TERNYATA kapal Naga Laut tidak pernah membawanya ke Fo-lin-fong, kotaraja Kadatuan Srivijaya di daratan Samudradvipa. Setelah terbawa singgah ke Kota Kapur di Pulau Wangka, dan ikut bertempur menghadapi tiga kapal Srivijaya, anak muda yang untuk pertama kalinya disebut Pendekar Tanpa Nama itu menginjak pelabuhan di wilayah Negeri Champa di Tanah Kambuja.
Di tempat yang asing baginya, bukan saja kaki tangan Naga Hitam dari Yavabhumi telah mengenalinya, tetapi bahkan Puteri Amrita Vighnesvara yang sakti mandraguna menantangnya bertarung pula.
Ini disebabkan karena ia tetap berdiri tegak, ketika semua orang menggelesot ke tanah, sebagai bentuk sembah, saat putri pemimpin bangsa Khmer yang kelak disebut Jayavarman itu tiba dengan kudanya.
Putri yang cantik jelita itu telah menyaksikan kaki tangan Naga Hitam mengerahkan banyak orang untuk membunuhnya, dan betapa tenang sikap Pendekar Tanpa Nama menghadapinya.
Dalam dunia persilatan, para pendekar dapat saling mengukur tinggi-rendahnya ilmu hanya dari gerakan, bahkan juga dari sikapnya. Jika kemudian ternyata berlangsung peristiwa seperti yang dituliskan Pendekar Tanpa Nama, semakin besar keinginan Puteri Amrita menantangnya.
Inilah yang ditulisnya dalam Kitab Nagabumi:
Hanya aku yang tidak menggelesot. Aku tetap berdiri. Para pengawal putri bangsawan itu segera beterbangan dari atas kudanya, siap membanting dan menyungsepkan wajahku ke tanah. Namun saat itulah seluruh ilmu silatku tanpa diminta seolah menjawab serangan tersebut. Tidak seorang pun di antara para pengawal itu berhasil menyentuh tubuhku. Padahal aku seperti tidak bergerak. Sama sekali tidak. Padahal tentu saja bergerak. Di sekitar tubuhku suara pedang, keris, tombak, bahkan cambuk, berdesau-desau dan meledak-ledak tanpa pernah mengenaiku. Aku seperti tetap berdiri dan senjata-senjata itu membabat bayangan diriku sahaja, tetapi sebenarnya aku telah bergerak dengan begitu cepatnya tanpa terlihat sama sekali sehingga tampak seperti tetap berdiri.
Demikianlah terceritakan betapa Puteri Amrita saling jatuh cinta dengan Pendekar Tanpa Nama, yang sementara itu hatinya ternyata mendua, karena selalu teringat Harini di Desa Balingawan, yang sepuluh tahun lebih tua dan telah membacakan kepadanya Kitab Kamasutra, sembari mengujikannya pula.
Bersama Amrita, ia mengalami berbagai petualangan dahsyat, apalagi semenjak putri bangsawan itu hilang diculik para pemberontak Viet di Daerah Perlindungan An Nam, karena mereka meminta agar Amrita bersedia memimpin dalam perjuangan melawan kaum penjajah dari Negeri Atap Langit.
Dalam pengepungan Kota Thang-long, pasukan pemberontak ternyata dikhianati, sehingga bukan saja pasukan gabungan itu hancur berantakan, dibantai habis sampai Sungai Merah menjadi betul-betul merah karena darah, tetapi juga Panglima Amrita kehilangan nyawanya. Ditemukan rebah dengan luka dalam akibat pukulan prana api dari belakang, ia berbisik kepada Pendekar Tanpa Nama.
''Harimau Perang...," katanya ''merusak segalanya."
Semenjak itu kehidupan Pendekar Tanpa Nama, yang bagaikan tanpa tujuan selain mengembara, terarah kepada perburuan Harimau Perang.
Dikenal sebagai kepala mata-mata pasukan pemberontak yang menguasai segala rahasia, disebutkan betapa Harimau Perang telah berbalik menggunakan penguasaannya itu demi pasukan pemerintah Daerah Perlindungan An Nam. Jasa, kecerdikan, dan kelicikannya disebut-sebut telah menarik perhatian pemerintah Wangsa Tang, yang kemudian memanggilnya datang ke Kotaraja Chang'an. Konon kemampuannya akan digunakan untuk menghadapi ancaman Kerajaan Tibet dari barat dan suku-suku Uighur dari utara yang seperti tiada habisnya menyeberangi perbatasan dan menjarah kota-kota.
Tidak mudah melacak keberadaan seorang kepala mata-mata seperti Harimau Perang, yang seperti langsung terbukti kemampuannya, karena tidak seorang pun ternyata pernah melihatnya. Sebaliknya, dengan kerahasiaan tiada tara seperti itu, keberadaan Pendekar Tanpa Nama sungguh terlacak karena selalu berada di dekat Panglima Amrita. Maka, meskipun Thang-long tetap dikuasai pasukan pemerintah, Pendekar Tanpa Nama menyamar sebagai bhiksu di Kuil Pengabdian Sejati, mengurung diri dalam perpustakaannya sampai enam bulan, membaca segala sesuatu tentang Negeri Atap Langit, yang kemasyhurannya telah lama terdengar sampai Yavabhumipala.
Ia mulai membaca dengan terbata, karena aksara yang baru mulai dikenalnya. Namun dalam enam bulan kitab-kitab ilmu silat, ilmu perang, ilmu keagamaan, dan banyak kitab tentang pengetahuan yang kelak berguna telah berhasil dipahaminya --dan sebagai pendekar tak terkalahkan dialaminya betapa tak mudah kerja membaca! (bersambung)
#9 Dari Champa ke An Nam
July 9, 2014 - Posted by Unknown in Cerbung
Posted by Agung Semeru
Naga Jawa di Negeri Atap Langit Updated at: 1:18 PM
#9 Dari Champa ke An Nam
4.5
5
Unknown
July 9, 2014
Dari Champa ke An Nam - (Seri 9) dari Cerbung (Cerita Bersambung) Naga Jawa di Negeri Atap Langit Karya Seno Gumira Ajidarma
TERNYATA kapal Naga Laut tidak pernah membawanya ke Fo-lin-fong, kotaraja Kadatuan Srivijaya di daratan Samudradvipa. Setelah terbawa singga...
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan bijak