PUTRI Anggrek Merah itu seperti apakah orangnya? Sungguh aku penasaran dengan suaranya yang mendayu-dayu. Namun aku tentu harus lebih penasaran dengan akhir ceritanya itu.
"Mereka memang menyimpannya di gedung itu, dan untuk itu sebuah perahu telah disiapkan. Kudengar percakapan mereka."
'Mengapa kecil sekali perahu untuk mengangkut barang seberat ini?'
'Bagaimana kami tahu peti dengan ukuran seperti itu bisa berat sekali! Kami sesuaikan perahu ini dengan ukuran panjang dan luas peti yang diberitahukan kepada kami. Lagipula tidak ada perahu yang lebih besar lagi! Kolam ini hanya tempat maharaja beristirahat dan bersenang-senang, hanya perahu tempat maharaja bercengkerama dengan selir-selir atau simpanannya.'
'Kadang selir-selir itu bahkan menyanyi di atas perahu itu, meskipun suaranya jelek sekali, sampai mengganggu orang tidur saja!'
Kudengar helaan napas pada kalimat yang terakhir itu. Siapakah Putri Anggrek Merah?
Dia tampak kesal sendiri. Kami hanya bisa menunggu.
"Begitulah rupanya orang-orang kebiri yang bodoh itu tetap memaksakan diri memuatkan peti yang katanya berisi senjata mestika itu ke sebuah perahu yang biasanya digunakan maharaja mendengarkan selir-selir atau simpanannya menyanyi.
"Kudengar dayung menyibak air beberapa kali sampai tak terdengar suaranya. Padahal seharusnya suaranya makin lama makin menjauh bukan? Karena tidak kudengar suaranya, aku pun menengoknya lagi. Ternyata sebuah sampan kecil yang ditumpangi dua orang lain telah mencegat dan menghentikannya. Semua perahu yang menuju ke pulau kecil di kolam itu dipercayakan hanya kepada orang-orang kebiri, bahkan pengawal istana pun hanya diperkenankan menjaga di tepi kolam. Tapi malam ini tidak akan begitu ketat karena maharaja keluar istana untuk perburuan musim semi, dan hanya pengawal istana yang boleh berada antara dua sampai tiga lapis di sekitarnya."
"Aku melihat dua orang berseragam pelayan kebiri lain dari sampan yang mencegat itu meloncat ke perahu yang membawa peti. Mereka tampak tidak menguasai ilmu meringankan tubuh, dan tampaknya berusaha keras merebut peti, yang sebetulnya karena sangat berat maka tidak akan mungkin. Namun mereka ternyata berhasil membunuh pelayan-pelayan kebiri lain yang berada di perahu itu. Tidak jelas bagaimana mayat-mayat mereka disembunyikan, pada hari berikutnya tidak terdapat kabar apa pun mengenai mayat-mayat itu."
Aku dan Yan Zi berada dalam sikap yang tidak memungkinkan untuk saling berpandangan, tetapi kami tetap saling melihat dengan sudut mata kami masing-masing. Yan Zi tentu gelisah dengan nasib Pedang Mata Cahaya untuk tangan kiri itu, dan sebetulnya aku pun begitu, tetapi kami harus menjaga diri agar keterangan penting yang telah berbulan-bulan kami cari, dan kini sudah begitu dekat, tidak menjauh kembali.
Putri Anggrek Merah berhenti bicara, dari balik layar pingfeng tampak bayangan seorang perempuan pelayan memberikan cawan minuman, lantas bayangan itu mengabur dan menghilang.
"Mereka yang berusaha merebut peti itu lantas berusaha sekuat tenaga memindahkannya ke atas sampan, karena perahu yang biasa dipergunakan maharaja hanya bisa berlabuh pada dermaga, sedangkan dermaga di pulau maupun di tepi danau dijaga oleh pengawal istana. Namun mereka rupanya tidak mengira jika bebannya akan seberat itu, sehingga ketika dengan susah payah mereka nyaris berhasil memindahkannya, peti itu meluncur begitu saja menimpa dada penerimanya, yang terdorong jatuh ke bagian belakang sampan dengan peti itu masih berada di atas dadanya, sampai bagian depan sampan itu naik dan ..."
Kulihat bayangan Putri Anggrek Merah itu mendadak saja mengibaskan lengan ke atas, dan jatuhlah suatu bayangan hitam dari atas langit-langit, yang begitu jatuh berdebam menghancurkan sebuah guci di hadapannya, langsung ditebas lehernya sampai kulihat bayangan kepala lepas dari batang lehernya yang memancurkan darah.
Belum sempat kupikirkan dari mana Putri Anggrek Merah mengambil pedang yang kini dipegangnya, di belakang kami tiba-tiba saja sudah terdengar pintu didobrak dan Sepasang Rubah dari Sungai merangsek diriku dan Yan Zi, sementara Kipas Maut menghadapi seseorang berambut panjang bersenjata dua pedang lengkung yang dalam sekejap kuketahui berilmu sangat tinggi.
Dalam sekali putaran, secara berturut-turut kedua pedang lengkung itu memapas dada dan perut Kipas Maut yang belum sempat menggunakan kipas besinya. (bersambung)
#116 Peristiwa di Kolam Taiye
October 26, 2014 - Posted by Unknown in Bagian 23
Posted by Agung Semeru
Naga Jawa di Negeri Atap Langit Updated at: 1:57 PM
#116 Peristiwa di Kolam Taiye
4.5
5
Unknown
October 26, 2014
PUTRI Anggrek Merah itu seperti apakah orangnya? Sungguh aku penasaran dengan suaranya yang mendayu-dayu. Namun aku tentu harus lebih penasaran dengan akhir ceritanya itu.
PUTRI Anggrek Merah itu seperti apakah orangnya? Sungguh aku penasaran dengan suaranya yang mendayu-dayu. Namun aku tentu harus lebih penasa...
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan bijak