#37 Seorang Teruna yang Jelita

August 8, 2014   

SAYUP - sayup masih kudengar petikan pipa 1 di kejauhan, suara-suara tertawa, tanpa terdengar suara perempuan sama sekali. Mereka pasti mabuk, pikirku, tapi aku sendiri tidak bisa berpikir jernih. Kukira kudengar pula suara dawai yang digesek, seperti tangisan malang manusia yang diasingkan...

Aku nyaris tertidur kembali ketika sisa-sisa kewaspadaanku seperti mendadak terbangun, ketika kusadari betapa sepasang lengan halus ternyata sedang bergerak menyelusuri pinggangku!

Dalam sekejap aku sudah melenting dan siap mengibaskan pukulan Telapak Darah, tetapi kibasan yang bisa menerbangkan nyawa itu tertahan dengan sendirinya, ketika kulihat yang tergolek di balik selimut tipis itu hanyalah sesosok makhluk tak berdaya.

Ia sungguh makhluk yang jelita, tetapi bukan wanita adanya...

Tatapan matanya sendu dan sayu. Dengan segera dapatlah kumaklumi kini mengapa makhluk seperti itu lebih dari layak dijatuhi cinta, bahkan mungkin pula membuat seseorang tergila-gila...

Aku tidak ingin memikirkan sudah berapa lama ia berada di tempat tidurku. Kutunjuk pintu bertirai merah tempat ia harus keluar sekarang juga. Ia pun beranjak keluar menyeret kain sutra yang menutupi separo tubuhnya, tempat yang terlihat mengkilap bagaikan patung kencana.

Tatapan mataku yang tegas tampak telah membuatnya memandangku dengan tatapan patah hati, tetapi kenapa aku harus peduli? Betapapun indah dan menggetarkan tatapan matanya, tak akan pernah diriku menghendaki seorang teruna.

mata kesepian beradu pandang mata orang yang baik
dengan saling percaya terdapat bahaya
tanpa ada yang disalahkan 2


Malam terasa larut. Aku keluar kamar mencari Yan Zi dan Elang Merah. Aku seorang pengembara yang terbiasa dengan kehidupan alam terbuka, merasa sangat terpenjara dan tersiksa oleh kemewahan peradaban kota dunia. Kubayangkan betapa hidup akan lebih menarik jika saat ini kami berkelebat saja di balik kegelapan malam, melenting dari wuwungan ke wuwungan, melihat-lihat setidaknya dari jauh, kemungkinan menembus pertahanan Istana Daming, tempat diperkirakan terdapat Pedang Mata Cahaya untuk tangan kiri. Memang benar bahwa jalan masuk ke dalam pertahanan istana yang ketat menjadi tugas jaringan mata-mata Yang Mulia Paduka Tuanku Bayang-bayang, dan sebaik-baik t tugas rahasia, maka cara yang terbaik adalah bergerak dalam ketersamaran, tetapi itu tidak berarti kami harus terlena dalam jamuan kemewahan.

Agaknya Yang Mulia Paduka Tuanku Bayang-bayang menganggap bahwa yang tugasnya paling berbahaya berhak atas pelayanan terbaik. Apabila telah kualami bagaimana yang dimaksud dengan pelayanan terbaik itu, maka apakah kiranya yang telah didapat oleh Elang Merah dan Yan Zi?

Deretan kamar kami sebenarnya terletak di sebuah balkon melingkar di lantai atas, tetapi ruang tengah dari lantai bawah sampai atap terbuka belaka, sehingga dari lantai atas dapat kulihat sejumlah lelaki berbusana seperti orang terpelajar minum arak sambil bercakap-cakap dan tertawa-tawa, sementara seorang teruna menyanyi dengan suara meliuk-liuk bagaikan suara itu bisa dipegang dan ada yang menekuk-nekuk.

Dari kamar Elang Merah terdengar juga suara orang bercanda. Rupanya Yan Zi pun ada di situ. Namun suara siapakah yang terdengar genit dan manja?

Kusibak tirai...

... dan aku pun terpana.

Di pembaringan yang sama Elang Merah dan Yan Zi sedang tidur tengkurap dengan punggung terbuka, sementara masing-masing dipijit seorang teruna yang harus kuakui tak kalah jelita dengan mata sayu dan juga terpana. Mereka berbusana sutra yang bagian depannya terbuka, sehingga kulihat anting-anting permata pada salah satu puting masing-masing dari mereka.

Kedua kawanku segera mengangkat kepala. Keduanya saling berpandangan lagi dan tertawa.

"Pendekar Tanpa Nama! Janganlah curiga kepada kami berdua! Kukira dikau pun sudah mengetahuinya bahwa mereka ini bukanlah pria!"

Semula aku mencari mereka dengan semangat tekad bulat untuk mempertanyakan kesungguhannya, tapi bahkan dengan keadaan seperti ini, aku hanya bisa ternganga.

Kemudian aku mengerti juga mengapa Elang Merah dan Yan Zi sejak tibanya kami di penginapan itu memandangiku sambil menutupi mulut dan menahan tawa. Rupanya keduanya mengetahui belaka sejak semula bahwa kami berada di wilayah kota bernama Dusun Kecil Utara, yang bukan suatu dusun sama sekali, pada bagian yang disebut Petak Teruna, tempat segala lelaki tetapi jelita, sehingga meskipun jantan menjadi betina, sengaja dikumpulkan menjadi satu di bagian barat laut kota ini, berdampingan dengan rumah-rumah pelacuran yang menawarkan wanita-wanita penghibur paling ternama di Kotaraja Chang'an. (bersambung)


1 Sebutan untuk kecapi di Tiongkok, dalam Longman Chinese-English Visual Dictionary of Chinese Culture (2003), h. 236.

2 Sembilan pada tempat ke-4 dalam kui (Pandangan Ganda), pada hexagram ke-38 dari kitab Zhouyi (Perubahan) yang asli dan tertua dari masa Dinasti Zhou (didirikan 1050 Sebelum Masehi). Melalui Margaret J. Pearson, The Original I Ching: An Authentc Translation of The Book of Changes (2011), h.
Posted by Agung Semeru
Naga Jawa di Negeri Atap Langit Updated at: 4:54 PM
#37 Seorang Teruna yang Jelita 4.5 5 Unknown August 8, 2014 mata kesepian beradu pandang mata orang yang baik dengan saling percaya terdapat bahaya tanpa ada yang disalahkan SAYUP - sayup masih kudengar petikan pipa 1 di kejauhan, suara-suara tertawa, tanpa terdengar suara perempuan sama sekali. Mereka pasti ma...


No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan bijak