Pertarungan antara para pengawal masih berlangsung seru. Dalam kegelapan, di atas wuwungan, dapat kurasakan Yan Zi mengernyitkan keningnya.
"Jika bukan Harimau Perang yang membunuh Putri Anggrek Merah, siapa manusia tinggi besar bersenjata dua pedang melengkung dengan rambut panjang yang membunuhnya?"
"Sampai hari ini kita belum pernah mengenali dengan pasti seperti apa ujud Harimau Perang itu seutuhnya. Tampaknya memang Harimau Perang unggul dalam permainan kerahasiaan, aku tak berani memastikan apa pun."
Yan Zi belum menanggapi, aku meneruskan.
"Antara membunuh Putri Anggrek Merah dan datang bersama Sepasang Rubah dari Sungai Kuning, serta berada di pihak pengawal istana yang memusuhi golongan hitam, memang dua tindakan yang bertentangan. Jika Kipas Maut tidak terlalu cepat membebaskan kita tadi, perkembangannya belum tentu seperti ini."
"Apa yang harus kita lakukan sekarang?"
"Tetap seperti tujuan kita semula, mencari di mana pedang itu."
"Di dasar kolam?"
"Cuma itu yang kita tahu sekarang."
"Sekarang atau besok?"
Aku tidak dapat segera menjawab. Melalui perantaraan Kipas Sakti, pedang itu hanya untuk diketahui tempatnya malam ini, dan diambil ketika serangan untuk mengalihkan perhatian berlangsung besok. Namun Kipas Sakti ternyata hanyalah nama gadungan bagi Kipas Maut. Seberapa jauh Kipas Sakti yang telah dibunuh Kipas Maut itu dapat dianggap mewakili Yang Mulia Paduka Bayang-Bayang?
Kuingat kata-kata Kipas Maut bahwa murid yang berkhianat itu bergabung dengan Yang Mulia Paduka Bayang-Bayang hanyalah demi keuntungan dirinya sendiri saja. Namun justru karena itu masuk akal jika Kipas Sakti mesti menjalankan peran dengan sempurna, dan itu berarti tugasnya sebagai matarantai rahasia dilakukannya. Hanya setiap kali kedoknya hampir terbuka ia membungkam dengan segala cara.
Barangkali saja Kaki Angin memang membuntuti kami, karena pengintaian Istana Daming dari puncak Kuil Pagoda Angsa itu tidak diatur bersama jaringan Yang Mulia Paduka Bayang-Bayang, yang memberi kesempatan bagi Kipas Sakti untuk menjebaknya. Kaki Angin memang membuntutiku tetapi besar kemungkinan Kipas Sakti juga membuntutinya, bahkan bisa saja sengaja membuatnya tepergok olehku dengan cara yang belum kuketahui, sehingga terbunuh olehku. Rasanya aku semakin terbiasa dengan cara para mata-mata ini bekerja.
Kipas Sakti tidak mungkin bergerak leluasa selama Kaki Angin mengetahui kehadirannya, sehingga harus disingkirkan. Kemungkinan besar Kipas Sakti pun mendengar ucapan terakhir Kaki Angin yang menyebut nama Harimau Perang, sehingga dengan nama itu ia bisa mengarang cerita tentang Kaki Angin. Sungguh licin! Namun tidaklah pernah diduganya bahwa Kipas Maut, guru yang telah dikhianatinya, mengetahui segala perbuatan karena telah mengikuti perjalanan dan perilakunya, bahkan dalam jangka waktu yang lama. Kubayangkan betapa besar jiwa Kipas Maut ketika harus merendahkan diri sebagai pelayan Ibu Pao, yang memang harus dilakukannya karena mengetahui jaringan Ibu Pao di Istana Daming.
Kini aku teringat bayangan yang berkelebat di Kuil Pagoda Angsa setelah Kaki Angin mengucapkan kata-kata terakhirnya. Itulah Kipas Sakti yang mendahului dan lantas menunggu kami dengan bual tentang Kaki Angin.
Namun apa pula sebabnya Kaki Angin menyebutkan nama Harimau Perang? Jika pun Kaki Angin bukan mata-mata ganda, dalam urusan apakah ia merasa begitu perlu menyebutkan namanya sebelum mati?
Kong Fuzi berkata:
manusia utama
menjalani tiga perubahan
dari jauh penuh wibawa
saat mendekat tampak santai
ketika terdengar ia berbicara
bahasanya tegas dan menentukan 1
Kipas Sakti hanya berkepentingan untuk memiliki pedang itu. Ia sempat memegang sebentar Pedang Mata Cahaya untuk tangan kanan sebelum dibunuh gurunya sendiri. Namun ia pun belum tahu di mana letak Pedang Mata Cahaya untuk tangan kiri.
Dalam pengarahan Ibu Pao, Kipas Maut membawa kami kepada Putri Anggrek Merah. Kejadian selanjutnya agak membingungkan. Putri Anggrek Merah harus mati karena menjadi bagian dari jaringan Yang Mulia Paduka Bayang-Bayang, atau karena ia akan menyebutkan di mana letaknya Pedang Mata Cahaya untuk tangan kiri?
Kami masih berada di atas wuwungan, pertarungan di bawah antara para pengawal istana sendiri belum menunjukkan siapa yang akan menang dan siapa yang akan kalah. Masih terdengar denting logam dan terlihat letik api dari perbenturan senjata ditingkah jerit terakhir sebelum kematian. (bersambung)
1 Ibid., h. 99.
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan bijak