#46 9: Rahasia Berlapis Rahasia

August 17, 2014   

BAGAIMANAKAH mesti dihayati kematian utusan Naga Hitam yang mengejarku sampai sejauh ini? Ia dikirim dari Jawa, ataukah ia telah bermukim lama di suatu tempat dan menerima penugasan lewat surat atau seorang perantara? Namun jurus-jurusnya kukenal dengan akrab, karena itulah jurus-jurus dari Ilmu Pedang Naga Hitam.

Kuketahui betapa jaringan orang Jawa memang mungkin saja terdapat di sepanjang pantai Champa sampai ke An Nam, tetapi setelah Thang-long tak kubayangkan seseorang yang lain dari Yavabhumipala masih akan kujumpai, apalagi menghendaki kematianku di Kota Chang'an ini!

Kenapa tidak dari dulu kutantang bertarung Naga Hitam itu? Kini aku harus mengandaikan betapa akan selalu ada seseorang yang mengejar, memburu, dan mengintaiku dengan tujuan tiada lain dan tiada bukan mencabut nyawaku. Utusan Naga Hitam itu masih mengambang dibawa arus sampai jauh, tetapi kemudian di ujung sana kulihat mayatnya tenggelam.

Aku masih berada di tempatku semula. Berdiri tercenung di atas air. Namun aku pun segera berkelebat pergi.

maut datang
kemudian kebahagiaan
sekarang adalah keberuntungan 1


Pertemuan dengan pembunuh dari Jawa itu membuatku berpikir tentang jaringan Naga Hitam. Jika guhyasamayamitra atau perkumpulan rahasia seperti Kalapasa, yang menyediakan jasa penyusupan, termasuk pembunuhan gelap, dan Cakrawarti, yang memata-matai apa pun bagi siapa pun menggunakan siapa pun demi sebesar-besarnya bayaran, dengan segenap jaringannya hanya menguasai Tanah Jawa, berarti jaringan Naga Hitam telah memburuku tanpa perlu bantuan mereka.

Begitulah aku memburu Harimau Perang, tetapi selama ini ternyata diburu Naga Hitam. Adapun yang menjadi pikiranku adalah kekerasan hati Naga Hitam ini, yang dengan kehendaknya untuk terlibat dalam permainan kekuasaan demi mendapat wilayah dan kedudukan, ternyata masih sangat berkepentingan untuk memastikan kematianku. Setahun lebih menghilang dari Javadvipa tidaklah cukup menyenangkan bagi Naga Hitam.

Namun, sebenarnyalah, meski dipisahkan laut luas dan gunung gemunung yang bagaikan tak berbatas, aku merasa tahu belaka pemikiran di dalam kepala Naga Hitam.

Dalam kelaziman yang berlaku di kalangan para penyoren pedang di sungai telaga dunia persilatan, Naga Hitam hanya bisa menantangku atau melayani diriku jika aku menantangnya untuk bertarung, di puncak gunung saat bulan purnama maupun di tepi pantai tersunyi saat matahari menyingsing dan menyemburatkan cahaya pertama. Namun, aku mengerti, betapapun aku tanpa sengaja telah terus-menerus membunuh murid-muridnya, Naga Hitam merasa terlalu tinggi hatinya untuk menantangku. Meski pada usia 15 itu setelah tak sadarkan diri karena racun Kera Gila, seorang murid utamanya, aku telah menghilang sepuluh tahun dalam gua, dan keluar lagi dalam usia 25, masih saja tak terasa pantas baginya, karena Naga Hitam adalah salah satu dari Pahoman Sembilan Naga.

Hanya mereka yang ingin merebut wibawa naga akan menantang para naga, dan siapa pun di antara Pahoman Sembilan Naga yang bertanggung jawab atas kehormatan dunia persilatan di Javadvipa terwajibkan untuk melayaninya. Aku tidak pernah menantang Naga Hitam, dan Naga Hitam tidak mungkin menantangku, karena di dunia persilatan Javadvipa sesungguhnyalah aku ini hanyalah orang baru. Seandainya aku pernah menantang Naga Hitam, mungkin persoalan ini sudah selesai, karena hanya satu orang yang akan masih tetap hidup dalam pertarungan itu.

Naga Hitam mungkin mengetahui betapa diriku memang tidak ingin mencari nama dalam dunia persilatan, bahkan dalam kenyataannya pun aku tidak mempunyai nama sama sekali, dan aku memang tidak pernah berminat memilikinya, meskipun tentu telah diketahuinya pula bahwa akhirnya dunia persilatan mengenal adanya Pendekar Tanpa Nama, tak lain tak bukan karena tiada pernah terkalahkan pula. Namun sebagai mahaguru yang murid-muridnya mati di tanganku, jelas ia merasa perlu mempertahankan nama Ilmu Pedang Naga Hitam, tentu dengan cara membunuhku, bukan melalui sembarang vetana-ghataka atau pembunuh bayaran, melainkan terutama melalui siapa pun yang menguasai Ilmu Pedang Naga Hitam itu!

Ini belum menjelaskan kenapa Naga Hitam masih terus memburuku. Halnya baru jelas jika kupertimbangkan bahwa Naga Hitam terlalu sadar betapa dirinya semakin lama semakin bertambah usia, sementara diriku dalam perkiraannya mungkin suatu hari akan tetap menantangnya pula, dengan penguasaan ilmu silat yang mungkin saja sudah makin tinggi tingkatnya. (bersambung)


1 Diubah sedikit dari terjemahan atas Lowell Thomas Jr., Tibet: Api dalam Sekam (1961), h. 223. Judul asli The Silent War in Tibet (1959), tanpa nama penerjemah.
Posted by Agung Semeru
Naga Jawa di Negeri Atap Langit Updated at: 1:47 PM
#46 9: Rahasia Berlapis Rahasia 4.5 5 Unknown August 17, 2014 "maut datang kemudian kebahagiaan sekarang adalah keberuntungan". Pertemuan dengan pembunuh dari Jawa itu membuatku berpikir tentang jaringan Naga Hitam. BAGAIMANAKAH mesti dihayati kematian utusan Naga Hitam yang mengejarku sampai sejauh ini? Ia dikirim dari Jawa, ataukah ia telah bermukim la...


No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan bijak