#339 Jurus yang Terakhir?

June 7, 2015   

PAGI masih sangat dingin, tetapi ketegangan segera merebak pada kedua belah pihak.

"Apa?! Orang merdeka?! Apakah saudaraku padri Muhu tidak tahu-menahu, ataukah akan pura-pura tidak tahu bahwa kedua perempuan itu adalah tahanan dan buronan resmi Dewan Peradilan Kerajaan?!"

Limapuluh petugas Dewan Peradilan Kerajaan serentak mencabut pedang, tetapi adalah nyawa mereka sendiri yang kukhawatirkan, karena bagi Panah Wangi misalnya, menancapkan 50 anak panah pada 50 dahi para petugas itu hanyalah soal membalik tangan.

Namun padri kepala rupanya sudah menang selangkah dalam siasatnya.

"Maafkanlah kami para padri yang setiap harinya hanya sibuk berdoa ini Saudaraku. Kami sungguh tidak tahu sama sekali segala kejadian di luar tembok kuil ini," katanya, ''makanya kami tidak akan pernah mengira bahwa Anggrek Putih yang bisu tuli adalah tahanan resmi kerajaan, dan Pendekar Panah Wangi adalah seorang buronan. Bahkan mereka itu siapa saja kami sebelumnya juga tiada tahu."

"Huh! Selebaran pencarian Harimau Perang dan Panah Wangi hidup atau mati ditempelkan di mana-mana, apakah Saudaraku juga tidak tahu?!"

"Maafkanlah kami para padri Muhu ini, karena bagi kami persoalan semacam itu merupakan masalah duniawi, dan kami para padri di kuil ini tidak dianjurkan terlibat terlalu dalam dengan masalah-masalah duniawi."

Kalimat seperti itu tentu sangat menjengkelkan, tetapi sulit dibantah. Padri kepala segera menambahkan, ''Namun kami juga tidak ingin ikut campur urusan Saudara-Saudaraku, sehingga dalam perkara Anggrek Putih dan Panah Wangi, tentu lebih baik urusan Saudara-Saudaraku ini dilemparkan kembali kepada mereka sendiri saja."

Pemimpin para petugas Dewan Peradilan Kerajaan itu mengerutkan keningnya.

"Apa yang dimaksud Saudaraku padri kepala Kuil Muhu?"

"Bukankah Saudaraku bisa langsung menangkap Anggrek Putih dan Panah Wangi itu."

Ini sebuah jebakan, yang tampaknya tidak diketahui oleh siapa pun di antara para petugas Dewan Peradilan Kerajaan itu, ketika mereka yang telah berada di atas tembok berlompatan turun dan merangsek Anggrek Putih untuk meringkusnya. Para padri pengawal yang siap tempur itu tidak bergerak, karena padri kepala memberi tanda untuk jangan menyentuh mereka. Namun sepuluh petugas langsung bergelimpangan akibat totokan.

Padahal Anggrek Putih masih saja mengalir bersama tai chi dalam kebisutuliannya sendiri. Tenang, begitu tenang, bagaikan tiada lagi yang lebih tenang, Anggrek Putih mengalir bersama tai chi dengan ketenangan yang begitu meyakinkan, sehingga bagaikan bumi yang tampak bergerak. Jika dialah yang sebetulnya telah menotok sepuluh petugas itu, bagaimanakah cara melakukannya?

"Kurang ajar!"

Pemimpin para petugas Dewan Peradilan Kerajaan itu terlihat seperti akan memberi tanda untuk menyerang lagi, tetapi padri kepala segera mengangkat tangannya.

"Tahan!"

Maka tiada serangan lagi.

"Saudaraku tahu serangan berikutnya juga hanya akan membuat mereka bergelimpangan," kata padri kepala.

"Tidak jika dengan ini," kata pemimpin penangkapan tersebut.

Rupanya para petugas Dewan Peradilan Kerajaan itu membawa sandera. Dua petugas maju membawa seorang ibu paro baya ke depan dan memasuki gerbang petak itu. Rupa-rupanya itulah ibu paro baya yang serumah dengan Anggrek Putih ketika masih tinggal di rumah kediaman resmi Harimau Perang sebagai kepala mata-mata Negeri Atap Langit. Ibu paro baya ini adalah satu-satunya orang yang diketahui sebagai akrab dengan Anggrek Putih, dan terutama dapat saling mengerti dengan Anggrek Putih karena seperti memiliki bahasa mereka sendiri.

Ibu paro baya itu dibawa ke depan, dua petugas Dewan Peradilan Kerajaan di samping kiri dan kanan menghunus pedang, dan menempelkannya di depan dan belakang lehernya, seperti siap memenggalnya.

Anggrek Putih masih meneruskan aliran gerak tai chi, tetapi kali ini mulutnya mengeluarkan suara seperti suara geraman dengan nada naik turun yang dapat ditafsirkan seperti sedang berbicara. Ibu paro baya itu pun menerjemahkan maksudnya.

"Anggrek Putih menyatakan dirinya bersedia menyerah, tetapi dia bermaksud menyerahkan diri hanya setelah menyelesaikan jurus tai chi terakhir. Jika tidak dirinya lebih baik melawan, katanya."

Para padri lain penghuni kuil Muhu itu sudah bangun semua, begitu pula para penghuni kuil Kaum Dao dan wihara Buddha yang berada di petak yang sama. Para penghuni petak-petak lain mungkin akan berdatangan pula, karena ingin tahu terdapat kejadian apa dan peristiwa ini akan segera menjadi tontonan semua orang.

Namun pada pagi yang dingin ini mendung di langit sudah bergulung-gulung diiringi suara guntur seperti menjanjikan hujan. (bersambung)
Posted by Agung Semeru
Naga Jawa di Negeri Atap Langit Updated at: 8:35 PM
#339 Jurus yang Terakhir? 4.5 5 Unknown June 7, 2015 "Apa?! Orang merdeka?! Apakah saudaraku padri Muhu tidak tahu-menahu, ataukah akan pura-pura tidak tahu bahwa kedua perempuan itu adalah tahanan dan buronan resmi Dewan Peradilan Kerajaan?!" PAGI masih sangat dingin, tetapi ketegangan segera merebak pada kedua belah pihak. "Apa?! Orang merdeka?! Apakah saudaraku padri Muhu...


No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan bijak