#43 Penyelidikan dan Penemuan

August 14, 2014   

SESEORANG yang berniat menyusup tentunya telah memperhitungkan apakah kiranya yang harus dilakukan jika kepergok bergentayangan pada jam malam, dan jika memang tidak ingin ditangkap serta dihukum dengan pukulan-pukulan pula, maka tentunya harus melawan, dan harus menang agar bisa melarikan diri dan menghilang dengan tenang ke balik malam. Namun jika memang harus membunuh para Penjaga Burung Emas, maka soalnya tidak menjadi lebih mudah, malah tepatnya menjadi semakin rumit, karena cara-cara penjagaan terbaik adalah saling memeriksa dengan bahasa-bahasa sandi pula, sehingga menghilangnya satu penjaga hanya akan mengundang kedatangan yang lain-lainnya pula.

Maka, apabila seseorang telah memutuskan berkelebat di balik kelam pada jam malam dapat diandaikan sebagai bukan orang sembarangan, pada gilirannya ini membuat mereka yang terpilih sebagai Penjaga Burung Emas pun tak boleh sekadar orang-orang sembarangan pula. Telah menjadi perhatian sebesar-besarnya di kalangan para Penjaga Burung Emas bahwa di antara para pencuri dan orang mabuk yang seolah tidak tahu-menahu telah melanggar peraturan sangatlah mungkin di antaranya terdapat bukan pencuri dan orang mabuk biasa.

"Jadi kita masih merasa tidak perlu mencari cara menyiasati jam malam," kata Elang Merah, "kita bisa mulai melihat-lihat dan mendengar-dengar apa yang bisa kita dapatkan di dalam petak."

***

Pada jam malam kegiatan di dalam petak memang tetap dapat dilangsungkan. Akan halnya Petak Teruna, yang sebetulnya merupakan petak di dalam petak, justru kegiatannya di malam hari itulah yang sungguh-sungguh meriah, meski bagiku siang dan malam di situ bagaikan tiada ada bedanya. Para pejabat tinggi dan orang-orang kaya yang terlalu lama berasyik masuk dengan wanita penghibur maupun kaum teruna di rumah-rumah pelacuran sampai malam, kadang menginap saja di situ, meski sebagai pejabat tinggi sebetulnya bisa mendapat keistimewaan memiliki surat izin tertulis secara resmi untuk melakukan perjalanan malam.

Setelah tinggal di Penginapan Teratai selama dua minggu, aku tak mau hanya beredar di sekitar Petak Teruna saja. Sejak pagi setelah jam malam berlalu sampai menjelang diberlakukan lagi, aku pergi ke luar petak, keluar masuk petak-petak lain untuk melakukan pengamatan, bergaul, serta bertanya-tanya, seolah pengembara asing yang melakukan perjalanan hanya demi mencari pengalaman, jenis pengembara yang tentunya cukup banyak di kota tujuan dunia seperti Chang'an, meskipun sebenarnya aku hanya menutupi keterbatasan berbahasaku.

Sedikit banyak kemudian kuketahui pula betapa para bangsawan dan pejabat tinggi lebih suka tinggal di petak-petak yang berada di belahan timur. Suatu petak istimewa yang terletak di tembok bagian timur laut kota ini, karena semasa pemerintahan Wangsa Sui seorang peramal menyatakan tempat itu memiliki pancaran kebangsawanan. Tak diragukan lagi bahwa golongan atas percaya betapa memiliki sebuah gedung di sana akan memperbesar kekayaan dan mengabadikan peringkat kedudukan mereka di antara khalayak.

Petak-petak di belahan barat Kotaraja Chang'an ini memang lebih padat daripada belahan timur, penuh dengan gelandangan dan orang-orang yang hanya akan tinggal di sana untuk sementara saja, baik dari luar kota maupun negeri manca, seperti diriku ini tentunya, dan memang di sinilah terdapat petak tempat orang-orang asing bertempat tinggal. Seorang pangeran Hun dan istrinya dari Hiung-nu1 kuketahui memiliki sebuah gedung di petak tersebut. Kuil agama-agama asing pun sebagian besar terletak di bagian barat laut.

Setelah lebih dari sebulan mengamati, mendengar, bertanya-tanya, bercakap-cakap, dan bergaul, kuketahui juga akhirnya bahwa keberadaban Chang'an sebetulnya tidak lengkap tanpa mengenal sisi-sisi gelapnya. Golongan pada lapisan yang paling rendah adalah yang termiskin, yang bertempat tinggal di mana pun mereka bisa mendapatkan naungan dan mencari makan dengan mengemis kepada siapa pun yang meskipun sedikit saja lebih keadaannya dari mereka.2

Tentang cara-cara mengemis ini kudengar banyak cerita yang akan kusampaikan sebagian.

"Dulu terkenal sekali cerita tentang sapi bertangan manusia yang menggantung di antara kakinya," kata seseorang yang bersamanya aku sama-sama makan bakpao di tepi kanal, "Mereka yang mau melihatnya harus membayar kepada yang membawa sapi itu."

"Suatu pertunjukan maksudnya?"

"Bukan, itu hanya cara pintar untuk mengemis." (bersambung)


1 Dalam Benn ibid., h. 52 disebut Turkish, tetapi abad VIII pada masa Dinasti Tang tersebut, warga menyebut orang Turki sebagai orang Hun, dan wilayahnya disebut Hiung-nu. Disebutkan bahwa orang-orang Hun semasa itu bermigrasi ke Barat. Pada tahun 552 wilayah itu dikuasai kaum Gogturks, sebelum diakhiri tahun 745 oleh suku Uighur, yang disebut sebagai 'stok etnik' yang sama saja dengan mereka. Maka segenap orang Turki yang tadinya berbendera Gogturks pun terbubarkan dan tentunya melebur ke dalam kaum Uighur di wilayah yang kemudian bernama Turkistan. Meskipun pada 1229 orang-orang Mongol mengakhiri kedaulatan Uighur atas wilayah itu adalah tetap suku Uighur yang menjadi mentor politik dan kebudayaan mereka. Melalui ''Explore Turkey" dalam situs Hellenic Adventures © 2003,www.hellenicadventures.com, diunduh 14 Oktober 2011.

2 Tentang informasi perbedaan tempat tinggal kelas atas dan kelas bawah di Chang'an, tengok Benn, op.cit., h. 51-2.
Posted by Agung Semeru
Naga Jawa di Negeri Atap Langit Updated at: 4:58 PM
#43 Penyelidikan dan Penemuan 4.5 5 Unknown August 14, 2014 SESEORANG yang berniat menyusup tentunya telah memperhitungkan apakah kiranya yang harus dilakukan jika kepergok bergentayangan pada jam malam, dan jika memang tidak ingin ditangkap serta dihukum dengan pukulan-pukulan pula, maka tentunya harus melawan, dan harus menang agar bisa melarikan diri dan menghilang dengan tenang ke balik malam. SESEORANG yang berniat menyusup tentunya telah memperhitungkan apakah kiranya yang harus dilakukan jika kepergok bergentayangan pada jam mal...


No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan bijak