#87 17: Di Kuil Pagoda Angsa Liar

September 27, 2014   

"TENTUNYA seseorang harus menerima pesan itu," kataku. "Jika rahasia memang harus dirahasiakan, dan kalau perlu hilang dari sejarah, maka pesan rahasia untuk disampaikan dan dipecahkan."

"Seberapa pentingkah rahasia ini? Apakah masih berlaku?"

Itu juga pertanyaanku. Apakah yang akan terjadi jika rahasia itu tidak akan terungkap selamanya? Aku menggeleng keras bagaikan berusaha mengusir sesuatu dari kepalaku. Jangankan rahasia kematian Amrita, teka-teki Harimau Perang, letak disimpannya Pedang Mata Cahaya untuk tangan kiri, bahkan diriku sendiri pun masih merupakan rahasia besar bagiku.

Betapapun rahasia dalam ketiga perkara itu telah melibatkan diriku.

"Rahasia orang kebiri terhubungkan dengan kepentingan istana," kataku, "tetapi kita hanya bisa memecahkannya satu per satu."

Yan Zi mengangguk.

"Kapan kita masuk Istana Daming?"

"Seperti pesan Ibu Pao, kita menunggu rembulan gelap," kataku. "Meski begitu kita akan masuk untuk menyelidikinya lebih dahulu."

Yan Zi mengerutkan kening. Aku tidak menunggu dia bertanya.

"Kita belum tahu apa yang akan terjadi setelah bertemu dengan orang yang menunggu kita itu. Memang benar sampai detik ini kita masih percaya kepada Ibu Pao, tetapi Ibu Pao pun masih ada kemungkinan ditipu. Tidak ada salahnya kita berjaga-jaga dengan menyelidikinya lebih dahulu."

Yan Zi mengangguk-angguk.

Kusampaikan kepadanya bahwa sebelum rembulan gelap itu tiba, kami harus mengelilingi dan mengamati Istana Daming itu sesering-seringnya, agar wilayah di luarnya kami akrabi seperti rumah kami sendiri. Apabila kami telah hapal di luar kepala segenap lekuk liku keadaan dan jalanan yang ada di luar itu, barulah layak kami memasukinya dengan sangat hati-hati karena kami tak dapat mempertaruhkan nyawa kami kepada keberuntungan maupun kepercayaan yang mungkin saja semu.

"Kenapa tidak dari dulu kita lakukan ini? Berbulan-bulan kita mencari keterangan di segenap sudut Kotaraya Chang'an, sampai Meimei tewas pula, tetap saja kita masuk sendiri karena tak percaya keterangan paling mendekati."

Aku tidak menjawab. Yan Zi menggerutu seolah-olah kami telah membuang waktu sampai menyia-nyiakan jiwa Elang Merah. Tetapi kukira Yan Zi Si Walet juga seharusnya mengerti betapa baru sekarang kami mendapat petunjuk yang langsung mendekati.

Aku hanya memikirkan kemungkinan terburuk bahwa jika kami ternyata dijebak, atau jaringan Ibu Pao itulah yang memang dijebak, kami sudah mengenal seluk beluk Istana Daming maupun keadaan lingkungan yang berada di luarnya. Dalam bahasa siasat, kami harus mempersiapkan jalan untuk lari, baik jika ternyata memang dijebak maupun jika Pedang Mata Cahaya untuk tangan kiri itu sudah ditemukan. Tiada jaminan bahwa rencana ini akan berjalan mulus begitu saja. Meskipun para pengawal terbaik mengikuti maharaja keluar istana, tidaklah mungkin penjagaan istana diserahkan kepada sembarang pengawal. Bahkan mengingat berkurangnya jumlah pengawal, bukankah besar kemungkinannya betapa yang akan ditinggalkannya adalah para pengawal istana dengan ilmu silat tertinggi?

"Hanya ada satu cara membuktikannya," ujar Yan Zi.

Ya, kami hanya bisa mempertegas segala dugaan dengan menyelinap ke dalam Istana Daming itu sendiri. Tzu Lu berkata:

Orang bijak,
setelah mempelajari sesuatu yang baru,
takut mempelajari apa pun,
sampai menjalankan pelajarannya yang pertama.1

Masih beberapa hari lagi bulan mati. Kami merencanakan untuk masuk sehari sebelum bulan gelap sepenuhnya, lantas masuk lagi pada malam berikutnya setelah memberitahukannya lebih dahulu kepada Ibu Pao agar orang yang disebut akan memberitahukan tempat penyimpanan Pedang Mata Cahaya untuk tangan kiri itu siap menyambut kami.

Dalam sisa waktu itu pergilah aku ke Pagoda Angsa Liar, bangunan tertinggi di Kotaraya Chang'an. Bangunan-bangunan Aliran Hanya Kesadaran Buddha di sekitar pagoda itu merupakan tempat Xuanzang menerjemahkan kitab-kitab suci dalam bahasa Sanskerta yang dibawanya dari Jambhudvipa ke bahasa Negeri Atap Langit, yang dikerjakan Xuanzang dan murid-murid terpilih selama 19 tahun terakhir dalam sisa hidupnya. Tidak kurang dari 75 naskah Buddha terpenting telah berhasil mereka terjemahkan, dan itu sudah mencapai seperempat dari seluruh naskah baku.

Keberadaan naskah-naskah ini, meskipun tidak menghalangi terpecahnya Buddha Mahayana menjadi berbagai aliran, berjasa sebagai rujukan resmi dalam perbincangan dan perdebatan. (bersambung)


1 Minick, op. cit., h. 103.
Posted by Agung Semeru
Naga Jawa di Negeri Atap Langit Updated at: 4:49 PM
#87 17: Di Kuil Pagoda Angsa Liar 4.5 5 Unknown September 27, 2014 Orang bijak, setelah mempelajari sesuatu yang baru, takut mempelajari apa pun, sampai menjalankan pelajarannya yang pertama. "TENTUNYA seseorang harus menerima pesan itu," kataku. "Jika rahasia memang harus dirahasiakan, dan kalau perlu hilang dari s...


No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan bijak