Kubuka mataku lebar-lebar. Tiada pedang apa pun di situ. Hanya emas, tepatnya uang emas, yang memancar-mancar menyilaukan pandangan. Uang emas itu memenuhi peti, dan sudah sepantasnyalah peti itu menjadi berat sekali.
Pedang Mata Cahaya untuk tangan kiri itu sudah diambil ataukah sebetulnya tidak pernah berisi pedang itu sama sekali? Para penyusup mungkin saja bukan memburu pedang mestika, melainkan peti berisi harta karun dari gudang perbendaharaan Istana Daming. Uang emas nilainya sangat tinggi, kegunaannya bukan untuk dibelanjakan, melainkan untuk menjaga keseimbangan tata keuangan negara. Cukup satu peti, mengingat nilai satuan setiap keping yang tinggi, hilangnya satu peti ini sudah akan mengguncangkan tata keuangan Negeri Atap Langit, dan akan semakin mengacaukan jika seluruh isi peti itu beredar dengan cara tertentu dalam perdagangan sehari-hari.
Apakah uang emas itu yang menjadi soal dari segala tata penjagaan yang teracu kepada I Ching ini? Apakah itu akan menguntungkan atau merugikan bagi diriku dan Yan Zi? Laozi berkata:
Kelembutan mengatasi kekerasan,
kelemahan mengatasi kekuatan.
Apa yang bisa memuai lebih unggul
daripada yang tak tergerakkan.
Inilah ketentuan pengendalian
atas segala sesuatu
dengan bergerak bersamanya,
dengan penguasaan
melalui penyesuaian. 1
Ternyata keberadaan pedang itu masih harus dicari. Tinggal berapa lama lagi waktu kami? Kututup peti itu. Kuhentikan penyaluran tenaga dalamku kepada Pedang Mata Cahaya untuk tangan kanan. Kegelapan dengan segera mencekam kembali. Hanya air kolam menggelombang pelahan. Kugunakan kembali ilmu memberatkan tubuh untuk melawan gelombang itu dan tidak bergerak sama sekali.
"Pendekar Tanpa Nama..."
Kudengar suara Yan Zi melalui Ilmu Bisikan Sukma, tetapi dari sini saja tidak cukup untuk mengetahui di mana dia berada. Bahkan jika dia sudah berada di luar kolam, Ilmu Bisikan Sukma tidak akan menunjukkan perbedaan.
"Di mana kamu?"
"Ambil napas," katanya.
Kusadari kembali betapa pengalaman tempur Yan Zi di dalam air sungguh sangat sedikit, dan betapa berbahaya membawanya menyelam ke dalam Kolam Taiye ini. Aku sendiri tidak terlalu sadar betapa aku belum mengambil napas semenjak menyelam dari tadi.
"Kenapa pedangmu bisa jatuh?"
"Jatuh? Pedangku masih bersamaku!"
Ah?!
Kutengok kembali pedang itu, kucabut pedang itu dari sarungnya, kusalurkan tenaga dalam agar dapat menyala seperti tadi, dan setelah kuperhatikan barulah dapat kuketahui bahwa ini bukan Pedang Mata Cahaya untuk tangan kanan yang biasa dibawa Yan Zi, melainkan untuk tangan kiri!
Ya, ada gambar telapak tangan kiri di pangkal pedangnya, dengan garis-garis pada telapak tangan itu, yang baru kelak akan kuketahui merupakan petunjuk cara menggunakan pedang tersebut.
Mengapa pedang itu bisa begitu ringan? Apakah cerita tentang beratnya pedang itu hanya dongeng untuk melindungi dan menjauhkannya dari para pencuri?
"Tetaplah di tempatmu," kataku.
Aku menjejak dasar kolam dan meluncur ke atas seperti lumba-lumba. Kulihat Yan Zi hanya kepalanya yang berada di atas permukaan kolam. Benakku penuh dengan pertanyaan tentang bagaimana caranya Pedang Mata Cahaya itu bisa melayang jatuh begitu saja di dalam air, seolah-olah memang diberikan kepadaku?
Tidaklah kulupakan perbincangan yang kudengar di Balai Peraduan Merah bahwa seorang prajurit dari perbatasan yang terpilih telah dipanggil untuk memimpin sebuah regu guna menjaga Pedang Mata Cahaya untuk tangan kiri.
Apakah makna kejadian ini? Keberadaan peti uang emas untuk mengalihkan perhatian dari pedang mestika? Ataukah keberadaan pedang mestika untuk mengalihkan perhatian dari peti uang emas?
Mungkinkah keduanya memang secara tidak sengaja muncul sebagai keberadaaan bersama, sama sekali tanpa hubungan apa pun di antara keduanya?
Yan Zi memberi tanda sebelum aku tiba agar aku muncul ke permukaan dengan hati-hati.
Kuperlambat lajuku dan mengambang perlahan seperti tubuh tiada bernyawa. Dari bawah permukaan terlihat banyak orang berlari membawa obor maupun lentera. Mayat-mayat pengawal dan penyusup tadi mungkin sudah memberi akibat, Mungkin terdapat jejak yang sengaja atau tidak sengaja mengarah ke kolam?
Yan Zi menunjuk dengan matanya ketika aku tiba.
Di tepi kolam tampak sosok tinggi besar berambut panjang itu. Dua pedang panjang melengkung tersoren melintang di punggungnya. Ia melipat kedua tangan dan menatap ke suatu arah di kolam. Ke arah kami! (bersambung)
1. Melalui Joe Hyams, op.cit., h. 67.
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan bijak