#66 13: Pecinta Tanpa Hati

September 6, 2014   

LI pun menjawab dengan berurai air mata.

"Sumpah yang kuikrarkan kepada langit akan kupenuhi meskipun jika harus mengorbankan hidupku. Bagaimana mungkin diriku berpikir tentang kekasih yang lain jika nasib baik telah memberi berkah agar menuntaskan impianku akan dikau dan menjadi tua bersama dikau saja? Janganlah hatimu meragukan meskipun hanya sekejap kesetiaanku yang abadi. Tinggallah di sini dan sabar menanti. Pada bulan kedelapan diriku pasti sudah tiba di Huachow, dan akan kukirimkan orang-orangku untuk menjemputmu kekasihku. Tidak akan terlalu lama masanya sampai kita saling merengkuh dan berpelukan lagi."

Beberapa hari kemudian Li yang masih muda itu berangkat ke arah timur, menuju ke tempat tugasnya. Setelah menginap semalam, ia meminta izin untuk menengok orang tuanya di ibu kota bagian timur yang bernama Loyang.

Belum sampai sepekan tinggal di sana, ibunya berkata bahwa Li sudah dijodohkan dengan Nona Lu. Bahkan disebutkan pula betapa upacara pernikahannya akan berlangsung segera. Li Yi mengenali keluarganya dengan segala tata cara leluhur yang mereka pegang teguh, kemungkinannya untuk menolak sama sekali tidak ada. Sebaliknya, sesuai dengan adat istiadat yang dijunjung dengan sangat amat tinggi oleh keluarganya, Li mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya atas perjodohan yang telah dirancangkan baginya itu.

"Aaaahhhh!"

Aku berteriak kesal. Terbayang olehku hari-hari Giok yang dengan setia menunggu.

"Dengar dululah lanjutannya," kata Ibu Pao sambil menenggak lagi araknya.

Sebagai keluarga bangsawan, keluarga Nona Lu merasa berhak dan memang menuntut sejumlah besar mahar dari keluarga Li. Jika tidak dipenuhi, pernikahan ditunda untuk jangka waktu yang tidak terbatas. Sedangkan karena keluarga Lu tidak tergolong kaya raya, maka adalah Tuan Lu yang muda itu menjadi tumpuan harapan mendapatkan jumlah tersebut melalui pinjaman dari handai taulan.

Keadaan ini membuatnya memiliki dalih untuk melanjutkan perjalanannya makin jauh ke timur, lantas ke selatan, dari musim gugur sampai musim panas berikutnya.

Tuan Lu rupa-rupanya menghadapi masalah ini tanpa nyali untuk berterus terang kepada Giok, sehingga dia tidak mengirimkan kabar apa pun. Bahkan kepada segenap kawan dan kenalan yang datang dan pergi dari Chang'an, ia berpesan agar segala sesuatu yang dilakukannya dirahasiakan.

Giok yang malang melakukan segala hal yang paling mungkin dilakukannya untuk mendapat kabar perihal kekasihnya, tetapi segala penjelasan yang diterimanya saling bertentangan, tidak benar, dan membingungkan. Ia telah mengunjungi para peramal nasib tanpa keberhasilan apa pun dan setelah setahun merana dalam penantian ia jatuh sakit, begitu parah sakitnya sehingga hanya dapat berbaring saja tak mampu keluar dari biliknya. Namun, meski tiada selembar kertas bertulisan yang disebut surat itu tiba, ia tidak pernah kehilangan harapan akan bertemu kembali dengan kekasihnya. Ia membujuk dan membayar kawan-kawannya agar melacak jejak Tuan Lu, dan sungguh banyak sudah pengeluaran menghabiskan harta bendanya.

Tidak jarang orang-orang melihat para pelayan keluar rumah menuju ke tempat tukang loak bernama Hou. Ketika pelayan itu sudah pergi, maka orang-orang akan bertanya kepada Hou apakah yang telah dijual kepadanya dari Kuil Tua di Jalan Sheng Yeh itu, sehingga orang-orang kemudian mengetahui betapa Giok dan Ibu Cheng silih berganti menjual perhiasan-perhiasan berharga, antara lain perhiasan rambut giok ungu yang sangat bernilai.

Hou sendiri yang hanya mengenal para pelayan pernah berkata, "Mengapa kamu membawa jepit rambut ini kemari? Ini adalah buatan tanganku atas pesanan Pangeran Huo, ketika putri bungsunya akan menyanggul rambutnya. Yang Mulia memberikan sepuluh ribu uang perunggu secara kontan. Aku ingat sekali. Dari mana kamu dapatkan ini?"

"Majikanku adalah putri yang dikau maksud," jawab pelayan yang membawa jepit rambut giok ungu itu.

Dikisahkannya, sampai saat itu sudah hampir dua tahun putri bungsu sang pangeran disia-siakan Tuan Lu, dan dalam keadaan seperti itu Giok masih terus berusaha mencari uang untuk mendapatkan kabar berita. Tersentuh oleh cerita itu, Hou membawa pelayan tersebut ke gedung yang disebut sebagai istana tempat Putri Yen Hsien. Putri ini, yang juga sangat tersentuh oleh keadaan Giok, membeli jepit giok ungu itu sepuluh kali lebih mahal dari harga aslinya. (bersambung)
Posted by Agung Semeru
Naga Jawa di Negeri Atap Langit Updated at: 4:25 PM
#66 13: Pecinta Tanpa Hati 4.5 5 Unknown September 6, 2014 LI pun menjawab dengan berurai air mata. "Sumpah yang kuikrarkan kepada langit akan kupenuhi meskipun jika harus mengorbankan hidupku. Bagaimana mungkin diriku berpikir tentang kekasih yang lain jika nasib baik telah memberi berkah agar menuntaskan impianku akan dikau dan menjadi tua bersama dikau saja? Janganlah hatimu meragukan meskipun hanya sekejap kesetiaanku yang abadi. Tinggallah di sini dan sabar menanti. Pada bulan kedelapan diriku pasti sudah tiba di Huachow, dan akan kukirimkan orang-orangku untuk menjemputmu kekasihku. Tidak akan terlalu lama masanya sampai kita saling merengkuh dan berpelukan lagi." LI pun menjawab dengan berurai air mata. "Sumpah yang kuikrarkan kepada langit akan kupenuhi meskipun jika harus mengorbankan hidupku...


No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan bijak