"Awas! Seseorang akan merebut pedangmu!"
Belum lagi mendapat jawaban sudah kudengar desau pedang dari pertarungan yang berlangsung sangat amat cepat tanpa pernah berbenturan. Pertarungan tanpa bentrokan senjata seperti ini, meskipun keduanya memegang pedang, hanya mungkin terjadi karena kecepatan yang sungguh-sungguh luar biasa.
Mengikuti suara desau pedang yang saling sambar-menyambar dengan kecepatan kilat, tibalah aku pada salah satu bagian tergelap, tempat sesosok bayangan tampak dengan sengaja mengandalkan kecepatan untuk mendesak Yan Zi, menutup kemungkinannya memainkan pantulan pedang yang sangat membunuh itu.
Melihat jurus-jurusnya, aku jadi curiga, penyusup ini tahu benar bagaimana mengunci segenap gerakan Yan Zi, seolah-olah berasal dari perguruan yang sama. Meskipun kecepatan yang menjadi andalan, tetapi dengan jurus-jurus seperti itu, tampak seperti segenap jurus Yan Zi bukan hanya terbaca, melainkan juga terkunci. Tiada cara lain bagi Yan Zi kecuali meningkatkan kecepatannya untuk mengatasi lawan.
"Lebih cepat!" Aku berpesan lewat Ilmu Bisikan Sukma.
"Tidak bisa lagi," kata Yan Zi, "sudah kulipat-cepatkan tiga kali."
Ilmu silat penyusup itu memang sangat tinggi. Dengan kesamaan ilmu, Yan Zi bagaikan menghadapi seseorang yang menguasai Ilmu Bayangan Cermin.
Dalam kegelapan dan deru dingin, desau kedua pedang terdengar jelas papas-memapas, tetak-menetak, tanpa pernah berbenturan, meliak-liuk mencari celah tempat pedang bisa menebas tubuh dan menumpahkan darah.
Kutahu ilmu silat Yan Zi tidak di bawah penyusup yang menguasai ilmu pedang Yan Zi itu, tetapi jika pertarungan tidak kunjung berakhir, bukan hanya para pengawal akan segera mengetahuinya dan fajar akan merekah, melainkan juga tiada kesempatan lagi untuk menyelam ke dalam kolam untuk memeriksa apakah pedang itu memang ada di dasarnya, seperti kata Putri Anggrek Merah yang telah dibunuh oleh Harimau Perang.
Kami juga memerlukan waktu agar setelah menyelam dan keluar lagi hari masih gelap, sebab jika tidak, itu hanyalah penanda betapa kami akan mati dirajam oleh pasukan pengawal yang dikerahkan mengepung kolam.
"Ini bisa terlalu lama," kataku melalui Ilmu Bisikan Sukma. "Serahkan kepadaku, dan masuklah lebih dulu ke dalam kolam. Biarlah para pengawal mengira tewasnya teman mereka disebabkan oleh lawanmu ini."
Yan Zi segera mengerti dan berkelebat melalui jalur gelap menuju kolam. Dengan tewasnya kedua pengawal oleh penyusup ini, pertimbangan tentang mandala I Ching sebagai gelar penjagaan kolam tidak perlu dirujuk lagi karena perhatian akan tersesatkan kepada peristiwa itu.
Tentu penyusup itu harus segera kulumpuhkan pula, seolah-olah sebagai akibat bentrokannya dengan kedua pengawal tersebut.
Begitu Yan Zi melepaskan diri, aku masuk gelanggang dan dalam gelap menyerangnya dengan Jurus Naga Menggeliat Mengibaskan Ekor.
Jurus yang namanya sama dengan siasat pertempuran, yang kukenal ketika aku berjuang bahu-membahu bersama Amrita Vighnesvara membantu pasukan pemberontak An Nam, mampu melontarkan penyusup yang masih bertutup muka hitam itu ke tempat dua pengawal yang dibunuhnya.
Jika tulangnya kuat dan tubuhnya tidak terbentur pohon, ia tidak akan kurang suatu apa. Namun ketika siuman nanti para pengawal istana telah mengerumuninya. Apakah mereka akan menangkap dan menyerahkannya kepada Jaksa Bao, atau membunuhnya di tempat setelah melihat kedua teman mereka tewas ditebas, merupakan permainan nasibnya.
Aku berkelebat menyusul Yan Zi tanpa sempat membuka kain penutup wajahnya, sehingga meskipun jurus-jurus silatnya seperti begitu kukenal dan kucurigai bahwasanya ia sangat mengenal Yan Zi, mungkin aku tidak akan pernah mengetahui wajah siapakah kiranya yang berada di balik kain hitam itu.
Xunzi berkata:
Watak manusia itu jahat;
Kebaikan adalah hasil tindakan yang dikehendaki. 1
Dapat disebutkan sebagai kejahatan atau kebaikankah seseorang yang berjuang keras untuk memiliki pedang mestika, termasuk dengan semangat menguasai dunia persilatan?
Aku segera dapat menyusul Yan Zi, dan kami segera berlari di atas air menuju tempat yang kami perkirakan merupakan tempat yang dimaksudkan Putri Anggrek Merah, tempat sebuah peti penyimpanan jatuh ke dasar kolam dengan membawa Pedang Mata Cahaya untuk tangan kiri di dalamnya. (bersambung)
1. Melalui Daniel K. Gardner, Confucianism (2014), h. 58.
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan bijak