Keributan di luar tadi tampaknya tidak disadari sama sekali oleh orang-orang yang sudah mabuk di dalam ini.
Didudukkannya ibu parobaya yang tampaknya juga latah itu di tempat tidurku.
"Dengar Ibu! Kubebaskan dirimu dari totokan agar bisa berbicara! Tapi jangan berteriak seperti tadi! Mengerti?"
Perempuan utusan Ibu Pao itu mengangguk-angguk. Tangan Yan Zi bergerak ke lehernya, menotok kembali tempat yang tadi ditotoknya, tapi kali ini untuk membebaskannya. Perempuan itu langsung bisa berbicara dengan tersengal-sengal.
"Saya membawa pesan Ibu Pao," katanya, "Pesan itu harus digambar, dan gambar itu harus dihapus lagi."
Ibu Pao ternyata bukan sekadar baik hati, terutama baik hati kepada kami, tapi juga berdaya akal mencukupi agar pesan rahasianya bisa sampai, dalam keadaan yang gawat dan mendesak, sehingga tak bisa menunggu sampai esok hari.
"Ibu harus pergi mengiringi rombongan Maharaja dini hari sekali, jadi pesannya harus sampai malam ini, karena pengawal istana terbaik harus berada dekat Maharaja, termasuk para pengawal gudang penyimpanan senjata mestika."
Aku langsung mengerti duduk perkaranya. Menurut Ibu Pao kami mempunyai kesempatan yang baik untuk mencuri senjata mestika itu. Namun di manakah kami mesti mengambilnya?
"Dengan apa kita menggambar?" Yan Zi bertanya.
Aku tertegun. Perempuan utusan Ibu Pao itu menggambarkan di mana kami harus mengambil Pedang Mata Cahaya untuk tangan kiri, dengan cara yang tidak terduga sama sekali. Sun Tzu berkata:
ia yang tahu bagaimana bertarung
sesuai dengan kekuatan lawan akan menang 1
Tempat yang rumit digambarkan secara tidak biasa. Itulah yang kami hadapi sekarang, yang membuatku menyadari betapa tak mudah seandainya diriku menjadi anggota perkumpulan rahasia.
"Ibu Pao telah mendapat pesan secara rahasia dari anak asuhnya untuk menyampaikan pesan ini secara rahasia pula," ujar perempuan parobaya itu, kali ini dengan wajah sungguh-sungguh, seolah-olah sebelumnya ia hanya berpura-pura saja.
Ia mulai dengan menunjuk meja di dalam bilik itu.
"Kita anggap meja ini sebagai Istana Daming," katanya. "Jelas?"
Aku dan Yan Zi mengangguk, meski masih agak kabur dengan apa yang dimaksudnya.
"Kita sesuaikan saja dengan kedudukan kita sekarang," katanya lagi. "Di sana utara bukan?"
Kami mengangguk lagi.
"Berarti kita sepakati dahulu bahwa ini sisi utara," katanya lagi sambil menunjuk. "Ini sisi selatan, lantas sisi kiri adalah timur dan sisi kanan adalah barat. Paham?"
Cara bicaranya yang tegas membuat kami mengangguk seperti orang bodoh. Jika perempuan ini tadi memang hanya berpura-pura, jelas penyamarannya bagus sekali.
Lantas ia hanya menunjuk saja pada meja itu, kadang seperti menggambar dengan ujung jari, tetapi tentu tidak ada gambarnya. Aku mengerahkan daya tangkapku untuk mendapatkan gambaran tentang Istana Daming, terutama jalan rahasia untuk sampai ke tempat Pedang Mata Cahaya untuk tangan kiri itu disimpan.
"Perhatikan, kalian semestinya sudah tahu, terdapat lima gerbang di selatan. Penjagaan di gerbang-gerbang biasanya paling kuat, tetapi kini para pengawal istana terbaik disertakan dalam rombongan Maharaja, sehingga meskipun tetap dijaga pengawal istana pilihan, kini menjadi bagian paling lemah. Jadi kalian harus memasuki istana dari selatan, yang kelima gerbangnya dari timur ke barat masing-masing bernama Gerbang Xing An, Gerbang Jian Fu, Gerbang Dan Feng, Gerbang Wang Xian, dan Gerbang Ting Zheng. Bagaimana? Ada kesulitan?"
Sebetulnya aku susah menghafalkan nama-nama asli Negeri Atap Langit seperti itu. Jadi aku menghafalnya dalam bahasa yang kukenal dengan baik saja, yakni bahasa Jawa, yang artinya berturut-turut adalah Gerbang Kegembiraan dan Kebahagiaan, Gerbang Pendirian dan Kebahagiaan, Gerbang Burung Phoenix Merah, Gerbang Menuju Para Dewa, dan Gerbang Istana Pemerintahan.
"Gerbang Xing An yang paling timur hanya menuju gang sempit, karena itu biasanya tidak dijaga, dari sanalah kalian sebaiknya masuk, dan berusahalah untuk melompati tembok dan masuk ke tengah melalui Sungai Long Shou." (bersambung)
1 Melalui Martina Sprague, op.cit., h. 109.
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan bijak