Dalam pengamatan beberapa minggu akhirnya kami ketahui bahwa tempat penahanan Anggrek Putih memang berpindah-pindah, tetapi perpindahannya tidak sembarang, melainkan teracu kepada suatu pengulangan tertata. Jadi kami tinggal memilih tempat dan waktu jika bermaksud menculik Anggrek Putih. Namun, persoalan tidak berhenti di sini, karena kami tidak bermaksud menyusup melainkan menyamar sehingga harus mempelajari pula jadwal para pengantar surat.
Masalahnya, tidak ada pengulangan tertata dalam penggiliran siapa yang mengantar makanan pada hari tertentu dan ke mana, selain karena anak-anak remaja itu silih berganti datangnya, orang-orang dewasa yang duduk-duduk di sana tidak hanya menerima satu pesanan. Dalam satu hari, selain mengantar barang mereka juga mengantar surat, uang, dan buntalan-buntalan yang bisa berisi apa saja, dalam jumlah banyak dan kecepatan tinggi, sehingga tidak jarang sampai tidak ada lagi yang bermain, karena semuanya mendapatkan tugas.
"Itu berarti siapa saja bisa menggantikan mereka," ujar Panah Wangi.
"Harus remaja, antara 12-15 tahun," kataku.
"Tidak, orang-orang dewasa itu menggantikannya, kalau tidak ada anak lain lagi."
Dewasa artinya 20 tahun ke atas. Aku memasuki umur 27 sekarang, apakah tidak terlalu tua?
"Pendekar Tanpa Nama," Panah Wangi tersenyum seperti bisa membayangkan apa yang kupikirkan, "seperti tidak pernah bercermin saja, tidakkah dikau pernah bercermin waktu itu, ketika baru saja selubung wajahmu dibuka?"
Aku ingat wajah itu. Memang wajahku tetapi seperti bukan diriku. Apakah karena terlalu muda?
"Tenanglah, kamu akan tampak seperti orang-orang itu."
Kukira mereka berusia antara 20 sampai 25 tahun. Apakah diriku tidak seperti memaksakan diri?
"Sudahlah, percayalah, kita kerjakan saja."
Cara Anggrek Putih itu dipindahkan tidak pernah sama. Ada kalanya dengan tandu tertutup, ada kalanya disamarkan seperti bukan tahanan, ada kalanya juga dikawal secara resmi, tetapi yang paling membingungkan jika tiba-tiba saja sudah berada di tempat baru.
"Kita harus cepat sekarang," kata Panah Wangi, "sebelum pengulangan tertata atas rumah penyekapan itu berubah."
"Atau sebelum Harimau Perang mendekati kita," kataku.
Memang aku memikirkan Harimau Perang. Langkah-langkah apa saja yang telah dia pikirkan dan akan diambilnya? Gerakannya mengadu domba kedua pasukan itu cepat dan tepat, tetapi mengapa dilakukannya ketika Anggrek Putih dikuasai Hakim Hou. Apakah dia begitu percaya betapa Hakim Hou hanya akan melakukan tindakan sesuai undang-undang? Namun, mengapa pula ia tidak merasa perlu menyembunyikan ciri-cirinya, ketika ciri-ciri itu dimanfaatkan orang, seperti kulakukan sehingga dia diburu Hakim Hou, telah amat sangat merugikannya.
Mungkinkah ia sebenarnya bukan Harimau Perang? Dari semua pengalaman berpapasan dengannya, sulit sekali terbentuk suatu sosok yang utuh, seperti ia memecah diri ke dalam beberapa pribadi, ataukah, untuk ke sekian kalinya, Harimau Perang memang sebuah nama untuk sekian sosok, bahkan satu kelompok? Di satu pihak seperti menjadi lawan, di lain pihak untuk apa dia berkirim surat atas namanya, melalui seorang pengantar surat ketika kami memburu sang maharaja bayangan, yang belum kami ketahui keberadaannya sebagai bayangan, ke Sha?
Di satu pihak ia seperti menghindar untuk dikenal, di lain pihak ia meninggalkan jejak diri dan memperlihatkan ciri-cirinya. Dengan kata lain, menghadapinya aku tidak pernah merasa berada dalam kepastian. Tanpa kepastian tentang lawan, tidakkah suatu pertarungan sangat berbahaya bagi diri kita?
Panah Wangi berkata, "Justru dengan membebaskan dan membawa pergi Anggrek Putih, kita akan tahu pribadi Harimau Perang yang sebenarnya."
Aku tidak dengan serta-merta setuju, tetapi kukira setidaknya usaha ini patut dicoba, terutama karena kerja keras yang telah kami lakukan demi urusan ini. Ya, selama beberapa minggu ini kami melakukan pengamatan dengan menyamar sebagai pengemis. Kami sudah keluar pagi buta dari loteng kuil Kaum Penyembah Api dengan mengenakan busana compang-camping seperti pengemis, cara terbaik untuk tidak menarik perhatian dan mengamati dengan tenang. Bukankah jika dengan tidak sengaja seseorang menatap seorang pengemis yang dekil dan berbusana compang-camping, dia akan segera memalingkan muka? Banyak orang tidak suka segala sesuatu yang kotor dan menjijikkan menjadi bagian hidupnya, meskipun hanya memandangnya, makanya mereka akan memalingkan muka.
"Jangan terlihat cantik," kataku kepada Panah Wangi, "kita tidak ingin orang-orang memandang kita terlalu lama dan lantas mengenali kamu."
"Bagaimana caranya," sahutnya, "wajah seperti ini juga bukanlah kemauanku."
Maka kukatakan kepadanya, "Tekan saja capingmu dalam-dalam." (bersambung)
#304 Menekan Caping Dalam-Dalam
May 3, 2015 - Posted by Unknown in Bagian 61
Posted by Agung Semeru
Naga Jawa di Negeri Atap Langit Updated at: 2:38 PM
#304 Menekan Caping Dalam-Dalam
4.5
5
Unknown
May 3, 2015
"Jangan terlihat cantik," kataku kepada Panah Wangi, "kita tidak ingin orang-orang memandang kita terlalu lama dan lantas mengenali kamu."
Dalam pengamatan beberapa minggu akhirnya kami ketahui bahwa tempat penahanan Anggrek Putih memang berpindah-pindah, tetapi perpindahannya t...
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan bijak