#127 Serangan Cahaya di Dalam Kolam

November 6, 2014   

ANGIN menggerakkan permukaan Kolam Taiye, menimbulkan semacam desiran halus yang juga melewati tempat kami berdiri di atas air. Di sanalah kami perkirakan tempat tenggelamnya peti berisi Pedang Mata Cahaya untuk tangan kiri. Dari tengah kolam kami saksikan para pengawal telah menemukan mayat kedua kawan mereka, dan tampak segera pula menemukan tubuh sang penyusup yang tadi kulemparkan ke dekat kedua korban itu.

Kami segera menggunakan ilmu memberatkan tubuh dan tenggelam seperti arca batu yang terus melesak ke dasar kolam. Dengan cara seperti ini, pergerakan air yang timbul karena gerakan kami jauh lebih sedikit, karena kami nyaris tidak bergerak sama sekali, sama seperti arca batu meskipun tenggelam dengan cepat ke dasar kolam dan segera melesak ke dalam lumpur.

Begitu menyentuh dasarnya kami lepaskan ilmu memberatkan tubuh dan segera berenang seperti ikan. Lumpur kolam sempat mengepul dan menghalangi pandangan kami. Dalam gelap, di dasar kolam, keadaan seperti ini memberikan kesulitan tersendiri, di samping suhu air kolam pada dini hari itu yang seolah-olah mendekati titik beku.

Bagaimana caranya mencari peti? Tidak mungkin mengandalkan mata telanjang, karena kami berenang pun nyaris hanya menggunakan naluri. Yan Zi berbicara melalui Ilmu Bisikan Sukma.

"Kita berpisah, masing-masing mengelilingi kolam, nanti bertemu di sini lagi."

"Jangan berpisah," jawabku, "biar kugunakan Ilmu Kelelawar Menyelam di Air."

Ilmu ini kupelajari di Kuil Pengabdian Sejati, tetapi belum pernah kuujikan karena baru sekarang inilah mendapatkan persoalan yang membutuhkan ilmu tersebut, yakni berada di dalam air tanpa kemampuan untuk melihat apa pun. Ilmu ini mempelajari kemampuan kelelawar untuk terbang tanpa menabrak apa pun, karena pantulan gelombang udara melalui suara tanpa bunyi yang dikirimkannya memberikan kejelasan tentang bentuk dan isi benda-benda padat di sekitarnya. Dalam air, hal yang sama dilakukan ikan-ikan besar yang tidak bertelur melainkan beranak. Namun penemu ilmu ini, yang tercatat namanya dalam kitab gulungan yang kubaca dengan terbata-bata dalam bahasa orang An Nam, meski tidak menyebut perihal kemampuan ikan-ikan itu, sengaja mengalihkan daya kelelawar tersebut bagi keadaan di dalam air.

Dengan memejamkan mata segera kudapatkan gambaran segala bentuk benda padat di dalam kolam melalui garis cahaya redup kuning kehijauan maupun hijau kekuningan, sama seperti gambaran yang kudapatkan jika menggunakan Ilmu Mendengar Semut Berbisik di Dalam Liang. Hanya saja jika sekarang kugunakan ilmu ini, seperti yang pernah kualami, maka kejelasan yang kudapatkan akan lebih lama karena terdapat saat memisahkan bunyi yang ditimbulkan gerak air terlebih dahulu.

Maka dengan Ilmu Kelelawar Menyelam di Air kudapatkan gambaran garis-garis lurus dan lengkung yang membentuk gambaran sebuah peti. Kugamit Yan Zi dan kami pun segera berenang ke arahnya. Kegelapan di dalam air tidak harus berarti segalanya hitam, karena hitam yang terhitam tentulah lebih hitam dari hitam yang hanya kehitam-hitaman. Dalam kehitaman malam, di dalam air kami berenang seperti lumba-lumba menembus lapis-lapis kegelapan yang bergelombang, menuju bentuk peti dalam keterpejaman mataku.

"Kita diikuti," ujar Yan Zi dengan Ilmu Bisikan Sukma.

"Pengawal atau penyusup?"

Keberadaan pengawal istana dapat dimengerti karena mereka yang setia dan berilmu tinggi perhatiannya tidak akan terganggu oleh siasat apa pun untuk mengalihkan perhatian. Namun jika mereka adalah juga para penyusup, terlalu banyak kemungkinan yang terpaksa dipikirkan. Apakah mereka juga ingin mendapatkan Pedang Mata Cahaya untuk tangan kiri, dengan cara mengikuti kami dan setelah kami mendapatkannya segera dibunuhnya?

Meskipun masih juga gelap, memikirkan fajar yang menjelang, dan rencana serangan yang menunggu kepastian, kini waktu serasa begitu cepat.

"Terlalu jauh untuk memastikan mereka pengawal atau penyusup," kata Yan Zi.

Pengawal maupun penyusup keduanya sangat membahayakan kami.

"Kita dapatkan pedangnya dahulu," kataku.

Tidak dapat kubayangkan seandainya kami tidak menguasai Ilmu Bisikan Sukma. Segalanya akan menjadi lebih lambat, bahkan terdapat kemungkinan salah pengertian pula!

Kami segera tiba di depan peti itu. Terletak miring di dalam lumpur, peti itu memang tampak sangat berat. Di bawah peti itu terdapat tubuh orang kebiri yang semula membawanya dan jatuh tertindih, nyaris tak terlihat karena tertutup lumpur.

Tanganku sudah terulur untuk membukanya, tetapi terpaksa kutarik kembali ketika suatu gelombang cahaya api yang panas dan menyilaukan melesat ke arah tanganku dan menghajar peti itu.

Bllllllgggggggrrrrrrrrr! (bersambung)
Posted by Agung Semeru
Naga Jawa di Negeri Atap Langit Updated at: 11:00 PM
#127 Serangan Cahaya di Dalam Kolam 4.5 5 Unknown November 6, 2014 ANGIN menggerakkan permukaan Kolam Taiye, menimbulkan semacam desiran halus yang juga melewati tempat kami berdiri di atas air. Di sanalah kami perkirakan tempat tenggelamnya peti berisi Pedang Mata Cahaya untuk tangan kiri. ANGIN menggerakkan permukaan Kolam Taiye, menimbulkan semacam desiran halus yang juga melewati tempat kami berdiri di atas air. Di sanalah k...


No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan bijak