Namun peristiwa selanjutnya tidaklah seperti kuharapkan.
"Hmmmhhh!" Kudengar ia mendengus, dan terdengar suara pedang dicabut dari sarungnya.
"Ada yang ingin bermain-main dengan Kelelawar Putih rupanya!"
Mungkinkah diketahuinya permainanku?
Kekuatan saja tak setara pengetahuan
Pengetahuan tak setara latihan
Padukan pengetahuan dan latihan
Maka seseorang mendapat kekuatan 1
Aku melesat ke tempat Yan Zi telah menotok para pengawal itu. Mereka seperti baru bangun tidur, belum menyadari berlangsung pertarungan tingkat tinggi di depan mata mereka, karena pertarungan itu memang tidak dapat diikuti mata siapa pun yang ilmu silatnya tidak setara. Namun Kipas Sakti yang ilmu silatnya tinggi dapat mengagumi sambil mengerjap-ngerjapkan matanya, karena betapapun gerak pertarungan Yan Zi dan penyoren pedang yang menyebut dirinya Kelelawar Putih itu memang sangat amat cepatnya, sehingga jangankan cahaya, bahkan suaranya pun sama sekali tak terdengar.
Namun aku dapat melihat bahwa sebetulnya Yan Zi telah mengurung Kelelawar Putih yang berbusana serbaputih itu, yang menjadi salah satu penyebab mengapa tiada secercah pun cahaya dapat tertangkap mata para pengawal. Itu berarti Yan Zi bergerak dua kali lebih cepat dari Kelelawar Putih, yang lebih disebabkan pertimbangan keamanan rencana kami daripada kebaikan hati untuk tidak menewaskannya.
"Harus kuapakan orang ini?"
Yan Zi bertanya melalui Ilmu Bisikan Sukma.
"Lumpuhkan saja," jawabku, yang sebetulnya agak terperangah juga dengan perkembangan tak terduga ini. "Tapi biarlah kutotok lagi lima pengawal yang baru bangun itu."
Dalam sekejap mereka sudah terkapar kembali oleh totokan jarak jauh. Tidak ada yang akan mereka ingat karena sekali lagi kugunakan Totokan Lupa Peristiwa.
Kulihat Yan Zi melenting dan tubuhnya berputar dua kali agar berada di atas kepala orang yang menyebut dirinya Kelelawar Putih. Dengan sentuhan ringan ia memberikan tepukan beracun dan jatuhlah Kelelawar Putih seperti selembar baju. Dalam gung fu, jika tangan besi berarti pukulan yang keras, maka tangan beracun berarti pukulan sangat terlatih di bagian tubuh terlemah 2.
Namun saat itu angin bertiup begitu kencang dan begitu dingin, sehingga membuatku khawatir apa yang sebelumnya begitu jelas untuk melakukan penyusupan, kini tak dapat kami lakukan tanpa menunggu angin berhenti. Sebaliknya aku merasa betapa mungkin saja angin ini justru menjadi tirai suara bagi pengintai, yang berarti bahwa mungkin saja pengintai itu sedang mengawasi kami!
"Awas!"
Kudengar teriakan Kipas Maut, yang kuharap saja tidak akan terdengar terlalu keras sehingga para pengawal istana yang lain akan berdatangan. Tiga bayangan hitam menyambar masing-masing kami bertiga yang mau tidak mau harus kami sambut pula.
Bayangan hitam yang mendekatiku bergerak seperti bayang-bayang itu sendiri, yang arah dan kecepatannya sangat tidak terduga, sebagaimana bayang-bayang merupakan tiruan yang sama sekali tak sama dengan manusia, tetapi dalam rentak ketika yang sama, sehingga sangat membingungkan lawan-lawannya.
Dengan segera kugunakan Jurus Bayangan Cermin yang akan menyerap segala jurus membingungkan itu menjadi sesuatu yang lebih dari kukuasai, sehingga aku dapat menggunakannya dengan cara yang justru akan membingungkan, karena langsung mengubahnya dalam serangan balasan.
Wajahnya tampak pucat menyadari kekalahan yang pasti tiba. Kukira ilmu silatnya tinggi dan pantas bertugas mengawal istana, tetapi tentu tiadalah pernah diduganya betapa Ilmu Silat Bayang-Bayang yang luar biasa itu akan mendapatkan tandingan yang dengan telak memudarkannya.
Sepintas kami hanyalah bayang-bayang berkelebat di tengah deru dingin, tetapi sesungguhnyalah Jurus Bayangan Cermin telah membuatku di atas angin. Dalam waktu singkat sudah kulakukan Totokan Lupa Peristiwa kepadanya. Seperti juga pengawal istana yang menamakan dirinya Kelelawar Putih, tubuhnya melorot seperti baju yang mendadak kehilangan badan.
"Selesaikan cepat," kataku melalui Ilmu Bisikan Sukma kepada Yan Zi.
Namun kulihat Yan Zi menghadapi lawan yang lain. Mereka masih saling berkelebat adu cepat dengan seimbang, setiap kali Yan Zi menambah kecepatan, lawannya itu menambah kecepatannya pula. (bersambung)
1. Pepatah anonim, dalam Michael Minick, The Wisdom of Kung Fu (1975), h. 129.
2. Bruce Tegner, Kung Fu and Tai Chi: Chinese Karate and Classical Exercises (1973), h. 17.
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan bijak