"Jika memang begitu tentu bagus sekali Kakak, tetapi Golongan Murni ini mengarahkan pembasmiannya juga kepada warga maupun bangsawan Wangsa Tang yang tidak menyetujui bahwa kita orang-orang Negeri Atap Langit adalah bangsa termulia di atas bumi."
"Kami yang mempertaruhkan nyawa setiap saat di perbatasan saja tidak pernah berpikir seperti itu. Meskipun berhadapan sebagai lawan di medan tempur, kami sangat menghormati para prajurit yang menjadi musuh kami. Pemikiran para pendukung Golongan Murni itu bodoh sekali!"
"Tapi banyak orang mengikuti..."
"Uang! Uang! Itulah soalnya. Golongan Murni didukung para hartawan yang memanfaatkan pemikiran seperti itu demi keuntungan diri sendiri."
"Benarkah begitu Kakak? Tidakkah tujuannya mulia?"
"Mulia? Cuih!"
Orang ini meludah begitu kuat, sehingga lagi-lagi nyaris mengenai Kipas Sakti jika ia tidak segera mengundurkan kepalanya ke belakang.
Kami tidak bisa bergerak dan tidak bisa pergi ke mana pun jika keduanya masih bercakap-cakap di situ. Kami juga tidak bisa sembarang berkelebat karena tidak terlalu yakin apakah prajurit yang selalu bertugas di perbatasan itu tidak akan mengetahuinya. Jika angin bertiup lebih kencang dan keduanya masuk ruangan, tentu kupertimbangkan untuk berkelebat pergi, tapi tidak sekarang ini, ketika kami tepat berada di bawah hidung mereka!
Waktu terasa begitu lama. Kami menahan napas. Namun setelah bicara kian kemari mereka kembali membicarakan pedang itu.
"Jadi kapan kiranya Kakak mulai bertugas menjaga pedang mestika keluarga Yan Guifei?"
"Mulai besok," jawab pengawal yang didatangkan dari perbatasan itu. "Kami semua duabelas orang akan mulai berjaga besok malam. Sekarang marilah kita masuk, aku harus berpamitan kepada pangeran bodoh itu selagi aku masih mampu menahan diri."
"Ah, Kakak, begitu cepat, bolehkah kutemui Kakak besok ketika bertugas?"
Mereka berjalan masuk sambil berangkulan, tetapi masih sempat kami dengar jawabannya.
"Aku akan sangat senang jika kamu menemuiku Adik, tetapi sampai saat ini pun kami tidak tahu di mana pedang itu disimpan."
Mereka hilang memasuki ruangan yang ketika terbuka pintunya terdengar suara orang tertawa-tawa.
Kami bertiga saling berpandangan. Jika yang akan resmi bertugas pun belum tahu di mana pedang yang harus mereka jaga itu disimpan, apakah akan ada jaminan bahwa kami pasti akan mengetahuinya nanti? Sun Tzu berkata:
adalah ketentuan perang
untuk tidak mengandaikan
musuh tak akan datang,
meski lebih baik mengandalkan
kesiapan seseorang
untuk menghadapinya. 1
Angin mendadak bertiup lebih kencang. Saat terbaik untuk melesat kembali, meninggalkan Balai Peraduan Merah dan segera menuju Anjungan Qing Hui atau Anjungan Cahaya Matahari yang Cerah.
Seperti yang telah begitu lama tersiksa oleh perasaan tertekan, Yan Zi dan Kipas Sakti siap untuk segera berkelebat. Namun kuangkat tanganku untuk menahan mereka, karena dengan Ilmu Mendengar Semut Berbisik di Dalam Liang telah kudengar sesuatu.
Tiga ketukan singkat bagaikan tiga tahun, tetapi yang kudengar lewat juga. Sepasang pendekar tampak berjalan-jalan di udara sambil bergandengan tangan. Hanya mereka yang ilmu meringankan tubuhnya sempurna bisa berjalan-jalan di udara seperti itu. Kuharap saja gandengan tangan mesra seperti itu bisa mengurangi kewaspadaannya.
Kuberi tanda kepada kawan-kawanku agar tetap memasang ilmu bunglon, agar jika berada di dekat tembok kami tampak sewarna dengan tembok, di dekat pohon tampak sewarna dengan pohon, di antara semak-semak tampak sewarna dengan semak-semak.
"Sepasang Rubah dari Sungai Kuning," bisik Kipas Sakti.
Dari Elang Merah pernah kudengar cerita tentang sepasang jagoan golongan hitam itu, yang terkenal sangat kejam sebagai kepala para perompak sungai di sepanjang Sungai Kuning, terutama di bagian wilayah Hebei. Salah satu cirinya adalah kekejaman itu sendiri. Korban mereka tak pernah cukup hanya dirampok dan dijarah, tetapi juga diperkosa, dibunuh, dan perahunya dibakar.
Mereka yang selamat hanyalah para pedagang yang masih mampu menyisihkan uang untuk menyewa pengawal perjalanan, itu pun akan mengalami nasib yang sama jika para pengawal bisa dikalahkan, terutama jika Sepasang Rubah dari Sungai Kuning itu turun sendiri dalam perampokan. (bersambung)
1. Martina Sprague, Lessons in The Art of War: Martial Strategies for the Successful Fighter (2011), h. 53.
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan bijak