#36 Alam Mimpi seperti Sungai Kenyamanan

August 7, 2014   

KUDENGAR pula teriakan yang sama mabuknya dari dalam.

"Kenapa harus ada perempuan? Kurang pekerjaan? Hahahaha!"

Yan Zi dan Elang Merah saling memandang lagi, dan memandang aku lagi, tapi kali ini sudah tak mampu menahan tawa geli. Wajah keduanya sampai merah di balik tangan kedua perempuan yang menutupi mulut itu.

Aku tak sempat menanggapi apa pun, ketika pelayan datang.

"Marilah saya antar Puan dan Tuan ke kamar masing-masing."

Masing-masing?

Kami terbiasa tidur bersama di alam terbuka, sekali-kalinya mau bermalam di Shangluo, kamarnya tinggal satu pula, itu pun tidak jadi kami tinggali karena keributan yang timbul sesudahnya. Sepanjang yang kuketahui di perjalanan, penginapan di pedalaman hanyalah merupakan ruangan tanpa sekat yang dihuni bersama-sama oleh mereka yang sedang berada dalam perjalanan, dan hanya butuh sekadar tempat berbaring yang tak berangin dan tak berhujan. Lelaki maupun perempuan, orang dewasa, orang tua, anak kecil maupun bayi, juga menjadi satu di situ, meski tetap dalam kelompoknya masing-masing.

Namun ternyata kami memang mendapat kamar masing-masing.

Waktu memasukinya aku merasa jengah, karena kamar itu dalam perasaanku seperti kamar pengantin. Mulai dari sutra penutup tempat tidur sampai tirai pada pintu dan jendela berwarna merah. Belum lagi bau wanginya yang bagiku terasa memabukkan. Setelah itu dengan segera pula datang makanan, yang segera kuhabiskan bukan saja karena aku sungguh-sungguh kelaparan, tetapi aromanya yang meruap membuatku ingin segera menelan apa pun yang dihidangkan. Daging kukus berkuah yang sedap itu kumakan dengan lahap. Dalam beberapa saat saja lima bulatan daging kambing dengan rasa gurih itu sudah berpindah ke dalam perutku.

Aku tak tahu apa yang dialami Elang Merah dan Yan Zi. Kupikir tentunya mereka mendapat pelayanan yang sama. Terpikir sejenak, apa yang membuat kami harus mendapat pelayanan begitu istimewa oleh Yang Mulia Paduka Bayang-bayang? Mungkinkah karena pencurian Pedang Mata Cahaya untuk tangan kiri itu memang merupakan bagian yang penting, dari siasatnya untuk mengguncang pemerintahan Wangsa Tang? Aku bersendawa tanpa terasa, dan tidak lama setelah itu begitu berbaring sebentar lantas tertidur.

Pokok soal yang akan kuceritakan memang justru ketika aku terbangun.

Aku tak tahu berapa lama aku tertidur. Kelelahan dari perjalanan berbulan-bulan yang menumpuk begitu rupa seperti termanjakan oleh pembaringan yang empuk, perut kenyang, dan terutama rasa aman, karena diperlakukan sebagai tamu kehormatan, meski tetap dalam kerahasiaan, oleh Yang Mulia Paduka Bayang-bayang.

Begitulah aku telah tertidur pulas, nyaris tanpa kewaspadaan sama sekali, meski barangkali memang tidak terdapat sesuatu yang bisa disebut sebagai bahaya. Bantal berbungkus sutra merah yang harum itu bagaikan membuatku terbius. Meskipun sebenarnya aku sudah terbangun, begitu malas rasanya membuka mata dan mengangkat kepala. Seolah-olah aku ingin tidur selama-lamanya.Memang benar tidak ada bahaya serangan senjata. Namun ternyatalah betapa bahaya itu tak selalu dapat diduga wujudnya.

Suatu pepatah Negeri Atap Langit berujar:

Apa yang terdapat pada pagi hari
tak dapat kita pastikan pada malam hari;
Apa yang terdapat pada malam hari,
tak dapat kita perhitungkan pada pagi hari.
Keberuntungan manusia beraneka ragam,
seperti angin dan mega-mega di langit. 1


Aku telah melepas baju perjalananku yang kumal dan hanya membungkus diriku dengan selimut tipis untuk musim panas. Aku memang sudah terbangun, tetapi setengah kesadaranku seperti masih berada di dunia mimpi. Alam mimpi seperti sungai kenyamanan yang menghanyutkan.

Saat itulah kurasakan suatu kehangatan yang lembut merengkuh tubuhku dari belakang. Aku mungkin memang sudah terbangun, tetapi aku merasakannya bagaikan berlangsung di dalam mimpi, yang kuingat bagaikan Harini, dan kemudian Amrita yang memelukku dalam dekapan, yang sungguh-sungguh membuatku nyaman, amat sangat nyaman, bagaikan tiada lagi yang bisa lebih nyaman.

Kelembutan sutra, keharuman sutra, kecanggihan sutra, menenggelamkan diriku dalam impian sadar yang penuh dengan rayuan memabukkan. Sutra, bukankah kain itu begitu lembut tetapi juga sangat kuat dan bertahan lama? Untuk beberapa saat aku teringat gagasan wujud bahaya yang tak terduga, tetapi dengan segera tenggelam dalam kenyamanan antara tertidur dan terjaga. (bersambung)


1 Melalui Michael Minick, The Wisdom of Kung Fu (1974), h. 142.
Posted by Agung Semeru
Naga Jawa di Negeri Atap Langit Updated at: 4:14 PM
#36 Alam Mimpi seperti Sungai Kenyamanan 4.5 5 Unknown August 7, 2014 Apa yang terdapat pada pagi hari tak dapat kita pastikan pada malam hari; Apa yang terdapat pada malam hari, tak dapat kita perhitungkan pada pagi hari. Keberuntungan manusia beraneka ragam, seperti angin dan mega-mega di langit. KUDENGAR pula teriakan yang sama mabuknya dari dalam. "Kenapa harus ada perempuan? Kurang pekerjaan? Hahahaha!" Yan Zi dan Ela...


No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan bijak