KEPADA Pendekar Tanpa Nama dititipkanlah Yan Zi. Dalam Kitab Nagabumi tercatat ia berujar:
''Yan Zi sejak bayi hidup bersama kami dan belum pernah keluar dari wilayah ini, kecuali ketika tinggal di Perguruan Shaolin untuk belajar ilmu silat. Itu pun tidak pernah pergi ke mana pun karena memang dilarang keluar dari balik tembok. Sebetulnya Perguruan Shaolin hanya mengajarkan ilmu silat kepada para bhiksu atau bhiksuni, tetapi mereka bersedia mengajar Yan Zi setelah kami temui bhiksu kepala, dan menceritakan segalanya, antara lain suatu ketika ia harus mengambil kembali Pedang Mata Cahaya yang untuk dipegang tangan kiri dari dalam istana.
Serigala Merah telah menyaksikan bahwa gerakan Pendekar Tanpa Nama tidak dapat dilihat, bahkan oleh orang-orang sungai telaga dan rimba hijau yang ilmu silatnya sudah sangat tinggi. Tidak usah dijelaskan lagi bahwa kami sangat mengerti, bahkan telah lancang menguji kepandaian pendekar yang mengaku tidak bernama, dan kami merasakan sendiri betapa ilmunya memang tinggi. Mohon kiranya sudi menemani dan menjaga Yan Zi untuk mengambil Pedang Mata Cahaya untuk tangan kiri di Istana Chang'an.''
Tanpa bisa menolak, Pendekar Tanpa Nama yang terbiasa mengembara sendirian kini mendapat teman seperjalanan tak berpengalaman, meski ilmu silatnya begitu tinggi, dengan senjata yang amat sakti sehingga mampu melumpuhkan 50 lawan serentak dalam satu kedipan.
Dalam perjalanan di wilayah ini Pendekar Tanpa Nama diuji kemampuannya oleh para bhiksu Shaolin maupun para jagoan aneh Partai Pengemis. Untuk pertama kalinya ia diserang senjata rahasia bahan peledak dan berhasil mengembalikannya, sehingga penyerangnya sendiri terledakkan menjadi serpihan daging yang masih menyala ketika berhamburan di langit malam.
Belum lagi pelacakan Harimau Perang menemukan titik-titik terang, ia mendapat beban tambahan mencuri pedang mestika di dalam istana, padahal keberadaan keduanya masih diselimuti kegelapan.
Namun pengembara tanpa nama itu, yang telah mengalami petualangan melelahkan di lorong gelap terpanjang yang menembus gunung batu, dari Daerah Perlindungan An Nam ke perbatasan Negeri Atap Langit, telah menerima uluran tangan Serigala Merah dan Serigala Hitam, murid-murid Angin Mendesau Berwajah Hijau itu yang telah memperlakukannya dengan penuh persahabatan.
Melewati wilayah Seribu Air Terjun, yang setiap air terjunnya bagaikan tirai kerahasiaan, kaki kuda mereka melangkah pelan di jalan setapak yang menempel di dinding jurang.
Saat itulah perempuan pendekar, yang bertugas sebagai mata-mata dari Tibet, Elang Merah, menyerangnya dengan pedang jian yang sengaja dibuat untuk memainkan ilmu pedang.
''Kembalikan pisauku!''
Ketika Pendekar Tanpa Nama baru saja memasuki wilayah lautan kelabu gunung batu, disaksikannya pertarungan Elang Merah yang menyambar-nyambar lawan seperti elang dari udara, dan bagaimana lawannya tertusuk pada perut sehingga darahnya tumpah ke bawah bagaikan air dituang dari mulut guci.
Ia menyaksikan peristiwa yang berlangsung di udara itu dari tepi jurang, bagaikan mereka berada di ruang hampa karena ilmu meringankan tubuh yang luar biasa. Saat itulah perempuan berbusana serbamerah tersebut mengibaskan tangan, dan pisau terindah bergagang gading berukir gambar naga meluncur secepat kilat ke arah jantungnya. Keindahan dan kemewahan pisau itu adalah penanda selalu mengenai sasaran, dan dapat dicabut kembali karena lawannya pasti mati.
Namun pengembara itu menangkap pisau terbang tersebut dan menyimpannya di balik baju. Itulah yang membuat Elang Merah muncul kembali dan menempurnya, meski Yan Zi Si Walet berada di sana dengan Pedang Mata Cahaya bernilai mestika, yang pantulan cahayanya bisa memutus anggota badan bagaikan logam tertajam.
Sebagai orang tua berusia 100 tahun, ia mengguratkan kenangannya:
"Harus kuceritakan segala peristiwa yang telah berlangsung, bahwa Elang Merah telah beberapa kali menyerangku dengan maksud membunuh, tetapi beberapa kali pula diriku telah memperpanjang masa hidupnya, telah membuat Elang Merah bertekad mengikuti jejakku ke mana pun aku melangkah.
Hanya itulah tebusan terbaik atas semua kesalahan daku, wahai Tuan Pendekar, mulai saat ini daku akan mengabdikan sisa hidupku kepada Tuan Pendekar, mengikuti diri Tuan Pendekar ke mana pun kaki Tuan Pendekar pergi.''
Perjumpaannya dengan Elang Merah mempertemukannya dengan pembunuh kiriman Golongan Murni, yang bertugas menamatkan riwayat Elang Merah, demi pembersihan Negeri Atap Langit dari bangsa asing, yang mengungkap hubungan antara tiga orang kebiri yang pernah berpapasan dengan pengembara tak bernama itu: Si Musang sebagai pemilik kedai di suatu sudut di lautan kelabu gunung batu; Si Tupai dalam keadaan sudah terpotong-potong di dalam karung; dan Si Cerpelai yang sempat dikenalinya sendiri, sebagai orang kebiri yang lidahnya dipotong sebelum bunuh diri.
Apakah yang menghubungkannya? (bersambung)
#11 Tugas Mencuri Pedang
July 11, 2014 - Posted by Unknown in Cerbung
Posted by Agung Semeru
Naga Jawa di Negeri Atap Langit Updated at: 9:29 PM
#11 Tugas Mencuri Pedang
4.5
5
Unknown
July 11, 2014
Tugas Mencuri Pedang - (Seri 11) dari Cerbung (Cerita Bersambung) Naga Jawa di Negeri Atap Langit Karya Seno Gumira Ajidarma
KEPADA Pendekar Tanpa Nama dititipkanlah Yan Zi. Dalam Kitab Nagabumi tercatat ia berujar: ''Yan Zi sejak bayi hidup bersama kami ...
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan bijak