#111 22: Pengkhianatan yang Terungkap

October 21, 2014   

MEMANG benar perang itu kejam, tetapi sisa kemanusiaan masih memberi ruang untuk menjalankannya dengan peraturan, antara lain sesama perwira tidak boleh dibantu dan tidak juga dibenarkan menyerang dari belakang. Tidaklah dapat kuingkari betapa besar rasa kehilanganku dengan gugurnya Amrita, tetapi cara kematian yang tidak adil itulah yang membuatku memburunya, tidak lain untuk menegakkan keadilan. Barangkali tujuan itu dianggap terlalu naif dan mustahil diwujudkan. Namun bukanlah berhasil atau tidak berhasil, yang kemudian akan menjadi ukuran, melainkan seberapa lama dan seberapa aku berdaya dalam perburuan atas nama cinta.

Dengan ilmu Mendengar Semut Berbisik di Dalam Liang, sambil memejamkan mata kudapatkan sebuah peta perjalanan, yang berdasarkan ingatanku atas petunjuk utusan Ibu Pao, dari Anjungan Sinar Mentari yang Cerah menuju Balai Zhu Hung atau Balai Kaca Mutiara, dan masih terus menuju Balai Qing Si atau Balai Pikiran yang Jernih. Jarak antara gedung yang satu dengan gedung yang lain, dalam angin dingin yang membekukan tulang ini, adalah jarak yang sungguh menguji ketabahan, dengan suara109 embusan menggiriskan yang dalam keterpejaman semakin terdengar mengerikan.

Di dekat Balai Pikiran yang Jernih terdapatlah suatu tempat penyekapan sementara, yang terletak di bawah tanah. Meskipun bukan penjara yang sebenarnya, tetapi karena terdapat di dalam istana, harus terjamin begitu ketatnya sehingga dengan cara apa pun seseorang diandaikan tak dapat melarikan diri. Jika orang baik-baik saja dilarang masuk seenaknya, mengapa pula seorang penyusup boleh berkeliaran. Meski tidak membunuh siapa pun, hukuman bagi seorang penyusup ke dalam istana sama saja, yakni hukuman mati, karena dianggap sama kurang ajarnya dengan menginjak kepala maharaja.

Kami diturunkan lewat suatu tangga ke ruang bawah tanah, yang sebetulnya hanyalah merupakan suatu ceruk sempit yang dalamnya dua kali tinggi orang dewasa, selebar jarak dari bahu ke bahu orang dewasa itu saja, yang panjangnya bisa memuat sekitar 20 orang. Tak jarang penyusup yang tertangkap dibiarkan saja di situ, dengan tangan terikat ke atas, sampai mati sendiri.

Namun kali ini tidak ada seorang pun di sana, hanya kami bertiga, yang tidak juga dibuka penutup matanya. Para pengawal mengikat tangan kami dan tali pengikatnya ditarik ke atas, yang merupakan atap tempat penyekapan ini, yakni sebuah terali besi, tempat tali itu ditarik dan diikatkan di sana. Sekarang aku dapat membayangkan, bila hujan ceruk ini akan berisi air sampai ke atapnya yang sejajar dengan tanah, dan jika musim dingin salju akan bertimbun di situ, dan tentu saja siapa pun yang disekap di situ tidak perlu dipindahkan sama sekali.

Aku dan Yan Zi diikat dengan cepat, tetapi Kipas Sakti tampak dipisahkan, bahkan dibawa kembali ke atas.

"Kami mendapat perintah untuk memisahkan perempuan ini," kata salah seorang pengawal, "agar bisa segera kami bunuh jika kalian berdua lolos dan melarikan diri."

Sejak tadi memang Kipas Sakti telah menjadi sandera, seolah-olah dialah titik lemah kami. Adalah hal terbaik untuk mengenali titik lemah lawan, tetapi aku sendiri tidak mengetahuinya karena jika diriku atau Yan Zi menghadapi ancaman Sepasang Rubah yang seperti itu, tentu mudah saja menghindarinya. Sejauh aku bisa menakar ilmu silat seseorang, seharusnya Kipas Sakti pun bisa melakukannya. Meskipun ada seribu pedang menempel di leher kami, pada tingkat ilmu silat tempat kelebat gerakan bisa lebih cepat dari pikiran, kukira Kipas Sakti pun seharusnya bisa melepaskan diri, kecuali jika terdapat sesuatu yang sama sekali belum kuketahui.

Begitulah malam mendadak terasa panjang, lima puluh pengawal berjaga di sekitar atap penyekapan ini. Mereka berbicara dengan tertawa-tawa tanpa sikap siaga, karena tampaknya yakin benar betapa tawanannya tak bisa berbuat apa-apa. Mereka memper­cakapkan Kipas Sakti yang tentu matanya masih ditutup dan tangannya masih diikat. Kudengar suara seperti tubuh jatuh berdebam, mungkin Kipas Sakti yang ditendang sampai rebah ke tanah. Bahkan para pengawal itu pun heran, mengapa orang seperti Kipas Sakti sangat mudah tertangkap.

"Orang-orang berbaju ringkas yang disebut pendekar ini mengapa begitu mudah tertangkap? Dikepung begitu biasanya mereka sudah melejit ke atas genting." (bersambung)
Posted by Agung Semeru
Naga Jawa di Negeri Atap Langit Updated at: 1:05 PM
#111 22: Pengkhianatan yang Terungkap 4.5 5 Unknown October 21, 2014 Aku dan Yan Zi diikat dengan cepat, tetapi Kipas Sakti tampak dipisahkan, bahkan dibawa kembali ke atas. "Kami mendapat perintah untuk memisahkan perempuan ini," kata salah seorang pengawal, "agar bisa segera kami bunuh jika kalian berdua lolos dan melarikan diri." MEMANG benar perang itu kejam, tetapi sisa kemanusiaan masih memberi ruang untuk menjalankannya dengan peraturan, antara lain sesama perwira...


No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan bijak