#124 Menunggu Kelemahan Lawan

November 3, 2014   

SUARA itu seperti bisikan, tetapi penuh tenaga, karena jarak yang dipanggil mungkin cukup jauh.

"Harimau! Harimau!"

Kami terkesiap dan menahan napas. Jika ada yang memanggilnya tetapi kami bahkan tidak melihatnya, maka keadaannya bisa menjadi sangat berbahaya bagi kami berdua. Kuberi tanda agar Yan Zi bersabar dan menahan diri. Perasaan bahwa Pedang Mata Cahaya untuk tangan kiri tinggal sejangkauan tangan dapat menjebaknya dalam kesulitan.

Napas kami benar-benar tertahan, bukan hanya karena angin masih bertiup kencang maka telinga seseorang yang berilmu tinggi dapat mendengarnya, melainkan juga karena perbedaan suhu embusan napas itu akan dapat dirasakannya. Aku tidak dapat mengetahui apakah ilmu silat Harimau Perang memang sudah setinggi itu, tetapi jika memang ilmunya sudah begitu tinggi, aku tidak mau terjebak seperti tikus yang tak berdaya melepaskan diri.

Kami pun menunggu. Jika Harimau Perang sendiri ikut berjaga, pastilah terdapat suatu sebab yang membuatnya tak bisa menghindari tugas itu, jika tidak dikehendakinya sendiri, dan apakah kiranya yang membuatnya harus turun tangan untuk melakukan penjagaan sendiri?

Angin bertiup semakin kencang. Permukaan kolam tampak beriak-riak karena kuatnya angin itu. Kuingat bahwa seharusnya Harimau Perang sudah bertemu dengan kami, jika Kipas Maut tidak lebih dulu membebaskan kami dan membunuh Kipas Sakti. Kejadian berikutnya, jika pendekar bersenjata dua pedang panjang melengkung itu memang Harimau Perang, mengapa semangat membunuhnya begitu tinggi, sehingga tak kurang dari Kipas Maut dan Putri Anggrek Merah pun menjadi korban?

Sebagai kepala mata-mata, melumpuhkan lawan sampai kepada tingkat tidak dapat dimintai keterangan, sebetulnya adalah tindakan yang cukup gegabah.

Aku belum dapat memecahkan persoalan ini, ketika kusadari bahwa tiada lagi orang berjaga di sekitar kami. Apakah ini merupakan jebakan agar kami dapat dipergoki? Jika aku menyusup ke dalam Istana Daming sendiri saja, tentu aku telah menggunakan ilmu halimunan. Namun tentu saja aku tidak dapat meninggalkan Yan Zi sendirian. Artinya kami mesti menerobos mandala penjagaan I-Ching ini. Kuingat kembali apa yang kulihat dari udara tadi.

"Kukira penjagaan ini merujuk kepada danau," kataku melalui Ilmu Bisikan Sukma, "Perpaduannya yang belum jelas."

"Kita harus mengorek keterangan dari salah seorang penjaga," ujar Yan Zi, "Cukup satu penanda, kita dapat mengetahui mandala yang mana dan menembusnya."

Jika Harimau Perang mengira tata penjagaan ini tak tertembus karena tidak dikenal oleh Sun Tzu, ternyata ia salah sama sekali.

Sun Tzu sendiri berkata:

ahli perang pertama-tama memastikan kelemahannya sendiri

lantas ia menunggu kelemahan lawan 1

Apakah Harimau Perang menyadari ini? Tentu ia telah membacanya, tetapi apakah betapapun karena ia bukan penduduk Negeri Atap Langit, melainkan berasal dari Daerah Perlindungan An Nam, dilupakannya bahwa meskipun bukan sebagai siasat pertempuran, setiap orang di Negeri Atap Langit tahu mandala I Ching?

Apa yang disebut juga sebagai Kitab Perubahan itu sebetulnya bagaikan menara yang menjulang di balik ajaran-ajaran Kong Fuzi, pemahaman tentang jalan dalam ajaran Dao, maupun kitab Seni Perang yang ditulis Sun Tzu 2.

"Tidak usah mengoreknya," kataku, "Ikuti pasangan penjaga yang lewat sampai ketemu pasangan penjaga lain, mudah-mudahan mereka gunakan bahasa sandi yang terhubungkan dengan I Ching."

"Pendekar Tanpa Nama akan mengikuti penjaga yang lewat di sebelah kiri," kata Yan Zi. "Aku akan mengikuti penjaga yang lewat di sebelah kanan."

Aku mengangguk. Saat itu lewatlah sepasang penjaga melangkah di sebelah kanannya, Yan Zi pun berjingkat mengikutinya.

Tinggal aku sendiri kini, karena belum ada penjaga yang lewat meronda. Angin masih membuat malam semakin mencekam. Bunyinya semakin tajam bersuit-suit seperti makhluk hidup meminta jalan untuk melepaskan dirinya dari jeratan bangunan-bangunan buatan manusia, agar segera melesat dengan merdeka ke padang-padang terbuka.

Terpikir olehku sekarang, benarkah Kota Chang'an ini besok pagi akan diserang dan dikepung, sesuai dengan rencana bahwa aku dan Yan Zi telah mengetahui tempat penyimpanan Pedang Mata Cahaya untuk tangan kiri?

Saat itu kudengar langkah para pengawal yang meronda di bagian kiriku mendekat. (bersambung)


1. Sun-Tzu, The Art of War, terjemahan ke bahasa Inggris oleh John Minford [2009 (2002)], h. 20.

2. Diambil dari kutipan Minford atas Richard Lynn dalam The Classic of Changes (1994), h. 127. Ibid., h. xxv.
Posted by Agung Semeru
Naga Jawa di Negeri Atap Langit Updated at: 4:35 PM
#124 Menunggu Kelemahan Lawan 4.5 5 Unknown November 3, 2014 ahli perang pertama-tama memastikan kelemahannya sendiri lantas ia menunggu kelemahan lawan. SUARA itu seperti bisikan, tetapi penuh tenaga, karena jarak yang dipanggil mungkin cukup jauh. "Harimau! Harimau!" Kami terke...


No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan bijak