"Apa saja yang mereka bicarakan itu, Bapak?" kata Panah Wangi, meski pengurus kedai ini sebetulnya.
"Mereka bicara tentang orang yang berada di sebelah gambar Puan, yang disebut Harimau Perang itu."
"Oh, begitu, apa saja yang mereka bicarakan?"
"Kalau tidak salah dengar ada sesuatu yang berhubungan dengan pesan Harimau Perang, bahwa mereka harus bersikap biasa-biasa saja dan tidak usah sembunyi-sembunyi," kata Bapak Kedai, "karena tidak tahu - menahu soal penculikan, tidak tahu itu urusan penyamaran."
"Bisakah Bapak perkirakan di antara ketiga orang itu, yang manakah kiranya maharaja?"
"Terus-terang tidak begitu mudah, bahkan saya kira tidak terlalu bisa."
"Kenapa? Apakah seperti kembar tiga?"
"Justru mereka sangat berbeda-beda, tetapi karena belum pernah melihat seperti apa wajah maharaja, saya tidak tahu pula cara membedakannya."
"Apakah tidak mungkin melihat dari perbedaan sikapnya? Sikap seorang penguasa yang lahir dalam kemewahan dan peradaban istana pasti berbeda."
"Saya mengerti Puan, justru saya berusaha mengingat itu sekarang, tapi saya yakin ketiga-tiganya bukan hanya seperti, melainkan benar-benar orang biasa."
"Kalau raganya, apakah tidak ada bedanya juga?"
"Misalnya?"
"Kulitnya lebih putih dari lainnya, tangannya halus dan kukunya sangat terawat, mereka tidak mungkin sama."
"Jika memang demikian, tentu saya akan mengetahuinya jua Puan."
Panah Wangi mengangguk-angguk dengan wajah seperti menemukan sesuatu.
"Apakah ini tidak keliru dengan rombongan bertiga yang lain?"
"Oh, sampai mereka pergi sama sekali tidak ada yang datang bertiga. Jika tidak berdua, tentu sendiri seperti para pengantar surat ini. Menjelang sore baru muncul rombongan unta dari arah Jalur Sutra itu."
Aku pun berpikir, maharaja sungguh pandai menyamar.
Laozi berkata:
yang berat akar dari yang ringan
yang diam tuan dari yang bergerak 1
yang diam tuan dari yang bergerak 1
Seseorang yang lain bercerita betapa ia dan salah seorang di antara tiga orang itu sama-sama buang air kecil, dan didengarnya orang itu berkata: "Aaaaaahh! Akhirnya aku bebas!" Seseorang yang lain lagi, sebaliknya, mendengarkan kedua temannya berbicara tentang temannya yang satu itu: "Sebetulnya dia tidak perlu menyamar lagi bukan? Dia tinggal menjadi dirinya sendiri."
Mungkinkah maharaja yang diculik itu justru mengambil kesempatan untuk melarikan diri, bukan untuk kembali ke istana, melainkan lari dari istana? Dapat kumaklumi jika menjadi maharaja berdasarkan keturunan, dipersiapkan seperti apa pun akan kurang bahagia, mengingat kait-kelindan permainan kekuasaan dari begitu banyak jaringan, yang ketulusannya tidak dapat dipastikan. Namun, seperti anjing Shih Tzu yang diciptakan sebagai mainan putri-putri bangsawan, apakah yang bisa dilakukannya jika dilepaskan ke rimba raya?
"Benarkah maharaja berpapasan denganku di jalan? Ia tampak riang gembira, bernyanyi begini, rumahku di Sha tempatku rela mati di sana."
Panah Wangi segera memotong.
"Sha? Bukan Shan?"
"Sha, Puan, bukan Shan."
Panah Wangi berkerut kening, tetapi tidak menanggapinya. Sebagai orang yang pernah bekerja sebagai mata-mata, kuanggap Panah Wangi lebih bisa memahami segala tanda daripada diriku. Maka kulepaskan dahulu pikiranku dari maharaja dan mengurai jaringan-jaringan yang melibatnya.
Kuingat kembali matarantai pergantian dari dua anggota Pasukan Hutan Bersayap kepada dua orang lain yang membawa seekor kuda tanpa penunggang. Siapakah mereka? Apakah hubungannya dengan surat Harimau Perang? Nama Harimau Perang muncul sebagai pemberi perintah yang ditunggu, sehubungan dengan peti-peti uang emas, yang kemudian digorok para calon penculik maharaja.
Artinya kedudukan para penggorok itu berseberangan dengan Harimau Perang bukan? Orang-orang kebiri penggorok ini tidak mampu menembus penjagaan Pengawal Anggrek Merah dan mati semua. Sebaliknya Pengawal Anggrek Merah semuanya mati di tangan Golongan Murni, yang akhirnya juga habis dalam pertarungan melawan Tiga Panah Maut dari Uighur. Lantas muncul surat Harimau Perang, dan semua cerita tentang maharaja ini.
Aku keluar dari kedai dengan kepala pusing. Hanya gelap dan bintang-bintang yang terbentang. Namun detik itu juga sekitar seribu orang pasukan berkuda muncul dari balik malam. Sambil mengepung kedai terdengar teriakan.
"Penculik maharaja menyerahlah!" (bersambung)
1. Dari ayat ke-26 dalam Lao Tzu, Tao Te Ching, diterjemahkan ke Bahasa Inggris oleh D. C. Lau [1972 (1963)], h. 83.
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan bijak