#59 Elang Merah Ambruk ke Tanah

August 30, 2014   

AKU sendiri menghadapi lima penyerang dari segala jurusan yang semula ingin kuhindari saja, tetapi kegelapan dan telaknya serangan mematikan membuatku tak bisa berbuat lain selain menanggapinya dengan Jurus Naga Menggeliat Mengibas Ekor. Mereka terpental memuntahkan darah karena angin pukulan Telapak Darah.

Begitu setianyakah seorang anggota perkumpulan rahasia sehingga masih mengabdi kepada perkumpulannya setelah ter­tular penyakit kusta; ataukah suatu perkumpulan rahasia mencari orang yang bersedia bekerja untuk mereka dari antara mereka yang berpenyakit kusta; ataukah justru dengan kesetiaan yang begitu tinggi para anggota perkumpulan rahasia sengaja menularkan dirinya agar dapat masuk menyusup ke dalam jaringan rahasia paling gelap dan tersembunyi karena tiada seorang pun dengan sengaja akan mendekati para penderita penyakit kusta?

Jika diketahui bahwa jaringan mata-mata Kerajaan Tibet telah menguasai peta rahasia tempat penyimpanan senjata-senjata mestika di dalam Istana Daming, maka bukan hanya peta itu harus dimusnahkan dan jaringannya dihapuskan, melainkan peta itu sendiri diganti dan jaringannya dipalsukan demi suatu tipudaya maupun penjebakan. Barangkali dalam keadaan seperti itulah maka kami tergiring ke dalam kegelapan ini agar bisa tewas dirajam.

Justru keadaan ini memberi harapan, karena meskipun rupanya jaringan mengalami penyusupan, betapa peta itu belum dipalsukan! Jika tidak, tentu kami telah mendapatkan peta yang telah dipalsukan dan masuk ke dalam jaringan tipudaya, yang lebih jauh lagi menyeret kami dalam keterjebakan...

Seorang bijak di Negeri Atap Langit berkata:

siasat perang yang berlaku
mesti berada dalam hati,
bukan dalam kitab-kitab.1


Kami berdua segera melesat keluar bangunan vihara dan mendapati Yan Zi masih menghadapi tiga lawan yang pasti berilmu tinggi karena masih bertahan menghadapi Ilmu Pedang Mata Cahaya. Mereka mampu berkelit menghindari pantulan cahaya pedang mestika yang sedang menanti pasangannya itu, sehingga pertarungannya memang tidak dapat dilihat oleh mata mereka yang tidak menguasai ilmu silat tingkat tinggi. Bagaimanakah caranya tubuh manusia bisa bergerak lebih cepat dari cahaya? Namun bagiku jelas belaka betapa ketiga lawan Yan Zi ini bukan sekadar berilmu silat amat sangat tinggi, melainkan juga secara berpasangan ternyata memiliki Jurus Penjerat Cahaya yang memang mengandalkan kecepatan sangat tinggi sehingga bukan hanya mata awam tak dapat melihatnya, tetapi mereka yang ilmu silatnya cukup tinggi sekalipun akan kebingungan.

Demikianlah Yan Zi menggerakkan pedang seperti yang dipelajarinya dari Yang Mulia Bhiksu Kepala Penyangga Langit di Perguruan Shaolin, bahwa bukan sekadar pedang melainkan juga dan terutama pantulan cahayanya akan memburu dan membinasakan lawan seperti benda padat setajam mata pedang dan memang itulah sebabnya maka pedangnya disebut Pedang Mata Cahaya. Namun Jurus Penjerat Cahaya yang sungguh cemerlang itu, dengan gerak berpasangan bertiga yang tampak telah dilatih dengan cermat, membuat pantulan cahaya melingkar-lingkar yang berasal dari gerakan Pedang Mata Cahaya itu, ketika berhasil dihindari akan berbalik mengarah kepada tubuh Yan Zi sendiri!

"Yan Zi! Awas!"

Aku bahkan tak sempat menyampaikan pesan, secepat pikiran sekalipun, melalui Ilmu Bisikan Sukma, karena Jurus Penjerat Cahaya yang digelar bertiga ini hanya bisa diatasi dengan gerakan yang lebih cepat dari pikiran, bahkan lebih cepat dari kecepatan itu sendiri! Dengan kecepatan seperti itulah aku begitu saja berada di depan Yan Zi untuk menangkis dan mengembalikan serangan Jurus Penjerat Cahaya yang telah kuserap dengan Ilmu Bayangan Cermin.

Tiga tubuh terpental di udara dengan darah terciprat karena sayatan cahaya. Mereka jatuh ke tanah dengan bunyi berdebum dan tanah itu pun mengepulkan debu. Dari balik debu itulah mendadak jarum-jarum beracun melesat tanpa suara ke arah kami berdua!

"Awas!"

Kudengar teriakan Elang Merah, yang melesat untuk memapas jarum-jarum beracun berwarna kuning kehijauan ke arah tengkuk Yan Zi dengan pedangnya. Jarum-jarum itu memang rontok dan selamatlah Yan Zi, tetapi senjata rahasia tak hanya dilempar satu kali, sehingga jika tertangkis atau terhindari terjamin masih akan ada serangan lagi. Sementara aku cukup mengibaskan tangan dalam Jurus Naga Menggeliat Mengibaskan Ekor untuk mengembalikan jarum-jarum beracun yang meluncur ke arahku ke tubuh pemiliknya. Jarum-jarum beracun yang berikutnya sudah lebih dulu meluncur dan segera menancap ke tubuh Elang Merah, yang lang­sung ambruk ke atas tanah.

"Meimei!" Yan Zi menjerit dan menubruknya. (bersambung)


1 Dipinjam dari Yoh Fei dalam Minick., op. cit., h. 128.
Posted by Agung Semeru
Naga Jawa di Negeri Atap Langit Updated at: 3:14 PM
#59 Elang Merah Ambruk ke Tanah 4.5 5 Unknown August 30, 2014 AKU sendiri menghadapi lima penyerang dari segala jurusan yang semula ingin kuhindari saja, tetapi kegelapan dan telaknya serangan mematikan membuatku tak bisa berbuat lain selain menanggapinya dengan Jurus Naga Menggeliat Mengibas Ekor. AKU sendiri menghadapi lima penyerang dari segala jurusan yang semula ingin kuhindari saja, tetapi kegelapan dan telaknya serangan mematikan...


No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan bijak