#48 Serangan Gelap di Tengah Hujan

August 19, 2014   

NAMUN Elang Merah menatapku, lantas berkata kepada Yan Zi.

"Berita itu belum tentu benar," kata Elang Merah menyabarkan, "ada kalanya berita seperti ini sengaja diedarkan untuk memancing lawan. Apalagi tidak disebutkan sama sekali bahwa Pedang Mata Cahaya akan ikut dilelang."

Pendapat Elang Merah kukira tidak keliru. Lagipula sedikit banyak sebagai mata-mata Kerajaan Tibet ia mengerti cara-cara bersiasat semacam itu.

Dapat kubayangkan, betapa jika kami bertiga melompat masuk begitu saja ke balik tembok istana, tidak ada yang dapat kami lakukan, selain menimbulkan keributan ketika para pengawal istana berdatangan.

"Sangat tidak masuk akal dan sangat tidak mungkin mengambil pedang itu," kataku, "tanpa pengetahuan yang memadai tentang tempat penyimpanan dan penjagaannya."

Yan Zi hanya mendengus. Memang tidak ada yang bisa dikatakannya lagi.

"Sebaiknya kita tetap terus menyelidik," kataku lagi, "besok aku akan berkeliaran di pasar."

Saat itu, di Penginapan Teratai Emas, kami tidak berbicara di kamar, melainkan di sebuah teras di lantai atas, tempat para wanita penghibur suka melambai-lambai jika di bawahnya lewat arak-arakan perayaan yang meriah. Hari masih siang, tetapi mendung menggumpal menjelang hujan. Terdengar gemuruh guruh dan pijar kilat di kejauhan. Di jalanan segala macam manusia dan binatang tunggangan mempercepat langkah, seperti yakin sekali betapa hujan akan tumpah dari langit dengan deras.

Ketika langit tertutup mendung sepenuhnya, dan titik-titik hujan pertama memperdengarkan suaranya di atas genting, berkelebatanlah senjata-senjata rahasia ke arah kami bertiga. Senjata-senjata rahasia ini dilemparkan secara luar biasa, yakni dalam jumlah yang banyak dan secara beruntun bagaikan tiada habisnya, sehingga siapa pun yang ilmu silatnya hanya sekadarnya saja mungkin akan mampu menangkis yang pertama, tetapi yang datang beruntun selanjutnya dengan kecepatan tak terkira niscaya akan merajamnya.

Senjata rahasia yang meluncur ke arah Yan Zi adalah pisau-pisau terbang sangat kecil, yang dengan kecepatan seperti itu jelas tak terlihat mata orang biasa yang selalu mengira betapa dunia persilatan sungguh hanya dongeng belaka. Namun Yan Zi Si Walet tidak akan mendapatkan gelarnya jika tidak bisa bergerak lebih cepat daripada kecepatan pisau-pisau terbang itu. Ia berkelebat di tengah hujan yang menderas tiba-tiba, dan melesat ke arah penyerangnya dengan cara menapak - lebih tepatnya menyentuh dengan ujung sepatunya - pisau-pisau terbang yang meluncur berturut-turut ke arah tempatnya berdiri tadi.

Senjata rahasia yang meluncur ke arah Elang Merah adalah anak sumpit sangat beracun, yang juga meluncur dengan sangat amat cepat, begitu beruntunnya sehingga bagaikan tiada berjarak antara satu dengan lainnya, yang niscaya juga akan merajam sasarannya jika ilmu silat yang terkuasai hanyalah tingkat biasa-biasa saja. Namun bagi Elang Merah, serangan semacam ini hanyalah sekadar alasan untuk melesat, dengan kekuatan batin yang dapat membawa tubuhnya sejengkal di atas anak-anak sumpit yang amat sangat beracun itu, menembus rinai hujan langsung ke arah penyerang yang masih terus mengincar dengan sumpitnya.

Adapun senjata-senjata rahasia yang meluncur kepadaku adalah piauw bergerigi banyak sekali yang bukan hanya meluncur tetapi juga berputar dengan jenis putaran yang jika ditangkis tiada akan terpental tetapi tetap berputar melingkar dengan kecepatan yang sama ke arah sasarannya! Senjata-senjata yang mengarah kepadaku seolah datang dari berbagai jurusan, dan karena itu menutup seluruh jalan ke mana pun aku akan menghindar, meskipun seluruh piauw itu tadinya disebarkan ke segala arah oleh satu orang. Inilah senjata rahasia yang luar biasa karena arahnya yang tidak akan pernah bisa diduga - seolah kematian memang bisa dipastikannya!

Namun bukan bagaimana menghindari senjata rahasia ini yang menjadi pikiranku, melainkan siapakah kiranya para pembunuh gelap ini, atau tepatnya siapakah yang membayar atau memerintahkan mereka untuk membunuh kami? Dengan kerja sama jaringan Yang Mulia Paduka Bayang-Bayang kami memasuki kota secara rahasia dan selama ini bergerak secara rahasia pula, dalam perjanjian yang tersepakati bersama bagaikan sumpah antar-ksatria, meski kuketahui belaka betapa tiada lebih dan tiada bukan hanya kepentingan bersamalah yang mendasarinya. Kuingat Laozi berkata:

antara "ya" dan "iya"
betapa kecil bedanya
antara baik dan jahat
betapa besar bedanya! 1


(bersambung)


1 Minick, op,cit., h. 112.
Posted by Agung Semeru
Naga Jawa di Negeri Atap Langit Updated at: 2:44 PM
#48 Serangan Gelap di Tengah Hujan 4.5 5 Unknown August 19, 2014 Kuingat Laozi berkata: antara "ya" dan "iya" betapa kecil bedanya, antara baik dan jahat betapa besar bedanya! NAMUN Elang Merah menatapku, lantas berkata kepada Yan Zi. "Berita itu belum tentu benar," kata Elang Merah menyabarkan, "a...


No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan bijak