#109 Golongan Hitam Mengawal Istana

October 19, 2014   

DENGAN sedikit gerakan saja dari keduanya, kepala Kipas Sakti akan lepas dari batang lehernya. Mengingat kemampuan untuk bertindak kejam yang pernah kudengar tentang Sepasang Rubah itu, aku pun diam saja ketika salah seorang datang mengikat kedua tanganku ke belakang.

"Jangan melawan," bisikku kepada Yan Zi Si Walet dengan Ilmu Bisikan Sukma.

Sebuah tangan menjulur ke arah Pedang Mata Cahaya untuk tangan kanan di punggung Yan Zi. Kutahu betapa bagi Yan Zi tentu ini seperti menyerahkan nyawa. Namun aku sungguh harus menghargainya karena Yan Zi ternyata mengikuti kata-kataku. Apabila selama ini hampir semua kata-kataku selalu disanggahnya lebih dulu, meskipun akhirnya tetap menurut, aku sungguh merasa terbantu, karena dalam keadaan seperti ini Yan Zi tidak menjadikan dirinya masalah bagiku.

Namun keadaan tidak menjadi lebih mudah diatasi. Jika kepala Kipas Sakti menggelinding di atas tanah, apa yang harus kukatakan kepada Yang Mulia Paduka Bayang-Bayang meski dirinya tidak pernah memperlihatkan diri? Meskipun terlibatnya Kipas Sakti dalam penyusupan tidak pernah menjadi bagian kesepakatan sama sekali.

"Pedang ini seperti pedang mainan," kata seseorang yang rambutnya sudah putih semua, tetapi tampak gagah perkasa, meski busananya lebih mirip petani desa, yang seperti akan mengeluarkan Pedang Mata Cahaya dari sarungnya.

Aku dan Yan Zi bertatapan. Orang itu menatap kami berganti-ganti. Ia tidak jadi mencabutnya.

"Aku masih memiliki rasa hormat terhadap para penyoren pedang," katanya, dan menyerahkan pedang kepada seorang pengawal istana, "tetapi seorang pencuri akan tetap diperlakukan sebagai pencuri."

Ia masih membawa pedang itu. Ia tidak tahu betapa sikapnya itu telah menyelamatkan jiwanya dari maut, karena dengan pantulan cahaya paling lemah sekalipun, Pedang Mata Cahaya tetap bisa membunuh.

"Jagal Maut dengan senang hati akan mencacah-cacah para pencuri, memotong tangan dan kakinya, dan memenggal kepalanya untuk hiasan gerbang kota," ujarnya.

Kuingat kepala yang kadang tergantung di gerbang kota. Kadang di utara, kadang di selatan. Sebetulnya kepada pemberontak atau pembangkanglah hal itu akan dilakukan, sebagai peringatan bagi siapa pun yang mempunyai niat dan pikiran yang sama. Namun apabila kecenderungan untuk memberontak atau membangkang kemudian memang menyurut, penguasa terus mencari sasaran baru untuk menegakkan wibawa Wangsa Tang. Maka para pencuri dan penjahat kambuhan, yang mencuri dan merampok hanya untuk makan, dianggap sama besar kesalahannya dengan memberontak dan membangkang.

Tetapi mengapa pasukan pengawal istana ini sendiri penuh dengan orang-orang golongan hitam?

Angin bertiup kencang sekali. Kulihat bayangan berkelebat dan menghilang. Kukira hanya dirikulah yang mengetahuinya. Namun tiada dapat kupastikan dirinya kawan atau lawan.

Orang yang menyebut dirinya Jagal Maut itu mendekat dan menatap wajahku dengan tajam. Kulihat juga senjata kapaknya tergantung di pinggang kiri.

"Hmmh! Orang asing...," ujarnya, "memang kalian cuma bisa menjadi maling di negeri ini. Kamu beruntung bukan Golongan Murni yang memergoki dirimu di sini. Jika tahu kamu bisa mereka cincang."

Jika bukan karena kepala Kipas Sakti menjadi sandera, melumpuhkan Jagal Maut semudah membalik telapak tangan. Meski demikian aku harus memperhitungkan lapis pengepungan yang tidak dapat dipandang sebelah mata. Siasat pengepungan ini digunakan untuk mengecoh dan menjerat lawan, yang kemungkinan harus ditangkap untuk mendapat keterangan, seperti misalnya seorang perwira di pihak lawan. Perhitungan lain tentu saja Yan Zi yang kini tak bersenjata, dan sekali lagi apa yang akan terjadi dengan Kipas Sakti, jika aku tidak mengikuti saja apa yang mereka kehendaki.

Mata Yan Zi menatap Kipas Sakti dengan geram. Jika Kipas Sakti tidak memaksakan diri untuk ikut, sangat mungkin bagi kami untuk meloloskan diri dan berkelebat pergi sebelum diketahui apa sebenarnya maksud kami. Bahkan kami sebetulnya bisa menghilang sambil memberi kesan memang hanya bermaksud mencuri.

Apakah aku salah menduga tentang kemampuan Kipas Sakti? Mengapa begitu mudah lehernya berada di antara dua pedang Sepasang Rubah dari Sungai Kuning itu? Namun aku tidak sempat berpikir panjang karena aku teringat seseorang yang seharusnya menyambut kami itu. (bersambung)
Posted by Agung Semeru
Naga Jawa di Negeri Atap Langit Updated at: 7:22 PM
#109 Golongan Hitam Mengawal Istana 4.5 5 Unknown October 19, 2014 "Pedang ini seperti pedang mainan," kata seseorang yang rambutnya sudah putih semua, tetapi tampak gagah perkasa, meski busananya lebih mirip petani desa, yang seperti akan mengeluarkan Pedang Mata Cahaya dari sarungnya. DENGAN sedikit gerakan saja dari keduanya, kepala Kipas Sakti akan lepas dari batang lehernya. Mengingat kemampuan untuk bertindak kejam yan...


No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan bijak