#64 Pengantin Baru yang Menangis

September 4, 2014   

BELUM usai duka citaku setelah kehilangan Amrita, kepergian Elang Merah yang memang memberikan sisa hidupnya untuk mengikuti ke mana pun langkah kakiku menuju, itu sungguh memberatkan dadaku. Yan Zi yang jiwanya terselamatkan, dan karena itu Elang Merah kehilangan nyawanya, sudah kehilangan segala keceriaannya, memberikan kepadaku perasaan yang semakin rawan.

Seperti mengetahui keadaanku, Kaki Angin berkata pula.

"Pendekar Tanpa Nama tentu merasa sedih dan marah, dan masih penasaran siapa kiranya yang harus bertanggung jawab atas kematian Elang Merah. Mohon agar Tuan dan Puan berdua memusatkan perhatian kepada urusan Pedang Mata Cahaya sampai perjanjian kita lancar. Percayalah kami juga akan menyelidiki masalah ini, dan bersama dengan selesainya pekerjaan kita nanti, siapa yang bertanggung jawab juga akan terungkap. Betapapun kami juga merasa sangat kehilangan, dan telah menganggap Pendekar Elang Merah sebagai bagian dari jaringan, sehingga peristiwa ini harus kami anggap pula sebagai ancaman."

Aku mengangguk-angguk, tetapi ketika Kaki Angin melesat dan melayang ringan dari genting ke genting dalam kegelapan, aku sudah tahu apa yang harus kulakukan.

***

Baiklah kuceritakan dahulu berbagai peristiwa yang sempat kudengar dan kuketahui selama kami berada di Chang'an, sebelum maupun sesudah kematian Elang Merah yang sangat menyedihkan itu. Cerita tentang berbagai peristiwa itu kadang-kadang kudengar dari mulut ke mulut, bisa dari perbincangan di kedai, dari pelayan penginapan, atau dari para pelakunya yang kukenal sendiri, baik ketika peristiwanya sudah berlalu atau sedang berlangsung. Kurasa aku memang tak dapat mengenal Chang'an dengan cukup baik tanpa mengenal pula orang-orangnya.

Setidaknya dari cerita berikut ini, ternyata aku mendapat suatu cara untuk sampai ke ruang penyimpanan senjata, tanpa harus mengandalkan jasa jaringan mata-mata yang mana pun.

***

Li Yi adalah seorang terpelajar dari Kansu, yang pada usianya yang keduapuluh mengikuti ujian negara untuk menjadi pegawai di Chang'an. Ia menginap di Jalan Kemakmuran Baru. Sebagai sarjana yang mampu menulis surat-upaya maupun puisi, rasa percaya dirinya memasuki Chang'an sangatlah tinggi, kecuali bahwa ia merasa sangat sendiri karena tidak memiliki seorang kekasih yang dapat dicintainya sepenuh hati. Li Yi telah mengembara pula dalam kehidupan dunia penghiburan di Dusun Kecil Utara, mencari perempuan idamannya di antara wanita-wanita penghibur, tetapi yang tak seorang pun dianggapnya cukup menyenangkan dan pandai bagi dirinya.

Maka ia pun lantas menggunakan jasa Ibu Pao, induk semang wanita-wanita penghibur paling terkenal di Chang'an, untuk mendapatkan jodohnya. Karena ia memang dikenal sebagai seorang Ibu Pao adalah bekas budak yang pernah bekerja di rumah gedung milik menantu maharaja, tetapi yang telah berhasil membeli kebebasannya sendiri, dan menikah beberapa kali setelah itu. Dengan kepandaiannya berbicara ia mengenal semua orang penting di kota ini. Tidak aneh jika dengan segera ia dapatkan calon yang menurut pendapatnya sungguh sepadan untuk Li Yi.

Itulah Puan Giok, anak bungsu Pangeran Huo yang sudah meninggal, yang disebut Ibu Kemurnian, pelayan kesayangan, yang kemudian menjadi selir bangsawan tersebut. Dikisahkan bahwa setelah Pangeran Huo meninggal, Ibu Kemurnian dikembalikan derajatnya sebagai orang biasa, dan namanya menjadi Ibu Cheng, yang tentu juga berarti bahwa bersama Giok keduanya tenggelam dalam kemiskinan.

Seingatku, kalau tidak salah memahami, karena betapapun penguasaan bahasa Negeri Atap Langitku sangat terbatas, di depan gerbang Kuil Tua di Jalan Sheng Yeh, tempat Giok dan Ibu Cheng berdiam, seorang gadis berbaju hitam muncul menyambut Li Yi yang diminta Ibu Pao datang menemui calon istrinya.

"Apakah dikau Tuan Li Kesepuluh?" ujarnya dengan ragu.

Li Yi memang disebut juga sebagai Putra Kesayangan Keluarga Li yang Kesepuluh.

Namun tetap saja Li dipersilakan masuk, dan disambut oleh Ibu Pao, dan segera setelah itu berlangsunglah basa-basi, seperti pembacaan puisi, yang disebut terhapalkan dengan baik oleh Giok, meski tak tahu siapa penciptanya.

menyibak tirai kuingat bambu mendesir dalam angin
kupikir itulah alamat kedatangan kawan tercinta


Kuingat dikisahkan juga Giok memetik kecapi dan bernyanyi, tentu untuk menegaskan kepantasannya menjadi orang terpelajar. Semuanya, segalanya yang dilakukan malam itu, tiada lebih dan tiada kurang adalah usaha agar dianggap pantas sebagai istri Li Yi. Termasuk ketika malam itu mereka tidur bersama.

Namun pada tengah malam, Giok menangis. (bersambung)
Posted by Agung Semeru
Naga Jawa di Negeri Atap Langit Updated at: 2:53 PM
#64 Pengantin Baru yang Menangis 4.5 5 Unknown September 4, 2014 BELUM usai duka citaku setelah kehilangan Amrita, kepergian Elang Merah yang memang memberikan sisa hidupnya untuk mengikuti ke mana pun langkah kakiku menuju, itu sungguh memberatkan dadaku. Yan Zi yang jiwanya terselamatkan, dan karena itu Elang Merah kehilangan nyawanya, sudah kehilangan segala keceriaannya, memberikan kepadaku perasaan yang semakin rawan. BELUM usai duka citaku setelah kehilangan Amrita, kepergian Elang Merah yang memang memberikan sisa hidupnya untuk mengikuti ke mana pun lan...


No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan bijak