ke arah langit senja, mencari kehidupan.1
Kudengar Du Fu mendaki pagoda yang sebenarnya bernama Pagoda Kebaikan dan Keanggunan ini bersama para penyair lain dalam suatu perjalanan wisata2, yang tentunya dipandu para bhiksu. Aku tidak akan punya kemewahan seperti itu, karena aku harus menutupi segenap gerak-gerikku sendiri, yang sebaiknya kuandaikan selalu diikuti.
Dengan tujuan mendapat pemandangan sejelas-jelasnya, saat terbaik untuk mengerjakan niatku adalah ketika hari terang benderang. Jika aku harus bergerak tanpa diketahui orang, tentu aku tidak dapat mengandalkan izin, apalagi para bhiksu di Pagoda Angsa Liar. Tidak ada cara lain, aku harus mendakinya dari luar, tetapi bukan sekadar mendaki seperti orang awam yang selain membutuhkan waktu akan menarik perhatian pula, melainkan dengan ilmu meringankan tubuh melenting dari tingkat ke tingkat sampai ke puncaknya.
"Apa jaminannya bahwa para bhiksu Shaolin yang bertugas jaga tidak akan melihat Pendekar Tanpa Nama?" Yan Zi dengan cepat menanyakan yang sudah kupikirkan.
"Pertama, meskipun daku hanya dapat melakukan pengamatan ketika hari terang, daku hanya mungkin menyelinap ketika hari sudah gelap. Kedua, waktu pengamatanku adalah ketika hari sudah terang; dan harus segera menghilang sebelum dapat diketahui bahwa seorang penyusup telah bertengger di puncak Pagoda Angsa Liar."
"Itu berarti Pendekar Tanpa Nama akan masuk beberapa saat sebelum hari terang dan keluar lagi beberapa saat setelah hari terang."
"Begitulah!"
"Lantas apa yang harus daku kerjakan? Sebaiknya daku juga mendapat kesempatan untuk menyaksikan Chang'an dari atas awan."
Seharusnya aku tidak perlu heran bahwa Yan Zi Si Walet pernah membaca puisi Du Fu.
"Kita berdua akan menembus penjagaan para bhiksu Shaolin menjelang fajar tiba," kataku. "Kita akan saling menjaga, saling mengawasi, dan masing-masing harus mendapat kesempatan yang sama untuk mencerap pemandangan Chang'an lantas mengabadikannya dalam ingatan."
Aku memang seperti baru teringat bahwa Yan Zi selain menjadi murid Angin Mendesau Berwajah Hijau telah pula diserahkan kepada Perguruan Shaolin, terutama untuk menguasai cara menggunakan Pedang Mata Cahaya yang bahkan pantulan cahayanya lebih tajam dari logam apa pun di dunia. Kuharapkan jika para bhiksu penjaga dari Perguruan Shaolin memergoki kami, maka Yan Zi akan mengetahui cara yang mudah untuk mengatasinya. Wu Qi berkata:
Dalam menangani pasukan,
seseorang harus mempertimbangkan
titik kekuatan dan kelemahan lawan
dan secepatnya memutuskan
di manakah titik bahaya.3
Malam tidaklah terlalu gelap karena rembulan belum mati, apalagi saat-saat mendekati fajar, tetapi angin yang meniupkan udara dingin membuat Kotaraya Chang'an menjadi sepi. (bersambung)
1 Berdasarkan terjemahan ke dalam bahasa Inggris oleh Rewi Alley, Tu Fu: Selected Poems (1962), h. 16-7.
2 Berdasarkan catatan kaki Alley, ibid., h. 16.
3 Melalui "Wu Zi on the Art of War" dalam A. L. Sadler, The Chinese Martial Code (2009), h. 173.
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan bijak