#296 Maharaja Mengambil Keputusan

April 24, 2015   

DEMIKIANLAH dikisahkan kepada kami kemudian bahwa pertarungan terbuka antara sekitar 200 orang petugas Dewan Peradilan Kerajaan melawan 200 orang anggota pasukan Pangeran Song itu berlangsung cepat, ganas, dan mengenaskan. Penduduk yang bermukim di sekitar bekas Taman An Lushan itu, para peziarah tiga agama yang mendengar keributan, dan arus khalayak yang sedang melewatinya, beramai-ramai memanjat tembok atau mengintip dari pintu gerbang. Mereka saksikan betapa orang-orang bersenjata yang semestinya mempersembahkan kemampuannya kepada rakyat itu saling membunuh tanpa ampun dengan secepat-cepatnya, dengan pikiran jika tidak dilakukan dengan cepat maka dirinya sendirilah yang akan segera terbunuh.

Korban berjatuhan dengan cepat. Gebrakan pertama saja langsung mengakibatkan 100 orang dari kedua belah pihak mati. Seratus orang sisanya melanjutkan pertempuran bagaikan menghadapi musuh dari negeri dan bangsa lain. Bentrokan berlangsung kasar, kejam, dan semuanya tiada yang tidak berakibat dengan kematian. Tiada tempat bagi luka parah dan luka berat, apalagi jika hanya luka-luka ringan. Hanya kematian, dalam segala bentuknya, mendapat restu dan jalan untuk selalu menghadirkan dirinya sendiri, dengan cara yang tiada lain selain kejam.

Begitu seseorang berhasil membabat putus leher seseorang yang lain dengan kelewang, saat itu pula punggungnya tertusuk tombak panjang yang bukan hanya menancap, melainkan mengangkat tubuhnya ke atas, yang karena bebannya, maka tubuh itu akan merosot, sehingga tombak akan menembus sepenuhnya. Namun, saat itu punggung sang penusuk tombak tertembus sepuluh anak panah yang membuatnya sebelum mati merayap-rayap seperti landak. Tidak akan diketahuinya betapa pemanah itu ternyata sudah tewas pula dengan pisau terbang menancap pada jantungnya.

Taman An Lushan yang indah kini menjadi ladang pembantaian. Raung amarah bercampur jerit kesakitan, kepedihan, dan kegagalan, terdengar bersama terlihatnya semburan darah dari terbelahnya leher, tertancapnya dada, dan tersobeknya lambung. Kadang kaki dan tangan terputus pula tanpa sengaja, meski pukulan gada besi pada kepalanyalah yang akan menerbangkan nyawa. Setiap kali seseorang membunuh, segera pula ia terbunuh. Satu per satu secara berurutan ambruk terguling bersimbah darah, sampai tinggal dua orang terakhir yang masih berhadapan

Dalam Kitab Zhuangzi tertulis:

kekosongan, ke tanpa gerakan,

keteguhan, ke tanpa rasaan,

ketenangan, ke-diam-an,

dan tanpa-tindakan;

inilah penyempurnaan

Dao

dan kepribadiannya 1

Dua anggota dari dua kelompok yang bersengketa itu telah dikepung oleh kesatuan Pengawal Burung Emas. Memang benar bahwa Pengawal Burung Emas, bahkan juga pasukan pertahanan kota, telah diperbantukan kepada pasukan Pangeran Song untuk membantu penggeledahan. Namun dalam bentrokan dengan para petugas Dewan Peradilan Kerajaan di bekas Taman An Lushan yang menelan korban jiwa 398 orang itu, pertarungan hanyalah melibatkan kesatuan yang bertugas demi kepentingan Pangeran Song.

Kedua orang yang masih hidup dari bentrokan itu ditahan dan diperiksa oleh kesatuan Pengawal Burung Emas. Hasil pemeriksaan dengan segera disampaikan kepada Panglima Pasukan Pertahanan Kotaraja, yang dengan segera menyampaikannya kepada Hakim Hou. Berbekal gulungan berkas-berkas pemeriksaan itu Hakim Hou bertemu dengan Perdana Menteri Zheng Yuqing.

Setelah membaca berkas-berkas itu Perdana Menteri Zheng Yuqing berkata kepada Hakim Hou.

"Untuk urusan yang menyangkut perilaku dan tindak-tanduk Putra Mahkota Negeri Atap Langit, sebaiknya Yang Mulia Ha­kim Agung menyampaikannya kepada Sang Maharaja sendiri."

Pada hari yang ketepatan waktunya diurus oleh orang-orang kebiri, Maharaja Dezong menerima Hakim Hou di Istana Daming. Dikisahkan betapa Sang Maharaja selama berkenan mendengarkan uraian Hakim Hou telah mengerutkan kening.

Kepada Hakim Hou, Sang Maharaja bersabda.

"Masalah Putra Mahkota akan diurus dengan baik."

Cerita semacam ini dapat kami dengar pada kemudian hari, karena terdapatnya jaringan orang-orang kebiri yang berurat-berakar di segenap sudut Istana Daming. Namun dari kisah lanjutannya, bahwa ternyata Maharaja Dezong memanggil Putra Mahkota Li Song, kami belum mendengar apa pun karena putra mahkota menolak kehadiran siapa pun dalam pertemuan. Konon putra mahkota memang membenci jaringan orang-orang kebiri di dalam istana, yang selalu disebut berperan lebih menentukan daripada pemerintah resmi Wangsa Tang sendiri!

Tidak satu manusia pun di muka bumi mengetahui isi pembicaraan ayah dan anak yang paling berkuasa di Negeri Atap Langit itu. Namun hasilnya kemudian disampaikan kepada Hakim Hou, Panglima Pasukan Pertahanan Kotaraja, dan Perdana Menteri Zheng Yuqing. Apakah kiranya yang disampaikan itu? (bersambung)

1. Dari "Buku XIII. Thien Tao (Jalan Langit)" melalui James Legge, The Text of Taoism [1962 (1891)], h. 144.
Posted by Agung Semeru
Naga Jawa di Negeri Atap Langit Updated at: 3:53 PM
#296 Maharaja Mengambil Keputusan 4.5 5 Unknown April 24, 2015 Dalam Kitab Zhuangzi tertulis: kekosongan, ke tanpa gerakan, keteguhan, ke tanpa rasaan, ketenangan, ke-diam-an, dan tanpa-tindakan; inilah penyempurnaan Dao dan kepribadiannya - The Text of Taoism [1962 (1891)] DEMIKIANLAH dikisahkan kepada kami kemudian bahwa pertarungan terbuka antara sekitar 200 orang petugas Dewan Peradilan Kerajaan melawan 200 ...


No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan bijak