#16 Memburu Penganut Sarvastivada

July 16, 2014   

KAMI tetap diam dan merasa lebih baik diam. Tidaklah kukira secepat ini kami sudah harus begitu waspada meski masih begitu jauh da ri Kotaraja Chang'an. Sangat mungkin kami terbawa kesan pertemuan dengan Yang Mulia Paduka Bayang-Bayang, dengan pasukan pemberontaknya yang besar, maka kami merasa berada di dunia bebas merdeka yang ternyata adalah sebaliknya dan pembantaian ini adalah buktinya.

"Bukankah telah Puan dan Tuan Pendekar lihat juga kehebatan sang pembicara yang selama ini telah selalu disangka lemah, tidak berdaya, dan bahkan gila?"

Dalam batinku kuhela napas panjang. Jika ia yang telah berbicara dengan cemerlang perihal Tujuh Kedai Buddha dianggap bersalah hanya karena dalam kehidupan sehari-hari tampak lemah, tidak berdaya, dan bahkan gila, apakah pemerintah Wangsa Tang tidak meminta terlalu banyak?

Kukira bukanlah kelemahan, ketakberdayaan, dan ketampakgilaan itulah yang menjadi masalah, melainkan betapa sebentuk ajaran yang keberadaannya tak disukai, jangankan oleh pemeluk teguh ajaran Kong Fuzi maupun Dao di istana yang jelas sedang menekan perkembangan ajaran Buddha, melainkan para penganut Mahayana sendiri, yang meskipun sama-sama percaya kepada ajaran Siddharta Gotama, tetapi dalam kecamannya atas kekolotan Hinayana, terlihatlah kekhawatiran terhadap daya tahannya sebagai aliran pemikiran yang tak kunjung terpunahkan...

Apakah balatentara pasukan berkuda ini ada hubungannya dengan masalah tersebut, sesungguhnyalah itu tidak terlalu jelas bagiku, karena apa yang seolah-olah tampil sebagai persaingan antarkelompok keagamaan, sebenarnya tidak selalu berarti sebagai perdebatan asas kepercayaan, melainkan sekadar perebutan wilayah kuasa belaka. Bahkan dalam permainan kekuasaan semacam ini tak jarang berlangsung perpindahan aliran dengan seenaknya.

"Kami mengerti belaka betapa Puan dan Tuan hanya kebetulan berada di sini dengan keperluan untuk sekadar mendengar dan belajar, karena jika Puan dan Tuan menjadi pengikut aliran Sarvastivada yang sesungguhnya, maka Puan dan Tuan tidak akan melakukan perlawanan..."

Benarkah begitu? Memang benar pernah kusaksikan Iblis Suci Peremuk Tulang berdiam diri terhadap gigitan nyamuk, bahkan berkata kepada nyamuk itu agar kembali kepadanya jika membutuhkan darahnya lagi, tetapi bukankah ajaran Buddha untuk menolak kekerasan pun tak menghalangi berdirinya Perguruan Shaolin dalam semangat kependetaan? Pernah kudengar cara-cara penguasaan yang begitu halusnya melalui pikiran, dengan menanamkan ajaran betapa kesempurnaan manusia tercapai ketika tak melawan dan tak membalas saat diserang dalam tindak kekerasan, seperti yang telah diandaikan oleh perwira pasukan berkuda itu dipercaya juga oleh kaum Sarvastivada.

Aku sendiri jelas tidak percaya, apalagi setelah menyaksikan mayat bergelimpangan di balik pohon-pohon bambu itu...

Justru di sinilah rupanya peluang untuk melakukan fitnah kepada sang pembicara dilancarkan.

"Apakah yang ingin Puan dan Tuan katakan, jika dianjurkannya segenap pengikut untuk tidak menjadi suci dan murni tanpa dosa, begitu rupa sehingga membela diri pun tak dibenarkan dalam pendapatnya, ternyata sangat berdaya dalam penghilangan nyawa, tetapi tidak melakukan pembelaan apa pun jua?"

Tetap saja yang terbijak adalah diam. Aku bukanlah seseorang yang begitu paham tentang Sarvastivada, kecuali bahwa memang keberadaannya sebagai aliran pemikiran Buddha mendahului Mahayana dan masih tetap besar pengaruhnya di bagian utara Jambhudvipa pada abad-abad awal Mahayana, dengan perbedaan ajaran pada pemahaman bahwa dunia-tampak ini adalah keintian yang membuat segalanya bersifat sementara. Dasar dunia ini adalah perubahan, yang berpengaruh kepada segala pikiran dan segala zat, dan pemikiran ini menguntungkan dalam kesulitan Buddha untuk menerima keduaan ada dan tiada, yang telah digantikan menjadi gagasan. Pengandaian Sarvastisada bahwa keintian tak memberi ruang bagi jiwa, dan mengandaikan masa lalu dan masa depan memang ada, sangatlah dikecam pemikiran Theravada, nama lain Mahayana 1.

Aku menggelengkan kepala dalam hati. Ajaran Sarvastivada tidak menyebutkan apa pun yang sengaja ditujukan untuk menolak kekerasan. Perwira ini begitu yakin bahwa kami adalah orang-orang yang begitu asingnya, sehingga barangkali dapat diarahkannya untuk justru memburu pembicara Tujuh Kedai Buddha yang tak mampu dikejarnya!

Yan Zi dan Elang Merah paham belaka akal licik ini, dan jika tidak kuberi tanda dengan sedikit gerakan, sangat mungkin berkelebat memenggal kepala sang perwira berbaju sutera hitam. (bersambung)


1 Oliver Leaman, Key Concepts in Eastern Philosophy (1999), h. 246-7. Keintian adalah kata ganti atom.
Posted by Agung Semeru
Naga Jawa di Negeri Atap Langit Updated at: 5:56 PM
#16 Memburu Penganut Sarvastivada 4.5 5 Unknown July 16, 2014 Memburu Penganut Sarvastivada - (Seri 16) dari Cerbung (Cerita Bersambung) Naga Jawa di Negeri Atap Langit Karya Seno Gumira Ajidarma KAMI tetap diam dan merasa lebih baik diam. Tidaklah kukira secepat ini kami sudah harus begitu waspada meski masih begitu jauh da ri Kotara...


No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan bijak