SANGAT mungkin dianggapnya merupakan kesia-siaan, jika sudah berilmu tinggi tetapi tidak menjadi uang. Cara berpikir yang sama melahirkan para pembunuh bayaran, pemburu hadiah untuk menangkap penjahat, atau pencuri kitab ilmu silat rahasia untuk diperjualbelikan.
Sebetulnya menjadi petugas kerajaan merupakan bentuk pengabdian, tetapi karena makan dan minum dijamin, maka bagi yang sudah tidak mampu menanggung kemiskinan dalam pengelanaan menjadi pilihan yang cukup menggiurkan.
Kedua pendekar ini bagiku tak dapat dikatakan telah mencapai kematangan jiwa, tetapi tak berarti ilmu silatnya lantas menjadi dangkal pula. Para pengawal istana yang bangun dari Totokan Lupa Peristiwa langsung ternganga dengan pertarungan keduanya. Mereka tidak melihat gerakan apa pun kecuali angin yang berkesiur dari gerakan dan tenaga dalam yang melambarinya.
"Kelelawar Menyambar Buah Matang!"
"Cakar Kucing Menepuk Kepala Ular!"
Demikianlah bersama nama-nama jurus itu terdengar juga suara kelebat sayap kelelawar di antara raungan kucing dan kadang-kadang terdengar suara tubuh terpukul dan suara orang mengaduh.
Kuberi isyarat Yan Zi dan Kipas Maut agar mengikutiku. Dengan Ilmu Naga Berlari di Atas Langit tiada jejak yang kutinggalkan, karena menjejak pucuk rumputan, bahkan udara di atasnya pun sudah cukup bagiku untuk melesat dan berkelebat dalam. Yan Zi dan Kipas Sakti mengikutiku dengan cara yang sama. Dalam sekejap kami tiba di Balai Pengumuman Kebijakan yang sudah ditinggalkan Kucing Garang dari Tiantaishan tadi. Kami lihat sejumlah penjaga, dengan baju hangat mereka yang serbatebal, tidur berdesakan karena kedinginan. Aku sangat mengerti derita kedinginan itu, bahkan penduduk setempat saja tersiksa seperti itu, dan kukira hanya mereka yang mampu menghangatkan tubuhnya dengan tenaga dalam akan mampu menjalankan tugas mengawal istana seluas ini.
Kulihat di kejauhan limabelas pengawal masih menyaksikan, bahkan tampaknya mulai bertaruh, siapakah antara Kelelawar Putih dan Kucing Garang dari Tiantaishan yang akan menang, meskipun pertarungannya tak bisa mereka saksikan karena kecepatannya itu. Aku sempat berpikir betapa mudahnya menembus pertahanan istana ketika dari atas genting Balai Pengumuman Kebijakan terlihat sesosok tubuh berkelebat bagaikan terbang di udara menuju Balai Zi Chen atau Balai Peraduan Merah.
Aku tahu semestinya bisa melesat jauh lebih cepat sampai tak terlihat, tetapi rupanya ia merasa tenang, bahkan melayangnya seperti melakukan permainan, bersikap seperti pura-pura diterbangkan angin. Dengan ilmu setinggi itu aku tahu tiada seorang pun boleh bertindak gegabah. Dengan Ilmu Bisikan Sukma kukatakan kepada Yan Zi agar kami semua menggunakan ilmu bunglon. Artinya keberadaan kami sungguh-sungguh tersamarkan dari pandangan. Demikianlah tubuh, bahkan baju kami, mengikuti warna apa pun yang kami lewati, dan hanyalah kewaspadaan yang begitu tinggi akan menyadari keberadaan kami.
Balai Peraduan Merah disebutkan sebagai tempat penjagaan terketat, dan kami memang melihat penjagaan di sini sangat ketat dan berlapis-lapis. Tidak jelas siapa yang menjadi penyebabnya, tiba-tiba sebatang tombak melesat dan menancap di tempat Kipas Sakti. Kami semua terdiam. Apakah kami telah dipergoki? Pelempar tombak itu muncul di bawah lentera, melihat ke arah kami, mencari-cari tombaknya.
Lantas di belakangnya muncul seorang perempuan yang tampak merayu-rayunya sambil membawa gelas arak. Apakah ia seorang putri istana?
Dari pintu yang terbuka sebentar, tampak orang sedang berpesta, terdengar permainan kecapi dan orang tertawa-tawa. Pintu itu segera tertutup lagi. Tinggal mereka berdua.
"Janganlah dikau marah, orang-orang itu sedang mabuk semua, makanya kujauhkan dirimu dari mereka," kata perempuan itu.
"Bangsawan! Mereka pikir kalau sudah berdarah biru mereka boleh berbicara sesuka hatinya!"
"Tenanglah, Kakak, mereka sangat membutuhkan dirimu!"
"Aku bisa mengerti sekarang, jika ada panglima pasukan menolak perintah istana bahkan memberontak dan mengambil alih kekuasaan."
Perempuan itu, setelah minum lagi dari gelas dan mempersilakan orang yang mencari-cari tombaknya menenggak sisanya, berusaha membuat lelaki itu tenang, mengurut punggung dan memeluknya dari belakang.
"Hati-hatilah bicara Kakak, kita berada di dalam lingkungan istana yang menabukan banyak perkara. Salah bicara kepala akan tergantung di pintu gerbang."
Apakah yang harus kami lakukan? Dalam ketegangan seperti ini detik-detik serasa terlalu panjang.... (bersambung)
#101 Detik-Detik yang Terlalu Panjang...
October 11, 2014 - Posted by Unknown in Bagian 19
Posted by Agung Semeru
Naga Jawa di Negeri Atap Langit Updated at: 9:23 PM
#101 Detik-Detik yang Terlalu Panjang...
4.5
5
Unknown
October 11, 2014
Kuberi isyarat Yan Zi dan Kipas Maut agar mengikutiku. Dengan Ilmu Naga Berlari di Atas Langit tiada jejak yang kutinggalkan, karena menjejak pucuk rumputan, bahkan udara di atasnya pun sudah cukup bagiku untuk melesat dan berkelebat dalam.
SANGAT mungkin dianggapnya merupakan kesia-siaan, jika sudah berilmu tinggi tetapi tidak menjadi uang. Cara berpikir yang sama melahirkan pa...
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan bijak