#298 Sang Pengadu Domba

April 26, 2015   

BUKAN hanya diriku dan Panah Wangi yang berpikir bahwa bentrokan antara para petugas Dewan Peradilan Kerajaan dan para anggota pasukan Pangeran Song di bekas Taman An Lushan itu, sebetulnya merupakan hasil suatu adu domba. Panglima Pasukan Hutan Bersayap yang mendapat tugas untuk menggantikan kedua pasukan tersebut untuk memburu Panah Wangi, mempunyai pemikiran yang sama.

Kemudian hari kami dengar Panglima Pasukan Hutan Bersayap itu berkata, ''Mata-mata dari kedua belah itu harus ditangkap dan diperiksa. Kita harus memastikan apakah Peristiwa Taman An Lushan ini merupakan kesengajaan suatu adu domba atau tidak."

Urusan penyelidikan dan penyidikan kemudian diserahkan kepada pengawal rahasia istana, terutama yang merupakan bagian dari an jen atau orang-orang kebiri yang mengawal istana dan seisinya, termasuk maharaja.

Pada mulanya mata-mata masing-masing pihak itulah yang dipanggil, dan seperti diketahui masing-masingnya memanfaatkan jasa para pengintai.

"Apa yang dikatakan oleh para pengintai itu?"

Mata-mata masing-masing mengatakan kembali kata-kata kedua pengintai yang sama sekali sama, dengan kesamaan ketepatan yang tiada sedikit pun berbeda.

"Terlihat bayangan berkelebat memasuki Taman An Lushan, ciri-cirinya mirip seperti ciri-ciri Pendekar Panah Wangi, sampai sekarang belum keluar lagi. Harap cepat kalau ingin menangkap.' Begitulah kata-katanya, Tuan."

Ternyatalah bahwa kalimat tersebut sama belaka. Tiada lebih dan tiada kurang sama tepat, baik setiap kata maupun tinggi dan rendah nadanya.

"Seperti dipelajari oleh dua orang secara bersama-sama dengan pemberi petunjuk yang sama," kata seorang pemeriksa.

"Mungkin juga disampaikan oleh seorang pengintai yang sama," kata pemeriksa yang lain. "Ia sendirilah yang berkelebat seperti bayangan ke tempat kedua mata-mata itu, sehingga keduanya menerima pesan yang seolah-olah rahasia tersebut pada saat yang nyaris bersamaan, lantas secepatnya masing-masing menyampaikan pesan tersebut, dan pasukan segera dikirimkan ke Taman An Lushan."

"Sungguh jebakan yang berhasil."

"Tepatnya jebakan kejam yang berhasil."

"Kita harus bisa menangkap pengintai keparat itu. Tentunya ia dibayar oleh pihak ketiga."

"Atau dialah pihak ketiga itu sendiri!"

Para pemeriksa bertanya kepada kedua mata-mata tersebut.

"Apakah kalian sudah biasa memanfaatkan jasa masing-masing pengintai kalian?"

Ternyata keduanya mengakui bahwa mereka telah bertemu dengan orang baru.

"Kepada saya dikatakan bahwa dia diperintahkan oleh pemimpinnya untuk menggantikan anggota perkumpulan yang biasa berhubungan dengan saya," kata salah seorang mata-mata itu.

Ia telah menggunakan jasa suatu perkumpulan rahasia, tetapi perkumpulan rahasia itu pun tidak pernah mengakui betapa telah menugaskan maupun beranggotakan pengintai, yang menyatakan telah melihat bayangan berkelebat dengan ciri-ciri Panah Wangi memasuki bekas Taman An Lushan.

Mata-mata yang lain menyampaikan pengalaman yang sama. Masing-masing mendapat pertanyaan yang sama dan masing-masing memberikan jawaban dengan pengertian yang sama pula.

"Jadi kalian belum pernah bertemu dengan pengintai itu sebelumnya?"

"Seperti pernah melihatnya tetapi belum pernah, Tuan."

"Bagaimana kalian lantas bisa percaya kepadanya?"

"Dia mengetahui kata sandi yang sudah disepakati dengan perkumpulan rahasia itu."

"Ah, demikian? Seperti apakah ciri orang itu?"

"Mohon ampun! Sebenarnyalah wajahnya tidak pernah terlihat dengan jelas, Tuan."

"Tidak pernah terlihat? Bagaimana maksudnya?"

"Tertutup oleh rambutnya, Tuan, juga tertutup oleh bayangan."

"Hmm, wajahnya tidak pernah tertimpa cahaya?"

"Tidak pernah, Tuan, meski tidak tampak seperti sengaja menghindari cahaya."

"Apakah itu bukan sesuatu seperti yang selalu berlaku pada orang-orang dari perkumpulan rahasia?"

"Oh, ini berbeda Tuan, karena ke mana pun wajahnya menghadap, bayangan itu seperti tabir yang mengikuti wajahnya."

"Hmm. Ajaib. Apalagi cirinya?"

"Ia tidak mengenakan fu tou, rambutnya lurus panjang, tubuhnya tinggi besar, busananya memberi tekanan bahwa bahunya lebar."

"Hmm. Hmm. Hmm. Masih adakah ciri yang lain?"

"Senjatanya, Tuan..."

"Ada apa dengan senjatanya?"

"Sepasang pedang panjang melengkung yang jarang kita lihat, Tuan, tersoren saling menyilang di punggungnya."

"Hmm. Bagaimanakah kiranya dia pergi?"

"Dia menghilang, Tuan, sosoknya memudar ke balik cahaya."

"Hmmm...."

Para pemeriksa yang terdiri atas orang-orang kebiri anggota pengawal rahasia istana itu saling berpandangan. Mereka menatap kedua mata-mata itu.

"Kalian berdua sebetulnya mata-mata atau bukan mata-mata?"

"Mata-mata, Tuan."

"Tapi mengapa kalian seperti tidak punya mata?"

Sekarang kedua mata-mata itulah yang saling berpandangan.

"Coba buka mata kalian," kata salah seorang pemeriksa kepada mereka, "Lihat selebaran yang tertempel di dinding itu."

Pemeriksa menunjuk gambar dua buronan dengan pedang.

"Inikah orangnya?"

Ada gambar Panah Wangi di situ, tetapi yang ditunjuknya adalah gambar Harimau Perang.

"Iiiii...ya, Tuan," kata mereka tergagap.

Pengawal rahasia itu menyabetkan pedangnya. (bersambung)
Posted by Agung Semeru
Naga Jawa di Negeri Atap Langit Updated at: 2:55 PM
#298 Sang Pengadu Domba 4.5 5 Unknown April 26, 2015 Bukan hanya diriku dan Panah Wangi yang berpikir bahwa bentrokan antara para petugas Dewan Peradilan Kerajaan dan para anggota pasukan Pangeran Song di bekas Taman An Lushan itu, sebetulnya merupakan hasil suatu adu domba. BUKAN hanya diriku dan Panah Wangi yang berpikir bahwa bentrokan antara para petugas Dewan Peradilan Kerajaan dan para anggota pasukan Pange...


No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan bijak