#67 Keculasan Selalu Dilengkapi Kegagalan

September 7, 2014   

SEMENTARA itu, Nona Lu, calon pengantin Li, juga tinggal di Chang'an. Li yang akhirnya berhasil mengumpulkan uang mahar untuk pernikahannya, kembali ke tempatnya bekerja sebagai kerani di Huachow, pada bulan keduabelas kembali meminta izin untuk menikah. Ia terpaksa berusaha memasuki Chang'an dengan menghindari kemungkinan bertemu siapa pun yang mengenalnya. Disewanya sebuah rumah di tempat sepi yang jauh dari tetangga.

"Tapi perbuatan culas selalu telah dilengkapi kegagalannya," ujar Ibu Pao menyela ceritanya sendiri.

Di Chang'an, Li ternyata memiliki saudara sepupu bernama Tsui, seseorang yang dikenal berbudaya dan sangat dihormati. Li suka minum bersama Tsui di rumah Giok dan rupa-rupanya hubungan Tsui dengan Giok sangat baik. Setiap kali Li berkirim kertas bertulisan yang disebut surat, Tsui menyampaikannya kepada Giok, yang selalu dibalas dengan pemberian berbagai hadiah dan diterima pula dengan suka cita.

Maka, ketika Li bermaksud datang diam-diam ke Chang'an demi perkawinannya itu, berita pun segera bocor ke telinga Giok.

Bahkan Ibu Pao tak mampu membahasakan apa yang dirasakan Giok.

Keharuan merebak di antara siapa pun yang mengenal Giok, ketika ia masih saja dengan lugu meminta kawan-kawannya mengusahakan agar Li datang ke rumahnya. Namun Li yang mengetahui dirinya sudah melanggar sumpah, dan mengetahui juga betapa Giok juga sakit keras bagaikan nyaris meninggal, mengeraskan hatinya dan menolak untuk bertemu dengan bekas kekasihnya itu.

Li menghindar dengan berbagai cara, pergi ke mana-mana, meninggalkan rumah pagi buta dan kembali lagi pada larut malam. Sementara Giok mengisak dengan penuh kepahitan, tanpa pernah makan dan tidur, dengan masih saja mengharapkan pertemuan, meski hanya untuk bercakap-cakap saja. Dari hari ke hari sakitnya semakin bertambah parah.

Perlakuan Li terhadap Giok pun beredar di kalangan atas dan terpelajar di Chang'an. Semua berpihak kepada Giok yang perasaan cintanya begitu mendalam dan mengutuk Li yang tidak memiliki hati.

Saat itu disebutkan sebagai bulan ketiga, dan penduduk Chang'an biasa keluar rumah untuk menikmati udara musim semi yang cerah. Li dan beberapa kawannya berkunjung ke Kuil Chung Ching untuk menengok bunga-bunga indah yang tumbuh di semak, berjalan-jalan di taman dan menggubah puisi untuk memperingati berkah itu.

Namun kawannya yang bernama Wei Hsia-ching berkata, "Dalam kesempurnaan alam dan keindahan cuaca seperti ini, tiada yang lebih menyedihkan bahwa Giok merana sendirian di biliknya. Hatimu pastilah terbuat dari batu untuk mencampakkannya tanpa penyesalan sama sekali, dan tidaklah jantan sama sekali dirimu berperilaku seperti ini. Kuminta pertimbangkanlah kembali sikapmu itu."

Li menjawab dan keduanya segera bertukar kata dengan cepat. Saat itulah seorang tak dikenal berjubah kuning dan membawa busur menyapa mereka. Ia tampak gagah dan ditemani seorang bocah dari Suku Hun. Ia menjura kepada Li dan menunjukkan bahwa ia mengenal Li sebagai Tuan Li Kesepuluh.

"Daku datang dari Guangdong," katanya, "dan daku terhubungkan dengan keluarga istana. Meskipun daku bukan seorang sarjana, daku mengagumi pembelajaran, dan telah mendengar pencapaian kecerdasan dikau. Daku bangga dapat mengenalmu. Gubukku yang sederhana tak jauh dari sini, dan dapat daku persembahkan bunyi-bunyian terindah untuk menghiburmu. Di dalamnya dikau juga dapat menjumpai gadis-gadis cantik maupun kuda yang serbategap di kandang. Dikau bisa mendapatkan semuanya jika sudi bertandang ke sana."

Kawan-kawan Li begitu bersemangat mendengar itu, dan Li terpaksa hanya mengikuti mereka yang sudah memacu kudanya. Tidak pernah diduganya bahwa setelah melewati berbagai belokan, ternyata mereka tiba di Jalan Sheng Yeh. Semula Li menolak untuk berjalan terus, tetapi orang asing berjubah kuning itu, sambil menyambar tali kekang kuda tunggangan Li, berkata jaraknya tidak jauh lagi. Dengan segera mereka berada di depan kediaman Giok. Sekali lagi pecinta tak berhati itu mau berbalik, tetapi ia tetap saja terseret dengan setengah paksa dalam cengkeraman tangan si pelayan Hun, masuk ke dalam meski gerbang masih tertutup.

"Tuan Li Kesepuluh telah tiba!" Bahkan ia berteriak pula.

Terdengar keributan para pelayan di dalam yang serabutan. (bersambung)
Posted by Agung Semeru
Naga Jawa di Negeri Atap Langit Updated at: 10:15 AM
#67 Keculasan Selalu Dilengkapi Kegagalan 4.5 5 Unknown September 7, 2014 SEMENTARA itu, Nona Lu, calon pengantin Li, juga tinggal di Chang'an. Li yang akhirnya berhasil mengumpulkan uang mahar untuk pernikahannya, kembali ke tempatnya bekerja sebagai kerani di Huachow, pada bulan keduabelas kembali meminta izin untuk menikah. Ia terpaksa berusaha memasuki Chang'an dengan menghindari kemungkinan bertemu siapa pun yang mengenalnya. Disewanya sebuah rumah di tempat sepi yang jauh dari tetangga. SEMENTARA itu, Nona Lu, calon pengantin Li, juga tinggal di Chang'an. Li yang akhirnya berhasil mengumpulkan uang mahar untuk pernikahan...


No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan bijak