#125 Dua Pedang Menulis Kematian

November 4, 2014   

MEREKA meronda tanpa bercakap, dan itu berarti mereka lebih waspada terhadap segala suara, daripada jika berjalan sambil berbicara. Kutunggu sampai mereka agak berjarak, lantas aku keluar dari balik semak dan dari balik kelam, mengikuti mereka dengan langkah seringan-ringannya, begitu ringan sehingga bahkan anggang-anggang yang berjalan di atas permukaan air pun lebih berat dariku.

Tidak dapat kuperkirakan di mana mereka akan bertemu dengan pengawal di bagian lain, tetapi jika Pulau Taiye di tengah Kolam Taiye itu menjadi titik pusat di bagian yin-yang dalam mandala I Ching, dan lingkarannya dibagi delapan, maka pengawal di batas wilayah jaga masing-masing akan segera bersua dalam perondaannya. Apabila mereka bertukar kata sandi kuharap dapat kukenali sesuatu yang mengungkap tata penjagaan malam ini, karena mereka harus menyatakan dari wilayah penjagaan mana mereka berasal.

Jika aku berada di wilayah penjagaan danau, maka ketika pengawal yang kuikuti menyebutkan kata "Tui" yang berarti danau, maka pengawal yang berpapasan di garis batas itu harus membalas dengan kata "Ch'ien" yang berarti langit, dan kata yang sama pula akan diucapkan pengawal yang diikuti Yan Zi, tetapi balasannya adalah "Kun" yang berarti bumi. Semua ini sesuai dengan mandala I Ching yang hanya kuketahui dengan tidak terlalu dalam, karena aku memang hanya mempelajarinya selintas di Kuil Pengabdian Sejati.

Saat angin mendadak seperti berhenti, kesunyian mencekam bagaikan di dunia orang mati.

Para pengawal yang kuikuti mengucapkan "K'an" yang berarti air. Berarti aku salah menduga, bukan danau tetapi air untuk menggambarkan lingkungan Kolam Taiye. Berarti pula pengawal yang ditemuinya harus membalas dengan kata ''Ken'' yang berarti gunung.

Aku menahan napas. Tiada jawaban. Telingaku terpentang menangkap segala gerakan.

Kedua pengawal yang terlambat menyadari bahwa yang dihadapinya adalah seorang penyusup, tersentak dengan jarum-jarum beracun menembus lehernya.

Aku tetap berada di tempat. Meski sempat terpikir, aku yakin itu bukan Yan Zi. Jika pun Yan Zi berusaha melumpuhkannya, tentu akan menggunakan Totokan Lupa Peristiwa.

Apa yang harus kulakukan?

Zhuang Zu berkata:

mengalirlah bersama apa pun yang terjadi

dan biarkan pikiranmu bebas

tetaplah terpusat dengan

menerima apa pun yang kamu lakukan

itulah yang terpenting 1

Maka aku pun tetap waspada, diam dan mendengarkan. Jelas ada seorang penyusup, dan jika penyusup itu berada di dekat kolam ini, kemungkinannya sangat besar bahwa urusannya adalah Pedang Mata Cahaya untuk tangan kiri. Terpikir olehku betapa sulitnya rahasia terpendam dan sungguh-sungguh terpendam karena rahasia hanya menjadi rahasia jika sebenarnya tercatat, tersandikan, atau diketahui oleh setidaknya satu orang. Rahasia masih rahasia jika beredar di antara sedikit orang, tetapi apakah rahasia masih rahasia jika sudah beredar di antara terlalu banyak orang?

Terpikir juga olehku, tidakkah siapa pun yang berkepentingan dengan Pedang Mata Cahaya untuk tangan kiri itu mengetahui betapa beratnya pedang tersebut, sehingga tak seorang pun akan bisa mengangkatnya? Tidakkah diketahui oleh para pemburu pedang itu, betapa pedang itu bisa menjadi ringan, hanya setelah disentuh oleh Pedang Mata Cahaya untuk tangan kanan yang menjadi milik Yan Zi, dan tiada cara lain lagi untuk menjadikannya lebih ringan?

Angin berembus kembali saat aku terkesiap. Tentu saja rahasia itu juga diketahui, dan itulah sebabnya Kipas Sakti mungkin telah berpesan agar Pedang Mata Cahaya untuk tangan kanan segera diserahkan kepadanya ketika kami tertawan tadi. Siapa pun yang berminat kepada Pedang Mata Cahaya untuk tangan kiri harus merebut lebih dahulu Pedang Mata Cahaya untuk tangan kanan dari tangan Yan Zi. Sudah tentu jika untuk itu Yan Zi mesti dibunuh terlebih dahulu, pemikiran semacam itu bukanlah tabu!

Aku berkelebat ke arah perginya Yan Zi. Siapa pun penyusup itu tidaklah mungkin dirinya berangkat bukan karena persoalan ini. Telah diketahuinya betapa jika tidak mencuri lebih dahulu pedang yang dibawa Yan Zi itu, kehendaknya untuk mendapatkan Pedang Mata Cahaya untuk tangan kiri tidak akan pernah berhasil. Sedangkan dengan kedua Pedang Mata Cahaya di tangan kiri dan kanan, yang akan mengeluarkan kilat berkeredap menghanguskan jika saling disentuhkan, seseorang akan menguasai dunia persilatan.

Ini berarti jiwa Yan Zi sedang berada dalam bahaya! (bersambung)


1 Melalui Joe Hyams, Zen in The Martial Arts [1982 (1979)], h. 57.
Posted by Agung Semeru
Naga Jawa di Negeri Atap Langit Updated at: 5:21 PM
#125 Dua Pedang Menulis Kematian 4.5 5 Unknown November 4, 2014 mengalirlah bersama apa pun yang terjadi dan biarkan pikiranmu bebas tetaplah terpusat dengan menerima apa pun yang kamu lakukan itulah yang terpenting. MEREKA meronda tanpa bercakap, dan itu berarti mereka lebih waspada terhadap segala suara, daripada jika berjalan sambil berbicara. Kutunggu...


No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan bijak