Setelah memanggil dan berbicara dengan Pangeran Song, akhirnya Maharaja Dezong menyampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, seperti Hakim Hou, Panglima Pasukan Pertahanan Kotaraja, dan Perdana Menteri Zheng Yuqing, bahwa perburuan Pendekar Panah Wangi yang dilakukan Dewan Peradilan Kerajaan maupun pasukan pilihan yang diperbantukan kepada Pangeran Song harus dihentikan.
Adapun karena atas nama hukum Pendekar Panah Wangi tetap harus ditangkap, maka tugas itu diberikan kepada Pasukan Hutan Bersayap yang terdiri atas orang-orang kebiri ...
"Lagi-lagi orang kebiri," ujar Panah Wangi ketika mendengar kabar tersebut.
"Itu merupakan pilihan satu-satunya bagi maharaja yang pada masa sekarang ini hanya bisa mempercayai orang-orang kebiri," kataku.
Kecurigaan maharaja terhadap putranya sendiri mungkin belum sepenuhnya kembali. Sampai di sini kukira harus kusambung ceritaku yang terputus dulu itu, tentang suatu perkara yang pernah mengakibatkan hubungan maharaja dengan putra mahkotanya itu merenggang.
Pada sebuah kedai pernah kudengar cerita bahwa sebelas tahun yang lalu, yakni tahun 787, Perdana Menteri Zhang Yanshang memergoki betapa perwira pengawal istana Li Sheng secara rahasia telah mengunjungi Putri Gao, bekas seorang putri mahkota yang kemudian menjadi ibu mertua Pangeran Song. Karena ayah Li Sheng, yakni Li Shuming, adalah lawan Zhang dalam permainan kekuasaan, Zhang langsung mencurigai Li Sheng dan Putri Gao melakukan perselingkuhan.
Atas nasihat perdana menteri lain, Li Mi, yang khawatir suatu penyelidikan akan menodai nama Pangeran Song, maka Maharaja Dezong tidak mengambil tindakan apa pun, selain memindahkan Li Sheng agar tidak dapat berhubungan dengan Putri Gao.
Betapapun, pada musim gugur tahun itu juga kejadian tersebut merebak sebagai perbincangan khalayak, dengan nama-nama yang sudah bertambah. Selain berhubungan dengan Li Sheng, ternyata Putri Gao juga menjalin hubungan dengan sejumlah perwira lain seperti Xiao Ding, Li Wan, dan Wei Ke.
Lebih parah lagi, Putri Gao juga dituduh menggunakan sihir untuk mengutuk maharaja. Maka Putri Gao pun ditangkap dan dipenjarakan, dan maharaja murka kepada Pangeran Li Song, yang membuatnya berpikir menggantikan Li Song dengan Li Yi sebagai putra mahkota. Kemurkaan ini belum berkurang dengan kematian Putri Gao atas perintah bunuh oleh maharaja, dan tidak berkurang juga kemurkaannya dengan penceraian Putri Xiao, anak Putri Gao itu. Hanya permohonan Li Mi yang mampu meredamnya.
Tiga tahun lalu, ketika bekas perdana menteri Lu Zi dan kelompoknya diasingkan karena tuduhan palsu Pei Yanling, seorang pejabat yang disukai maharaja, sarjana kerajaan Yang Cheng memimpin sejumlah pejabat muda mengajukan keberatan secara resmi kepada maharaja, yang hanyalah memancing kembali kemurkaannya. Yang Cheng dan kawan-kawan sebetulnya akan dihukum, tetapi adalah Pangeran Song yang berhasil mencegahya setelah berbicara kepada maharaja.
"Anjuran putra mahkota juga agar Pei Yanling dan pejabat kesayangan maharaja lain, We Qumou, yang dinilai buruk dan tidak dianggap layak oleh khalayak, agar tidak diangkat sebagai perdana menteri," ujar juru kisah di kedai itu. 1
Kisah yang memang dirangkai dari berbagai percakapan di kedai itu menjelaskan betapa hubungan maharaja dan putra mahkotanya dapat dirusak, tetapi juga dapat diperbarui oleh orang-orang di sekitarnya.
Hui-tze berkata:
pandangan itu datang dari ini;
dan pandangan ini adalah akibat dari itu 2
Satu hal yang belum jelas dan tampaknya harus diselidiki adalah ketepatan penyebab bentrokan di bekas Taman An Lushan itu. Disebutkan bahwa mata-mata kedua belah pihak menyampaikan betapa bayangan berkelebat yang memasuki taman itu adalah bayangan Panah Wangi.
Jika keliru, mengapa kekeliruannya bisa sama? Mungkinkah memang ada bayangan berkelebat dan sangat mirip Panah Wangi, sehingga kekeliruannya tentu akan sama?
Tapi mungkin juga sebetulnya tidak ada bayangan sama sekali.
"Aku kira mereka sudah diadu domba," ujar Panah Wangi.
Mungkinkah? (bersambung)
1. Diunduh dari Wikipedia, 18 April 2015.
2. Melalui James Legge, The Text of Taoism [1962 (1891)], h. 182.
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan bijak