Aku telah berpikir untuk segera menggunakan Jurus Tanpa Bentuk ketika terdengar Yan Zi memanggilku dengan Ilmu Bisikan Sukma.
"Kemarilah!"
Perhatianku terpecah sejenak, dan saat itulah lawan yang kuhadapi menghilang, dan tak akan kukejar karena Yan Zi tak mungkin memanggilku jika tidak terdapat sesuatu yang mendesak.
Putri Anggrek Merah, perempuan Negeri Atap Langit terindah yang pernah kusaksikan, memandangku dengan sedih di pangkuan Yan Zi.
"Aku telah mendengar tentang seorang pendekar yang tidak mempunyai nama dan hari ini aku telah berjumpa dengannya, tetapi diriku tidak beruntung dapat mengetahui serba-sedikit dari rahasia Jurus Tanpa Bentuk. Terima kasih telah membantu Yan Zi Si Walet dan teruslah membantunya. Keluarganya adalah keluargaku juga. Pedang Mata Cahaya untuk tangan kiri itu berada di dasar Kolam Taiye sekarang. Sayang sekali ilmu silat orang bersenjata sepasang pedang panjang melengkung itu terlalu tinggi bagiku, Yan Zi..."
Yan Zi memegang tangannya, dan mendekat. Putri Anggrek Merah seperti mengucapkan sesuatu. Dalam kegelapan dan ketegangan tidak ada sesuatu yang seperti dapat kupastikan. Namun kukira Putri Anggrek Merah telah disambut para leluhurnya di langit.
Kong Fuzi berkata:
Ketika seekor burung akan mati, suaranya penuh duka
Ketika mendekati kematian, kata-kata manusia itu baik 1
Putri Anggrek Merah yang sungguh dapat kukatakan cantik jelita tiada tara itu betapa cepat pergi. Kukira usianya belum 30. Apakah yang disampaikannya kepada Yan Zi? Suasana kacau balau. Ruangan porak poranda. Namun sisa para perempuan pengawal berbusana serbamerah yang tiada kurang pula keserba-indahannya meski jelas diselimuti duka, tetap tenang dan berusaha menguasai keadaan.
"Sebaiknya pendekar berdua segera meninggalkan gedung ini," kata salah seorang pengawal yang segera mengambil alih kepemimpinan di tempat itu, "kami akan mengatakan hanya Kipas Maut masuk kemari."
Apa kiranya yang dicari para penyerbu itu? Tidakkah mereka seharusnya bersama-sama mengawal istana? Peristiwa ini jelas menunjukkan terdapatnya perpecahan. Bukan saja golongan hitam tidak semestinya dipanggil masuk ke dalam istana dan diandaikan mampu melakukan pengawalan terencana pula, melainkan dalam kenyataannya mereka telah menyerbu Balai Anggrek Merah dan membunuh penghuninya pula.
Siapakah pendekar bersenjata dua pedang panjang melengkung berambut panjang yang caranya memegang pedang sangat aneh itu, yakni seperti cara memegang pedang jika mau menancapkan di tanah agar bisa berdiri? Caranya memutar tubuh dengan kedua pedang itu pada sisi luar badannya akan selalu membuat tubuh lawan tersayat dan tergurat panjang dengan luka yang dalam dan diperdalam karena berasal dari dua pedang berturutan.
Ketika bertukar pukulan, dalam arti pukulan masing-masing saling tertangkis dengan sangat amat cepat, saat meluncur di lantai karena terpeleset genangan darah, aku sama sekali tidak bisa melihat wajahnya. Bukan sekadar karena ruangan yang telah menjadi gelap, tetapi juga kukira sebagian dari rambutnya yang panjang menutupi wajahnya.
Ciri dua pedang panjang melengkung, rambut panjang, dan tubuhnya yang tinggi besar, serta bisa ditambahkan cara berbusana yang tidak terlalu sama dengan kebanyakan orang, yang membuat bahunya tampak lebar dan perkasa, adalah ciri dari seseorang yang selama ini kami duga dengan kuat sebagai Harimau Perang.
Bukankah tidak terlalu mudah hidup tanpa kepastian?
Di luar Balai Anggrek Merah baru kusadari keberadaan Kolam Taiye, yang sebenarnya tidak terlalu dekat juga dengan Balai Anggrek Merah itu. Jika Putri Anggrek Merah berada dalam ruangan, dan mendengar serta melihat apa yang telah diceritakan sebagai diketahuinya, tidak adakah yang mungkin luput atau salah didengarnya?
Namun dari tangga teratas itu terlihat dengan jelas para pengawal istana telah mengepung Balai Anggrek Merah dalam suatu tata pengepungan yang menggetarkan. Terdengar suara yang berwibawa dari baris terdepan.
"Hanya mereka yang siap untuk mati akan berani menumpahkan darah di Istana Daming, tetapi sebagai pembunuh Putri Anggrek Merah, jangan harap kalian akan mendapatkan kematian yang membebaskan diri kalian dari penderitaan." (bersambung)
1 Melalui Minick, ibid., h. 137.
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan bijak