#44 Pembersihan dan Penyingkiran

August 15, 2014   

"SAPI itu dibikin seperti itu atau memang seperti itu?"

"Dikau kira ada orang bersembunyi di dalam perutnya dan melambaikan tangannya? Sama sekali tidak!"

"Sapi ajaib kalau begitu."

"Tepatnya ya sapi cacat."

"Kok tangan manusia?"

"Entahlah, daku juga tidak pernah lihat, hanya dengar ceritanya, tapi daku kagum dengan pikiran orang yang membawanya ke kota untuk mencari uang! Ia cukup duduk bersila di sebelah sapinya dengan mangkuk yang kosong, maka orang-orang yang lewat dan heran karena melihat sapinya, tanpa diminta akan melempar uang ke mangkuk kosong itu!"1

Sebetulnya aku pun pernah mendengar tentang bagaimana berbagai percobaan untuk menukar anggota badan berbagai makhluk dengan anggota badan manusia berlangsung dalam masa Wangsa Tang ini. Namun aku tidak bermaksud menunjukkan betapa aku terlalu ingin tahu. Kuikuti saja ke mana perbincangannya mengalir.

"Mengemis pun bisa menjadi pekerjaan rupanya, ya Tuan."

"Ah, jangan panggil daku Tuan, kita sesama orang miskin kan memang bersaudara."

Hmm. Bukankah ini ujaran yang sering disebut-sebut anggota Partai Pengemis? Namun orang ini bukan pengemis melainkan mengaku sebagai pedagang kecil. Aku belum sempat menanyakan lebih jauh karena ia masih terus bercerita. Permukaan kanal berkilauan memantulkan cahaya matahari, perahu yang lewat hanya tampak sebagai bayangan hitam.

"Mengemis memang bisa menjadi pekerjaan," ia berbicara dengan bahasa Negeri Atap Langit yang cepat sekali, sehingga aku harus benar-benar memusatkan perhatian, "Orang-orang Partai Pengemis, misalnya, mereka mengemis bukan karena terlalu miskin, tetapi karena memang harus berlaku sebagai pengemis."

Aku tentu saja tertegun. Berarti orang yang mengaku pedagang kecil ini mengenal dunia persilatan!

"Pernah seorang perempuan miskin bersama ayahnya yang tua menyanyi di tepi jalan dalam sebuah petak demi menyambung kehidupan," katanya lagi, "seorang panglima yang sangat terpesona oleh suara perempuan itu menjadikannya sebagai salah seorang penghibur pribadinya. Dalam hal ini mengemis menjadi cara lain untuk mencari pekerjaan."

Aku mengangguk-angguk saja agar ia terus bicara. Lebih baik aku mengenal dia daripada dia mengenalku. Sungguh kusyukuri jika cukup hanya berdiam diri saja betapa aku akan mendapat banyak pengetahuan!

"Tidak selalu pengemis itu adalah manusia," ia terus menyambung, "Ada seorang seniman yang semula bekerja bagi tempat-tempat kerajinan milik kerajaan, membuat boneka bhiksu dari kayu dan meletakkannya di pasar sebuah kota di pelosok. Patung itu membawa mangkuk di tangannya, dan bisa bergerak-gerak sendiri, mengemis minta uang."

Tanpa harus berpura-pura, aku memang ternganga.

"Kalau mangkuknya sudah penuh dengan mata uang tembaga, suatu baut dengan tiba-tiba tergerakkan menutup, mengunci tumpukan mata uang di dalam mangkuk sehingga tak seorang pun bisa mencurinya. Pendeta kayu ini bisa berbicara sendiri dan mengatakan 'Alms'. Hehehehe. Orang-orang di pasar itu berkerumun dan berdatangan ingin melihat keistimewaan boneka tersebut, dan apabila mereka meminta boneka itu bicara, tentu mereka harus mengisi mangkuk yang telah dikosongkan itu dengan mata uang tembaga!"

"Pandai!"

Demikianlah aku seperti larut dalam perbincangan, tetapi tak perlu kiranya kukatakan bahwa aku tahu belaka jika seniman yang lebih mampu menghasilkan uang sebagai pengemis daripada bekerja untuk kerajaan itu kemungkinan besar menghasilkan suara dari perutnya. Sesuatu yang bisa dipelajari. Jadi bukan keajaiban. Meski ada kalanya manusia lebih suka ditipu bukan?

Betapapun, suka ditipu lebih baik daripada suka menipu, meskipun mereka yang pandai bersilat lidah akan berkata, bahwa menipu diri sendiri adalah suatu penipuan pula!

Dalam Attanagalu-vansa atau riwayat Kuil Attanagala tersebutlah kalimat:

semoga aku jangan pernah
meski dalam mimpi
berbuat salah karena mencuri,
berlaku serong, mabuk,
membantai orang,
dan takjujur... 2


"Namun," demikianlah orang yang mengaku pedagang keliling ini bercerita lagi, "pada masa kekuasaan Maharaja Xuanzong, para gelandangan maupun yang pura-pura menjadi gelandangan disingkirkan dari jalanan, karena Sang Maharaja tidak bahagia jika mereka tampak berkeliaran di ibu kota."

"Disingkirkan?"

"Mereka semua digaruk oleh pasukan penjaga ibu kota, digiring dan diangkut untuk disatukan ke dalam Petak Orang Sakit, tempat berbagai perkumpulan yang didirikan para bhiksu menyumbang mereka dengan makanan dan mengobati mereka yang sakit, tua renta, yatim piatu, dan begitu miskin, amat sangat miskin, bagaikan tiada lagi yang bisa lebih miskin." (bersambung)


1 Berlangsung awal abad VIII. Ibid., h. 52.

2 Dari E. M. Bowden, The Essence of Buddhism (1922), h. 45; sedangkan Bowden merujuk The Attanagalu-vansa or the history of the temple of Attanagala; terjemahan James D'Alwis dari bahasa Pali ke bahasa Inggris (1866).
Posted by Agung Semeru
Naga Jawa di Negeri Atap Langit Updated at: 11:23 AM
#44 Pembersihan dan Penyingkiran 4.5 5 Unknown August 15, 2014 Dalam Attanagalu-vansa atau riwayat Kuil Attanagala tersebutlah kalimat: semoga aku jangan pernah meski dalam mimpi berbuat salah karena mencuri, berlaku serong, mabuk, membantai orang, dan takjujur... "SAPI itu dibikin seperti itu atau memang seperti itu?" "Dikau kira ada orang bersembunyi di dalam perutnya dan melambaikan...


No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan bijak