#108 Rahasia Bunga Emas

October 18, 2014   

DIKISAHKAN, jika para perompak menyerbu dengan perahu-perahu kecil yang lincah, atau berenang seperti lumba-lumba dengan menggigit pisau pada mulutnya, maka sepasang pemimpin mereka cukup berlari dengan langkah-langkah lebar di atas air untuk menuju perahu-perahu yang akan mereka rampok tersebut.

Satu-satunya hal yang tidak seperti kekejaman hanyalah perasaan cinta di antara pasangan golongan hitam itu. Tampak betapa keduanya sungguh saling mencintai dan tampak mesra setiap hari, meski ini tentu kehilangan arti di depan korban-korban yang bergeletakan dan bersimbah darah, yang segera akan menjadi arang dan tenggelam bersama perahu yang terbakar.

Sepasang Rubah dari Sungai Kuning itu bergandengan tangan seperti menunggang angin, menghilang ditelan kegelapan malam. Mengapa musuh negara ini berada di sini untuk bekerja bagi negara? Bukan hanya musuh negara, Sepasang Rubah adalah musuh rakyat, dengan perbuatan mereka yang begitu kejam terhadap para korban, yang seperti tak cukup kehilangan harta benda saja dalam perampokan, melainkan juga jiwa yang harus melayang melalui penyiksaan.

Tidakkah para Pengawal Burung Emas harus segera menangkapnya? Mengapakah istana harus menjual jiwa kepada setan demi menjaga diri mereka dari penyusupan? Ke manakah para pengawal rahasia istana, yang diketahui berilmu sangat tinggi dan lebih dapat dijamin kesetiaannya dalam pengabdian? Istana yang seharusnya menjadi contoh kepemimpinan dalam kecendekiaan dan kerohanian, mengapa sampai membutuhkan golongan hitam? Tidak dapat diingkari bahwa siasat seperti Gunakan Maling untuk Menangkap Maling tak terlalu keliru, tetapi menurut pendapatku istana bukanlah tempat segala sesuatunya bisa disesuaikan. Harus ada nilai menjulang yang sampai istana itu hancur lebur pun tetap dipertahankan. Dalam ajaran Rahasia Bunga Emas dikatakan:

tanpa awal,
tanpa akhir
tanpa masa lalu,
tanpa masa depan
cahaya melingkari
dunia hukum
kita saling melupakan,
tenang dan murni
bersamaan, berdaya
kekosongan diterangi
cahaya hati dan langit
air laut lembut
dan mencerminkan
bulan di permukaan
mega-mega lenyap
di langit biru
gunung-gemunung
bercahaya
kesadaran kembali
ke perenungan
lingkar bulan
tinggal sendirian 1

Angin berhembus kencang. Untuk sejenak aku ragu. Benarkah mereka tidak mengetahui keberadaan kami? Sesungguhnyalah aku tidak dapat mempercayai jika Istana Daming tampak terlalu mudah disusupi.

Namun aku juga tidak melihat alasan untuk berhenti di sana. Maka kami pun melanjutkan langkah ke arah Anjungan Cahaya Matahari yang Cerah. Melihat Balai Peng Lai atau Balai Pengadilan di sebelah barat dan Balai Zhu Jing atau Balai Kaca Mutiara di sebelah timur, kami belum lupa petunjuk utusan Ibu Pao bahwa meskipun maharaja berada di istana penjagaan di sini akan tetap ketat. Aku masih ingat kata-katanya bahwa setiap malam cara penjagaannya akan berubah-ubah, yang bagi kami sebetulnya tak berarti karena cara penjagaan yang mana pun belum kami ketahui.

Kini kami sudah berada di sisi selatan Anjungan Cahaya Matahari yang cerah. Di sinilah, menurut utusan Ibu Pao, seseorang akan menemui kami. Angin kembali menjadi kencang, dan udara yang sangat dingin menuntut kami menghangatkan tubuh dengan tenaga dalam.

Aku tidak merasa tenang dengan angin yang menderu-deru itu. Di satu pihak memang dapat menutupi pergerakan kami, tapi di lain pihak dapat menutupi pergerakan siapa pun seandainya ada yang membuntuti kami.

Inilah keadaan yang sangat menentukan. Apakah akan ada seseorang yang menemui kami, dan memang benar berbaik hati untuk menunjukkan tempat penyimpanan Pedang Mata Cahaya untuk tangan kiri; ataukah tiada seorang pun yang akan muncul sehingga kami hanya kebingungan di sini.

Kupejamkan mataku dan tertataplah dalam keterpejamanku itu sekitar seratus langkah kaki!

Aku menoleh ke belakang dan..... terlambat!

Bukan hanya seratus orang telah mengepung kami dalam berlapis-lapis lingkaran yang ketat sekali, tetapi bahwa pada lapis terdepan itu tampak Kipas Sakti diapit Sepasang Rubah dari Sungai Kuning, dengan pedang masing-masing di depan dan di belakang lehernya.

"Heheheheh! Menyerahlah jika tidak ingin melihat kepala yang indah ini menggelinding!"

Ini diucapkan Si Rubah Jantan. Aku tidak berani gegabah, karena dengan pedang di depan dan di belakang batang leher seperti itu, Kipas Sakti tidak mungkin lagi menghindar. (bersambung)


1 Dari T'ai I Chun Hua Tsung Chih melalui terjemahan Richard Wilhelm, The Secret of the Golden Flower (1962), h. 77-8.
Posted by Agung Semeru
Naga Jawa di Negeri Atap Langit Updated at: 10:20 PM
#108 Rahasia Bunga Emas 4.5 5 Unknown October 18, 2014 Dalam ajaran Rahasia Bunga Emas dikatakan: tanpa awal, tanpa akhir tanpa masa lalu, tanpa masa depan cahaya melingkari dunia hukum kita saling melupakan, tenang dan murni bersamaan, berdaya kekosongan diterangi cahaya hati dan langit air laut lembut dan mencerminkan bulan di permukaan mega-mega lenyap di langit biru gunung-gemunung bercahaya kesadaran kembali ke perenungan lingkar bulan tinggal sendirian DIKISAHKAN, jika para perompak menyerbu dengan perahu-perahu kecil yang lincah, atau berenang seperti lumba-lumba dengan menggigit pisau pad...


No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan bijak