#15 Tempat Abadi bagi Kematian

July 15, 2014   

WU QI, seorang pemikir siasat perang semasa Wangsa Wei, 1 berkata:

Sebagaimana medan pertempuran adalah tempat abadi bagi kematian, dan ia yang memutuskan untuk mati akan hidup, dan ia yang memutuskan untuk hidup akan mati, dan perwira yang baik adalah seseorang yang duduk di kapal bocor atau berbaring di bawah rumah terbakar; tak cukup waktu bagi yang bijak untuk merancang, atau bagi yang berani untuk marah. Seseorang harus menyerang musuhnya! Kesalahan terbesar dalam pengerahan pasukan adalah keraguan, bencana yang menimpa pasukan bersenjata lahir dari keraguan 2.

Jelas tiada keraguan dalam pembantaian ini, meskipun lawannya sama sekali tiada sepadan. Nyaris tanpa perlawanan, semua orang telah ditewaskan, kecuali bahwa pembicara yang tadi berperan sebagai Sang Nagasena itu hilang dari pandangan. Tiada keraguan meskipun pembelaan kami bertiga dalam seketika telah memakan ratusan korban.

Terdengar suitan-suitan perintah untuk mengatur pertempuran, dan dengan sangat tertib pasukan berkuda ribuan orang itu bergerak serempak mengosongkan ruang, sehingga tinggal kami saja berada di tengah lingkaran. Kami bertiga saling memunggungi siap menghadapi setiap kemungkinan. Meskipun tampaknya begitu mudah Yan Zi dan Elang Merah melenting dan berkelebat mencabut nyawa dan menghindari pembantaian, tetapi kematangan siasat sebuah pasukan sama sekali tidak boleh disepelekan.

Seorang perwira, yang kemungkinan memimpin pasukan ini, maju perlahan di atas kudanya menuju ke depan. Ia mengenakan busana perwira sutra hitam. Sepatunya pun bukan sepatu tempur. Namun kedua pedang jian yang bersilang di punggungnya itu membuatnya terlihat sangat meyakinkan.

"Tiga pendekar dengan ilmu gungfu tingkat tinggi," katanya dengan sangat tenang, "pantaslah menimbulkan banyak korban hanya dengan beberapa gebrakan."

Kami tidak menjawab. Jika tidak tahu apa yang seharusnya dikatakan, kurasa memang lebih baik diam. Dengus kuda yang terdengar menjelaskan kesunyian yang berhasil diciptakan balatentara berkuda ini dengan luar biasa.

"Namun dengan itu pula Puan dan Tuan telah melanggar aturan."

Yan Zi tampak hendak segera menjawab, tapi kulirik dirinya agar membatalkan apa yang akan disampaikannya, karena pasti ia akan bicara tentang bagaimana pendekar harus membela yang lemah, seperti yang telah diketahui semua orang. Betapapun kami adalah orang asing, dengan suatu tugas rahasia berbahaya, yang semestinyalah tidak perlu terlalu mengungkapkan diri kami sendiri termasuk untuk tidak terlibat dalam pertempuran. Namun segalanya telah terlanjur, aku hanya berharap perwira ini akan menganggap kami sebagai sembarang penyoren pedang yang berkeliaran.

Perwira itu menunjuk Elang Merah.

"Puan tentunya berasal dari Tubo, bukan?"

Aku sudah khawatir bahwa perwira ini mengenal Elang Merah sebagai mata-mata Kerajaan Tibet.

"Tentunya Puan paham, betapa tidak dibenarkan seorang asing terlibat masalah permainan kekuasaan di dalam negeri yang dikunjunginya itu bukan?"

Aku pun merasa lega. Namun terasa betapa berbedanya dunia persilatan dengan dunia orang-orang awam yang penuh keberadaban.

"Meskipun negeri Puan sedang terikat perjanjian dengan negeri kami, tidaklah berarti bahwa urusan di dalam negeri kami lantas bisa dicampuri," katanya lagi, "sepintas lalu orang-orang Sarvastivada ini bagaikan orang-orang lemah dan tidak berdaya, sehingga Puan dan Tuan Pendekar merasa wajib membela, sehingga menimbulkan banyak jatuh korban di pihak kami, tetapi Puan dan Tuan sesungguhnyalah tidak mengerti..." (bersambung)


1 Wu Qi juga dikenal sebagai Wu Zi (Master Wu) yang pemikirannya diperlihatkan sebagai percakapan antara dirinya dengan Kepala Wilayah (marquis) Wen dari masa Wangsa Wei. Tepatnya ia dilahirkan tahun 430 Sebelum Masehi, belajar pada Zeng Zi, salah satu murid utama Kong Fuzi, yang berdasarkan pemikiran siasat perangnya dianggap sebagai penganut realis Kong Fuzi dengan unsur-unsur Legalis. Seperti diketahui, Kong Fuzi (Confusius/Kong Hucu) adalah penemu tradisi Confusian yang kemudian pecah dalam pemikiran ortodoks Mencius; dan Xun Zi yang disebut Konfusianisme heterodoks, yang memungkinkan lahirnya aliran pemikiran Legalis. Dalam A. L. Sadler, The Chinese Martial Code (2009), h. 35-6.

2 Terjemahan bahasa Inggris oleh Sadler telah diberi alternatif oleh Edwin H. Lowe dalam buku yang sama, terjemahan ini mengacu kepada terjemahan Lowe, tetapi pasukan bersenjata mengacu army corps Sadler. Ibid., h. 176.
Posted by Agung Semeru
Naga Jawa di Negeri Atap Langit Updated at: 1:49 PM
#15 Tempat Abadi bagi Kematian 4.5 5 Unknown July 15, 2014 Tempat Abadi bagi Kematian - (Seri 15) dari Cerbung (Cerita Bersambung) Naga Jawa di Negeri Atap Langit Karya Seno Gumira Ajidarma WU QI, seorang pemikir siasat perang semasa Wangsa Wei, 1 berkata: Sebagaimana medan pertempuran adalah tempat abadi bagi kematian, dan i...


No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan bijak