#18 Pendekar Mandi Membawa Pedang?

July 18, 2014   

LORONG itu gelap dan kamar-kamar itu pintunya hanya bertirai, yang membuat segala erangan, desah, keluh, dan teriakan tertahan terdengar jelas tanpa pembatas. Kuketahui betapa Yan Zi dan Elang Merah merasa jengah, tetapi terlebih-lebih diriku sangatlah amat jengah, sampai kupikirkan untuk mencari tempat yang lain.

Kamar kami terletak di ujung dan begitu kami masuk hanya terdapat satu ranjang yang besar dengan kelambu merah jambu tergulung rapi. Kelambu itu tentu hanya pajangan, karena pada musim panas di bulan Jyesta seperti ini pun kukira di dataran tinggi ini tidak ada nyamuk sama sekali. Shangluo di bagian selatan Pegunungan Qin terletak di dekat hulu Sungai Dan yang alirannya menyatu dengan Sungai Han, meskipun kota kecil tetapi siapa pun yang bermaksud melakukan perjalanan ke bagian tengah Sungai Yangzi akan melewatinya sebagai tempat bertukar kabar di antara mereka. Para pengembara atau rombongan pejalan jauh akan merasa perlu saling berkabar tentang keamanan berbagai tempat yang akan mereka lalui. Juga kudengar Shangluo ini merupakan tempat orang-orang ternama menghindari perang dan kemiskinan. Shangluo hanyalah sekitar dua sampai tiga hari perjalanan berkuda dari Chang'an, sehingga menjadi tempat yang baik untuk menjaring kabar tentang keadaan di kotaraja.

"Cukup besar untuk bertiga bukan?"

Perempuan tua itu berkata dengan dingin dan tidak menunggu jawaban. Namun kulihat Yan Zi dan Elang Merah wajahnya bersemu dadu. Kamar terasa sangat sempit bagi kami yang terbiasa tidur di alam terbuka.

Setelah perempuan tua itu pergi, Yan Zi langsung membuka jendela. Cahaya terang segera mencerahkan kamar, bahkan untuk sebagian juga mencerahkan lorong. Penginapan ini berada di tengah kota, di antara banyak bangunan lain, sehingga meskipun jendela terbuka lebar, kami tidak melihat apa pun selain tembok yang tinggi. Namun di balik tembok tinggi itu dapat kudengar suara orang bercakap-cakap sambil berjalan, sayangnya dengan pengetahuan bahasaku yang terbatas maka tak kuketahui apa yang sebenarnya mereka percakapkan.

Berbagai perbincangan itu rupanya telah membuat Yan Zi dan Elang Merah saling berpandangan.

"Apakah dikau akan tidur atau ikut dengan kami menyaksikan bisai?"

"Bisai?"

"Ya, banyak orang berdatangan mengadu ilmu silat di atas panggung sampai tinggal satu orang tak terkalahkan."

Tentu saja kami semua semestinyalah tertarik, tetapi kuanjurkan agar kami tidak pergi saja.

"Daku sangat mengerti keinginan kalian, tetapi ketahuilah bahwa perjalanan kita ini semestinyalah merupakan perjalanan rahasia."

"Apa salahnya dengan menonton bisai? Kita tidak akan menjadi perhatian di tengah orang banyak."

"Dalam acara itu pasti akan banyak orang dari dunia persilatan yang tinggi ilmunya. Hanya dengan melihat cara kita bergerak saja mereka akan bisa menyerang kita, dan jika orang itu memang tinggi sekali ilmunya tugas rahasia kita bisa gagal sebelum dimulai."

Yan Zi tampak kesal, dan menghentakkan kakinya. Di antara kami bertiga, dialah yang paling tua, tetapi lebih sering ia tampak dan berlaku sebagai yang jauh lebih muda. Ya, umurnya sudah 41, tetapi gerak-gerik dan keremajaannya bagaikan ia baru berusia 14 tahun!

Sedangkan Elang Merah tampak bisa mengerti, dan meskipun lebih muda bersikap seperti kakak kepada Yan Zi. Setelah meletakkan buntalan mereka di dalam kamar, ia mengajak Yan Zi pergi.

"Mandi...," kata Elang Merah sambil melirikku penuh arti.

Mereka tetap membawa pedangnya masing-masing. Selama ini, kalau mandi di sungai, pedang mereka tak pernah terlalu jauh dari pemiliknya.

"Kalian akan tetap membawa pedang kalian?"

Pertanyaan ini mungkin terdengar bodoh jika ditanyakan kepada para penyoren pedang, tetapi apakah kiranya yang akan dikatakan para perempuan lain di tempat pemandian umum? Penginapan ini tidak menyediakan tempat mandi sendiri, dingin yang nyaris berlangsung sepanjang tahun seperti membuat mandi tidak penting, tetapi pada musim panas yang agak lebih hangat penduduk tak sekadar bisa mandi di sungai, melainkan sebagai salah satu cara untuk bergaul, bila perlu pada malam hari di bawah rembulan. Di tempat seperti itu pedang mereka tentu tidak bisa dibawa terus. Apakah mereka akan meninggalkan pedangnya di suatu tempat? (bersambung)
Posted by Agung Semeru
Naga Jawa di Negeri Atap Langit Updated at: 3:27 PM
#18 Pendekar Mandi Membawa Pedang? 4.5 5 Unknown July 18, 2014 Pendekar Mandi Membawa Pedang? - (Seri 18) dari Cerbung (Cerita Bersambung) Naga Jawa di Negeri Atap Langit Karya Seno Gumira Ajidarma LORONG itu gelap dan kamar-kamar itu pintunya hanya bertirai, yang membuat segala erangan, desah, keluh, dan teriakan tertahan terdengar jel...


No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan bijak