"AKU tidak akan membiarkanmu mati supaya kamu rasakan kesakitan yang paling mungkin dari kehidupan ini sebelum mati."
Adakah ilmu penahan perginya nyawa? Aku tak tahu jika ilmu semacam itu ada, tetapi orang malang yang sudah tertumpah isi perutnya itu dengan kesakitannya yang amat parah menurut Yan Zi tak kan mati jika ia belum menginginkannya.
"Sekarang katakan, siapa yang kau sebut sebagai majikan itu!"
Namun jika memang benar Harimau Perang adalah majikannya, kesetiaannya kepada sang majikan haruslah dikatakan luar biasa. Dengan wajah menahan sakit yang teramat sangat, sampai nyawanya melayang tidak sepatah kata pun diucapkannya.
"Justru karena itu daku percaya bahwa mereka bagian dari perkumpulan rahasia," ujar Yan Zi.
Pendapat Yan Zi tidak terlalu berlebihan, karena memegang rahasia adalah keutamaan perkumpulan rahasia, termasuk juga pengawal rahasia istana maupun jaringan mata-mata. Aku teringat mendengar nama Harimau Perang terucap di tengah keriuhan. Semua ini seperti membenarkan keberadaannya di Kotaraja Chang'an. Ini membuat jantungku berdegup lebih cepat karena gairah yang meningkat. Bukankah alasan keberadaanku di Chang'an tiada lebih dan tiada kurang karena mengejar Harimau Perang? Betapapun belum dapat ditentukan bahwa keberadaannya merupakan suatu kepastian. Jika dalam kenyataannya Harimau Perang berada di Chang'an demi suatu kepentingan yang dirahasiakan, aku tidak berharap akan dapat menemukannya hanya secara kebetulan.
Namun cerita Yan Zi belum selesai.
Lorong semakin terasa sepi. Empat mayat bergelimpangan menjadi bagian kesunyian. Pendengarannya yang tajam mendengar jejak kaki pada genting rumah dari sesosok bayangan yang dengan ringan berkelebat menghilang. Yan Zi pun melenting ke atas genting dan segera memburu bayangan itu.
Yan Zi Si Walet menguasai ilmu meringankan tubuh dengan sangat baik, sehingga pergerakannya menjadi begitu cepat, amat sangat cepat, bagaikan tiada lagi yang bisa lebih cepat, tetapi bayangan yang dikejarnya ternyata melesat tak kalah cepat, sama juga bagaikan tiada lagi yang bisa lebih cepat.
Namun dengan kemampuannya yang begitu tinggi, bayangan yang berkelebat lebih cepat dari cepat itu tampaknya sama sekali tidak berminat mengadu ilmu, apalagi mengadu jiwa, karena memang terus-menerus melejit, berusaha keras melepaskan diri dari sergapan Yan Zi. Dari genting ke genting dari atap ke atap dari wuwungan ke wuwungan dua bayangan berkelebat dan berkejaran dari petak ke petak di Kotaraja Chang'an. Dalam remang senja, bayangan itu memiliki kesempatan terbaik untuk menghilang, sehingga Yan Zi dengan kecepatan luar biasa tinggi tak pernah berhenti mencegat dan menyudutkannya, memotong arah lesatannya.
Suatu kali mereka beradu telapak tangan, yang meletikkan suatu pijar, hanya untuk saling terpental jauh, tetapi lantas saling beradu kembali pada titik potong kejar-mengejar mereka, kali ini dengan senjata masing-masing. Maka, dalam keremangan senja kadang orang mendengar dentang dan melihat letik api dari senjata yang beradu, meski tidak bisa melihat pertarungan itu karena bahkan pandangan yang paling tajam pun, selama masih merupakan pandangan mata awam, tidak akan bisa menyaksikan betapa seringnya nyawa dipertaruhkan.
"Suara apa itu? Seperti suara pedang beradu di atas genting? Kulihat juga letik api!"
"Sudahlah, diamkan saja. Tidak ada apa-apa. Itu para pendekar saling kejar-mengejar dan berkelebat di atas genting. Kita tidak akan bisa melihatnya."
Semakin remang pertarungan itu semakin mengerikan, karena dalam kecepatan tinggi hanya diperlukan setitik kelemahan untuk mengubah peruntungan, untuk terus hidup atau mati saat itu juga.
Dalam remang Pedang Mata Cahaya untuk tangan kanan yang dipegang Yan Zi kurang dapat memanfaatkan cahaya yang merupakan kedahsyatannya. Namun itu tidak berarti bahayanya menjadi berkurang. Yan Zi menetak dan menebas bayangan dengan penuh ketepatan, dan hanya karena lawannya berilmu sangat tinggi saja, maka bukan hanya nyawanya masih dikandung badan, tetapi serangan balasannya tiada kurang-kurangnya membahayakan Yan Zi jua. Dalam kecepatan tingkat tertinggi, tempat pemikiran tidak dapat memutuskan lebih cepat dari gerakan pedang, tinggal kepekaan yang dapat diandalkan. Dalam keremangan, sampai beberapa kali Yan Zi mesti menjauhkan lehernya dari desisan menyambar, yang belum tentu sudah diketahuinya merupakan sambaran pedang. (bersambung)
#77 Pertarungan dalam Keremangan
September 17, 2014 - Posted by Unknown in Bagian 15
Posted by Agung Semeru
Naga Jawa di Negeri Atap Langit Updated at: 3:13 PM
#77 Pertarungan dalam Keremangan
4.5
5
Unknown
September 17, 2014
"AKU tidak akan membiarkanmu mati supaya kamu rasakan kesakitan yang paling mungkin dari kehidupan ini sebelum mati." Adakah ilmu penahan perginya nyawa? Aku tak tahu jika ilmu semacam itu ada, tetapi orang malang yang sudah tertumpah isi perutnya itu dengan kesakitannya yang amat parah menurut Yan Zi tak kan mati jika ia belum menginginkannya.
"AKU tidak akan membiarkanmu mati supaya kamu rasakan kesakitan yang paling mungkin dari kehidupan ini sebelum mati." Adakah ilm...
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan bijak