"KITA masih belum tahu pedang itu disimpan di mana," kata Yan Zi.
"Tampaknya kita tidak punya jalan lain selain percaya."
"Menunggu seseorang yang akan memberi tahu kita di Anjungan Cahaya Matahari yang Cerah?"
Kami sudah berhasil memetakan coret-coretan tanpa bekas di meja yang dilakukan anak buah Ibu Pao itu, sehingga mendapat gambaran seperti berikut. Letak berbagai ruangan dan cara penjagaan sangat jelas, tetapi kami tidak punya dasar untuk menentukan apakah bisa atau tidak bisa mempercayai bahwa seseorang akan menemui kami dan memberitahukan letak penyimpanan Pedang Mata Cahaya untuk tangan kiri. Siapa yang bisa menjamin bahwa saat itu kami tidak akan dikepung dan diserbu dari segala penjuru?
"Artinya kita harus siap dengan itu," kataku.
"Dikepung dan diserbu dari segala penjuru?"
"Tentu, baiklah kita bicarakan segenap kemungkinannya jika dikepung dan diserbu dari segala penjuru, terutama dengan berbagai jenis senjata dari berbagai jenis ilmu."
Maka kami pun bicara tentang berbagai kemungkinan yang akan dihadapi dari sudut ilmu persilatan. Siasat macam apa yang akan kami hadapi, ilmu jenis apa untuk mengatasinya, dan apa yang harus kami lakukan jika keadaan berkembang tidak dapat diatasi. Termasuk di antaranya mempertimbangkan apakah maknanya bahwa seorang pendekar kebiri telah menyerbu kami, dan hanya kami, dengan Jurus Selimut Angin yang jelas digunakan untuk memastikan kematian itu. Jika dari berbagai serangan gelap tidak banyak yang dapat kami tebak dan perkirakan, maka dari serangan terdapat satu petunjuk untuk diperbincangkan, yakni bahwa penyerangnya adalah orang kebiri.
"Orang kebiri selalu berada di lingkaran jaringan rahasia terdalam," ujar Yan Zi. "Apakah kita memiliki petunjuk yang berhubungan dengan orang kebiri?"
Tentu Yan Zi teringat tentang orang kebiri yang disebut Si Musang, yang mati bunuh diri di Kampung Jembatan Gantung di tengah lautan kelabu gunung batu itu. Kami masih ingat catatan yang ditinggalkannya.
Kami hanya orang-orang tersingkir, dibuang, diasingkan, dibunuh, dan dilupakan...
Aku juga teringat segenap riwayat orang kebiri yang diserahkan Si Cerpelai kepadaku, dengan kesan membuat urusannya menjadi urusanku, dan itu terjadi setelah terbongkar bahwa salah satu karung yang dibawa keledai pengangkut barang-barang dagangan yang dikawal para mata-mata Uighur berisi potongan-potongan tubuh Si Tupai.
Perlahan-lahan kususun kembali ingatanku, bahwa yang telah kuketahui adalah Si Cerpelai sudah lama tinggal di lautan kelabu gunung dengan membawa suatu rahasia negara, tetapi yang padanya hanya terdapat sepertiga dari rahasia negara tersebut. Dua pertiga yang lain terbagi dua antara yang diketahui oleh Si Tupai, yang tampaknya terbongkar sehingga dicincang; dan diketahui Si Musang yang tidak dibunuh tetapi lidahnya dipotong. Kemungkinan rahasia yang dipegangnya belum terungkap, sehingga di satu pihak masih diharapkan agar suatu saat dibuka, tetapi juga tak mungkin dibocorkan karena diandaikan kata-katanya tidak akan bisa dimengerti. Namun jika akhirnya ia diburu oleh Golongan Murni maupun pasukan pemerintah untuk dibunuh, kemungkinan terbuka bahwa rahasianya sudah terbongkar, atau sebaliknya diandaikan tak mungkin dibuka, sehingga diputuskan untuk dibunuh agar tetap menjadi rahasia selama-lamanya.
Mendengar ceritaku, mata Yan Zi berbinar!
Aku tertegun. Apakah ia mengetahui rahasia itu?
Hui-neng berkata:
Pencerahan tak berasal dari pohon
Kejernihan cermin bukanlah patokan
Sebetulnyalah segala sesuatu tiada
Ke manakah debu bisa menempel? 1
Apakah kiranya yang akan dikatakan Yan Zi? Aku tidak berani menebaknya. Biarlah kutunggu saja bagaimana ia akan bercerita.
"Rahasia negara yang dibagi tiga! Angin Mendesau Berwajah Hijau yang menceritakannya!"
Aku menunggu.
"Tapi ia sebetulnya juga tidak mengetahui apa isi rahasia itu, karena yang disebut rahasia dibagi tiga itu pun sebetulnya kata sandi belaka."
"Sandi rahasia yang dibagi tiga?"
"Ya."
Aku tertegun. Tentu ini rahasia yang penting sekali. Jika terbongkar, yang terbongkar hanyalah suatu sandi yang masih harus dipecahkan lagi. Kalau begitu, untuk siapakah pesan rahasia ini kiranya ditujukan, jika ketiga orang kebiri yang sudah terbunuh itu pun masing-masing hanya mengetahui sepertiga dari kata sandinya.
Hmm... Berapa banyak rahasia yang terpendam selamanya dalam puing-puing sejarah? (bersambung)
1 Hui-neng (638-713) dianggap sebagai pendiri Buddhisme Chan di Tiongkok, yang ketika tersebar ke Jepang kelak disebut Buddhisme Zen. Tengok Wen Haiming, Chinese Philosophy (2010), h. 98-9.
#86 Misteri Orang-Orang Kebiri
September 26, 2014 in Bagian 16
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan bijak