YAN Zi Si Walet bagaikan dewi maut yang menari-nari mencabuti nyawa dengan Pedang Mata Cahaya.
"Awas!"
Kini para penyerbu itu bermunculan dari tembok, seperti sentuhan angin telah melahirkan manusia dari setiap batu bata. Kurasakan seribu ujung pedang mengancam tengkuk, sehingga dengan sendirinya terjelmalah Jurus Tanpa Bentuk menepuk seribu tengkuk yang pemiliknya memegang pedang. Namun mayat yang mana pun tiada sempat bergelimpangan karena disambar angin.
Bug!
Kulihat Yan Zi tersungkur karena depakan dari belakang, yang segera disusul seribu pedang memburu punggungnya, tetapi segera kukibaskan tangan yang membuat seribu tangan pemegang pedang itu menyala terbakar! Jurus Kibasan Api yang belum pernah kugunakan muncul dengan sendirinya sesuai ancaman yang harus diatasinya. Angin segera membawa api itu pergi meninggalkan suara terkekeh-kekeh.
"Hehehehehe, nama Pendekar Tanpa Nama ternyata sama sekali tidak kosong. Hehehehehehe!"
Angin bertiup semakin kencang dan membawa semakin banyak penyerang. Tampaknya saja begitu mudah kami mengatasi serangan seperti ini, tetapi yang berlangsung ini tidaklah semudah menceritakannya. Bukankah Pendekar Elang Merah yang selalu memenangkan pertarungan juga tewas oleh serangan licik dari belakang? Dalam dunia persilatan seseorang dituntut untuk selalu waspada, bahkan untuk selalu terjaga dalam tidurnya. Namun meskipun seseorang telah memenangkan seribu pertarungan, hanya dibutuhkan setitik kelengahan saja tempat jarum beracun dapat melesat melaluinya untuk mencabut nyawa.
Yan Zi berguling-guling di atas jalan berbatu sambil menggerakkan pedang untuk melindungi tubuhnya dari sambaran segala macam senjata. Suara logam beradu terdengar bagai tiada habis-habisnya. Dalam kelebat gerak serba tak terlihat, samar-samar dapat dijejaki gerak-gerak pembacokan yang sangat kejam. Aku berkelebat cepat melumpuhkan sebanyak mungkin orang yang datang dari balik angin bagaikan tiada habisnya. Aku masih bertahan tanpa senjata dan hanya mengandalkan totokan serta pukulan Telapak Darah jika keadaan memaksa. Setiap kali seseorang terlumpuhkan, angin langsung membawanya pergi. Tidak mungkinkah kutangkap salah seorang di antaranya dan memaksanya bicara? Aku sudah letih dengan berbagai macam serangan gelap yang setiap kali berhasil diatasi tetap tinggal sebagai rahasia.
Kudengar pedang Yan Zi memakan korban berkali-kali. Di tengah suara deru angin terdengar bunyi bacokan dan cipratan darah. Biasanya korban pedang Yan Zi jatuh dengan luka sayatan yang halus akibat ketajaman pedang mestika, meski darah segera bersimbah juga dari balik lukanya. Namun kali ini jumlah penyerbu yang banyak membuatnya tak sempat mengambil jarak, ibarat kata Yan Zi hanya sempat mengayunkan pedangnya ke kanan dan ke kiri yang setiap geraknya menelan korban.
Cras! Cras! Cras! Cras! Cras!
Hanya cipratan darah di tembok akan menandai peristiwa ini. Kuingat dulu Sepasang Naga dari Celah Kledung yang mengasuhku itu bercerita tentang sebuah jurus yang disebut Jurus Selimut Angin. Mereka berdua hanya menyebutkan bahwa jurus ini sudah jarang terdengar lagi dan jika masih ada pun terdapat di negeri-negeri bagian utara, yang tentu berarti utara dari Javadvipa.
Inikah Jurus Selimut Angin itu? Sembari berkelebat dan menangkis, nyaris tanpa sempat berpikir, tetap terpikir juga betapa jurus ini hanya semacam sihir. Suatu permainan bayangan yang meyakinkan, tetapi kemungkinan besar memang hanya bayangan, jika sejak tadi tak pernah kusaksikan tubuh terjatuh setelah dilumpuhkan, melainkan hilang lenyap dibawa angin yang masih terus-menerus. Kulirik pada tembok, cipratan darah itu masih ada, berarti darah yang nyata. Kuketahui betapa ilmu silat itu sering terungkapkan penggambarannya seperti ilmu surat, tetapi kini antara yang terlihat dan tersurat tidaklah terlalu berjarak, bahwa darah itu memang nyata tetapi Jurus Selimut Angin sungguh mirip sihir ketika sulit dipercaya sebagai nyata.
Sudah ratusan orang ditebas Yan Zi dan aku sudah tidak tahan lagi ketika mengandaikan bahwa mereka yang ditewaskan ini sekadar orang-orang suruhan. Kukirimkan pesan melalui Ilmu Bisikan Sukma kepada Yan Zi dan kuhilangkan berat badanku untuk sementara agar Jurus Selimut Angin menghisap dan menyedotku sampai kepada sumbernya.
"Hati-hati!"
Jawabnya melalui Ilmu Bisikan Sukma juga. Ia masih berguling di atas tanah menghindari bacokan dari segala arah. (bersambung)
#84 Permainan Bayangan yang Meyakinkan
September 24, 2014 - Posted by Unknown in Bagian 16
Posted by Agung Semeru
Naga Jawa di Negeri Atap Langit Updated at: 8:25 PM
#84 Permainan Bayangan yang Meyakinkan
4.5
5
Unknown
September 24, 2014
YAN Zi Si Walet bagaikan dewi maut yang menari-nari mencabuti nyawa dengan Pedang Mata Cahaya. "Awas!". "Hati-hati!" Jawabnya melalui Ilmu Bisikan Sukma juga. Ia masih berguling di atas tanah menghindari bacokan dari segala arah.
YAN Zi Si Walet bagaikan dewi maut yang menari-nari mencabuti nyawa dengan Pedang Mata Cahaya. "Awas!" Kini para penyerbu itu ...
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan bijak